Liputan6.com, Jakarta - Dunia sedang dilanda COVID-19 varian Omicron, yaitu B.1.1.529 dengan berbagai bentuknya, yaitu BA.1, BA.1.1, BA.2 dan BA.3.
Bentuk yang dominan di dunia dan di Indonesia sekarang ini adalah BA.1. Tetapi kini banyak sekali dianalisa tentang varian Omicron jenis BA.2 dengan segala kompleksitas dan kemungkinan dampaknya .
Baca Juga
Angkanya rata-rata BA.2 dunia mencapai 21.09% dari semua Omicron, jadi satu dari lima Omicron di dunia sekarang ini adalah jenis BA.2.
Advertisement
Tapi, sudah ada beberapa negara yang BA.2-nya dominan, lebih dari 50%, antara lain tetangga kita Brunei Darussalam, dan juga Filipina, Bangladesh, China, India, Nepal, Pakistan, dll.
WHO memang menyebutkan bahwa prevalensi tertinggi BA.2 di antara keseluruhan terjadi di daerah WHO Asia Tenggara, yaitu 44,7%.
Dampak Varian Omicron BA.2
Dampak BA.2 ini memang masih terus dipelajari, antara lain:
- tampaknya memang lebih mudah menular daripada BA.1 yang sekarang ada.
- menurut WHO sampai 22 Februari 2022 maka belum ada bukti bahwa BA.2 menimbulkan dampak kasus menjadi lebih berat.
Ini juga sesuai dgn data dari Afrika Selatan, Inggris dan Denmark yang menunjukkan beratnya penyakit sama saja pada BA.1 dan BA.2
- Tapi publikasi pra-cetak 16 Februari 2022 dari Jepang yang berjudul “Virological characteristics of SARS-CoV-2 BA.2 variant” menyebutkan tampaknya dampak BA.2 dapat lebih berat.
Uji coba pada binatang memang menunjukkan bahwa BA.2 dapat menimbulkan dampak klinik lebih berat. Tetapi ini pada binatang percobaan, belum tentu terjadi pada manusia.
- WHO juga masih menyatakan bahwa efikasi vaksin masih sama antara BA.2 dan BA.1, sementara penelitian di Jepang menduga efektifitas vaksin menurun, walau dapat meningkat kembali sampai 74% dengan booster.
- Penelitian di Jepang ini juga menyajikan temuan bahwa pada infeksi dengan BA.2 terjadi penurunan efektifitas obat antibodi monoklonal seperti sotrovimab.
- BA.2 tidak memiliki fenomena SGTF (“S gene target failure”), sehingga penggunaan PCR SGTF jadi terbatas, sehingga perlu memperbanyak pemeriksaan “Whole Genome Sequencing”.
Indonesia perlu waspada dan mengambil langkah antisipasi yang tepat, kalau-kalau BA.2 juga akan meningkat di negara kita.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara/Mantan DirJen Pengendalian Penyakit/Mantan KaBaLitBang Kementerian Kesehatan
Advertisement