Sukses

2 Tahun Indonesia Perangi COVID-19, Secercah Harapan Raih Endemi

Tepat 2 tahun pandemi COVID-19 di Indonesia, upaya menuju endemi terus dilakukan.

Liputan6.com, Jakarta - Genap dua tahun Indonesia berperang melawan COVID-19, yang dimulai sejak kasus pertama COVID-19 diumumkan pada 2 Maret 2020. Berbagai kebijakan pengendalian COVID-19 untuk menekan kasus terus dilakukan, mulai pembatasan mobilitas, upaya 3T (testing, tracing, treatment) hingga vaksinasi.

Kebijakan pengendalian COVID-19 juga bertujuan demi pemulihan kesehatan dan ekonomi nasional di tengah status kedaruratan kesehatan, ‘pandemi’ yang masih ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Melihat perkembangan COVID-19 global, setiap negara, termasuk Indonesia bergerak menuju harapan lepas dari pandemi: masuk fase endemi.

Untuk menuju endemi, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito, mengatakan, diperlukan upaya bertahap mewujudkan masyarakat produktif aman COVID-19. Dalam upaya memasuki masa transisi menuju masyarakat produktif aman COVID-19, Indonesia harus memiliki tiga modal dasar, yaitu cakupan vaksinasi, kepatuhan protokol kesehatan, dan ketahanan fasilitas kesehatan. 

“Upaya ini, harus dilakukan dengan tidak meningkatkan potensi penularan dan harus dalam koridor yang aman. Seperti berbagai penyakit yang pernah merebak di dunia sebelumnya, pada akhirnya kita pun harus tetap melanjutkan kegiatan masyarakat di tengah pandemi COVID-19 yang sudah dihadapi oleh dunia selama dua tahun ini," kata Wiku di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta pada Selasa, 1 Maret 2022.

Indonesia bisa berkaca sejauh mana kesiapan transisi menuju pelaksanaan kegiatan masyarakat yang aman COVID-19 dari beberapa negara di dunia. Saat ini, negara yang melakukan pelonggaran peraturan terkait COVID-19 di antaranya Inggris, Swedia dan Norwegia.

Ketiganya, telah mensejajarkan COVID-19 dengan penyakit pernapasan lainnya. Pelonggaran dilakukan melalui tiga pertimbangan utama, yakni kasus kematian yang rendah, cakupan vaksin dosis lengkap yang tinggi, dan kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan.

Data kasus positif COVID-19 di tiga negara di atas menunjukkan grafik yang semula melonjak tajam, kini jauh menurun. Meskipun kenaikan kasus tajam, angka kematian jauh lebih rendah dari gelombang sebelumnya. 

“Angka kematian bervariasi antar negara, tergantung berbagai faktor. Norwegia misalnya, angka kematiannya justru meningkat lebih tinggi dibanding gelombang sebelumnya. Selain angka kasus, keputusan melonggarkan pembatasan juga didasari cakupan vaksinasi dosis lengkap yang sudah mencapai melebihi 70 persen populasi,” ujarnya.

“Kesiapan pelonggaran juga didukung upaya menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan yang baik,” Wiku menekankan.

Apabila melihat kondisi kasus COVID Indonesia, terlihat menunjukkan sedikit penurunan. Sebelumnya meningkat tajam, bahkan lebih tinggi dibanding gelombang kedua. Tren angka kematian naik mengikuti kenaikan kasus positif, namun kenaikannya masih jauh lebih rendah dibanding gelombang kedua.

2 dari 7 halaman

Strategi Kebijakan Berlapis

Perkembangan menuju masyarakat produktif aman COVID-19, cakupan vaksinasi dosis lengkap di Indonesia sudah mendekati 70 persen dari sasaran vaksinasi yang ditetapkan Kementerian Kesehatan. Angka ini sudah tergolong tinggi, tapi adanya telaah kekebalan komunitas cakupan vaksin booster, Indonesia masih harus meningkatkan capaian vaksinasi booster

“Sebab, kekebalan komunitas harus dipastikan tetap tinggi, meskipun cakupan vaksinasi sudah memadai,” kata Wiku.

Dari sisi kapasitas kesehatan, saat ini Indonesia memiliki 57.892 fasilitas isolasi terpusat yang tercatat oleh Kodam dan BPBD di seluruh daerah. Per 28 Februari 2022, ada 100.490 total tempat tidur tersedia untuk COVID-19.

Kemudian per 22 Februari 2022, Indonesia memiliki 985 laboratorium pemeriksa COVID-19 yang tercatat oleh Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan. Angka ini sudah jauh lebih tinggi dibandingkan kesiapan kapasitas Indonesia pada masa awal pandemi.

Angka keterisian tempat tidur (Bed Occupancy Ratio/BOR) juga lebih rendah dibanding gelombang sebelumnya. Per 28 Februari 2022, persentase BOR sudah menunjukan trennya menurun hingga 34,92 persen. 

Selain indikator utama di atas, Wiku menekankan bahwa Indonesia memiliki ciri khas penanganan COVID-19, yaitu pengendalian berlapis dan menyeluruh yang telah diterapkan sejak awal.

Ditegaskan, vaksinasi dan kapasitas kesehatan tidak akan bertahan menghadapi berbagai lonjakan kasus dan tantangan di masa depan apabila tidak ada pengendalian berlapis.

“Kebijakan berlapis, yakni pertahanan terhadap importasi kasus dari luar negara dengan kebijakan berlapis terhadap pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) yang juga berlapis dengan syarat testing dan vaksin, karantina, sampai entry dan exit test,” Wiku menjelaskan.

“Sedangkan, pengendalian kasus di dalam negeri, utamanya pengendalian aktivitas masyarakat dan penegakan disiplin protokol kesehatan dilakukan melalui kebijakan pelaku perjalanan dalam negeri, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) kabupaten/kota, adanya Satgas Fasilitas Publik 3M, serta PPKM Mikro," katanya.

Capaian ketiga modal dasar disertai pengendalian berlapis merupakan hal yang sangat baik diupayakan bersama selama pandemi dua tahun terakhir. Dalam transisi menuju masyarakat produktif aman COVID berkelanjutan, seluruh modal dasar yang ada harus terus dipertahankan bersama. 

“Kasus positif yang mulai menunjukkan penurunan harus dipertahankan terus turun dan jangan sampai naik lagi. Perlu diperhatikan, masih ada 19 provinsi, baik di Jawa-Bali maupun di luar Jawa-Bali yang mengalami kenaikan kasus di tengah menurunnya tren kasus nasional,” ujarnya.

“Mohon untuk kepala daerah, gubernur, bupati, wali kota untuk terus memonitor daerahnya masing-masing,” dia menekankan.

Selain itu, cakupan vaksinasi dosis lengkap yang sudah mendekati 70 persen harus terus ditingkatkan semaksimal mungkin dan juga mengejar cakupan vaksinasi booster.

Masyarakat diminta segera vaksinasi dosis dua bagi yang belum melakukannya. Diperlukan juga peningkatan pengawasan protokol kesehatan di fasilitas publik maupun di tingkat terkecil, desa/kelurahan melalui pembentukan dan kinerja posko PPKM Mikro.

3 dari 7 halaman

Pengetatan Protokol Kesehatan

Pemerintah melakukan pemantauan dinamika data dan kebijakan COVID-19 di tingkat regional, nasional, bahkan global secara rutin. Hal ini menjadi modal yang kuat agar pemerintah dapat mengambil keputusan yang tepat seiring adanya perubahan tren kasus, perkembangan varian dan manifestasi gejalanya, serta perubahan kemampuan masyarakat hidup berdampingan dengan COVID-19.

Dalam penyesuaian strategi penanganan COVID-19 di Indonesia, Wiku memaparkan tiga instrumen pengendalian utama, yaitu penyesuaian pengetatan protokol kesehatan berdasarkan analisis situasi, meningkatkan upaya pemenuhan kebutuhan vaksinasi untuk semua, dan menyesuaikan upaya 3T yang spesifik sesuai kerentanan daerah dan sub populasi tertentu.

Ketiganya, sebagai upaya komprehensif menekan penularan dari berbagai arah.

“Lebih jelasnya, pada instrumen pengetatan protokol kesehatan dilakukan upaya penyesuaian operasional sektor sosial ekonomi dibarengi monitoring ketat pembukaan bertahap. Nantinya, kebijakan sistem bubble yang sudah diterapkan pada beberapa daerah terus disempurnakan seiring peningkatan kesiapan dan kapasitas daerah yang menerapkannya,” katanya.

“Tentunya, mempertimbangkan aktivitas masyarakat pada waktu-waktu rentan, seperti periode libur panjang akan dieprtimbangkan untuk menghasilkan kebijakan gas-rem yang tepat.  Sehingga penyesuaian kebijakan ke depannya sulit dihindari," dia menambahkan.

Pada penyesuaian mekanisme skrining kesehatan untuk pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) berkelanjutan, Pemerintah segera memberlakukan pemangkasan durasi karantina sesuai riwayat vaksinasi dan disusul produk hukum yang memperjelas implementasinya di lapangan.

Rencana pemangkasan durasi karantina diputuskan berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan, dengan catatan kondisi kasus COVID-19 terkendali. Kebijakan durasi karantina terus direlaksasi seiring rencana pembebasan karantina di awal April mendatang.

4 dari 7 halaman

Kejar Vaksinasi dan Penyesuaian 3T

Pada instrumen selanjutnya, Wiku Adisasmito menerangkan, upaya pemenuhan kebutuhan vaksinasi untuk semua masyarakat terus digencarkan. Upaya yang dilakukan berupa menitikberatkan pemenuhan cakupan vaksinasi dosis kedua secara nasional untuk mengurangi risiko paparan terhadap populasi rentan. 

“Hal ini mengingat, kekebalan seseorang yang divaksinasi secara penuh akan lebih optimal.  Untuk itu, strategi pemerintah yang diambil adalah memasukkan cakupan vaksinasi dosis kedua sebagai indikator tambahan penentuan level kabupaten/kota di Jawa-Bali, khususnya lansia,” katanya.

“Upaya ini akan berdampak penurunan angka kematian lansia. Karena data Kementerian Kesehatan (21 Januari-26 Februari 2022) menyatakan, 57 persen kasus meninggal akibat COVID-19 dikontribusikan pasien lansia,” dia menambahkan.

Pemerintah juga menggencarkan vaksinasi booster demi mengoptimalkan kondisi orang sehat. Pemerintah telah menetapkan jarak antar pemberian dosis lanjutan (booster) sejak vaksinasi dosis kedua bagi seluruh masyarakat, tanpa terkecuali, yaitu minimal 3 bulan setelah vaksinasi primer lengkap (dosis 1 dan 2) demi menjaga kekebalan tubuh tetap terjaga.

“Upaya ini meminimalisir peluang tertular maupun perburukan gejala jika sakit, khususnya pada kelompok rentan,” kata pria yang juga Koordinator Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19.

Dari sisi pemenuhan kebutuhan dosis vaksin diupayakan pendayagunaan seluruh sumber daya yang dimiliki. Sebuah bukti langkah nyata Pemerintah meningkatkan akses vaksin bagi masyarakat, salah satunya Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan Fatwa MUI No. 8 Tahun 2022 tentang Produk Vaksin COVID-19 Merah Putih produksi PT Biotis Pharmaceuticals dan Universitas Airlangga (Unair) yang halal dan suci untuk digunakan.

Selanjutnya, instrumen menyesuaikan upaya 3T yang spesifik sesuai kerentanan daerah dan sub-populasi tertentu. Upayanya, melakukan 3T sedini mungkin dan memerhatikan karakteristik gejala varian virus Corona yang paling banyak tersebar di komunitas. 

Saat ini, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan panduan terkini penanganan kasus di masa gelombang Omicron, yang mana terdapat kekhasan durasi isolasi, yaitu jika pada hari ke-5 hasil PCR sudah negatif atau sudah menjalankan isolasi selama 10 hari, kasus positif dapat beraktivitas termasuk mengakses fasilitas publik. 

Wiku menambahkan, peningkatan upaya 3T juga menyesuaikan kapasitas fasilitas kesehatan sesuai tingkat kedaruratan. Pemerintah memberikan arahan bagi daerah yang kondisi kasus COVID-19 mulai meningkat untuk menyiapkan upaya kontijensi demi menekan angka kematian.

“Daerah dengan kasus yang tinggi diharapkan memenuhi 2 - 3 kali kebutuhan fasilitas isolasi terpusat dari kebutuhan riil di lapangan,” ujarnya.

Selanjutnya, Pemerintah mengukur kekebalan masyarakat yang telah terbentuk melalui sero survei antibodi pada daerah tertentu, khususnya daerah dengan cakupan vaksinasi dan infeksi yang tinggi. Hasil survei antibodi dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan penyesuaian kebijakan berbasis bukti.

“Kita semua tentu berharap usaha untuk adaptif dari COVID-19 yang masih dalam tahap kondisi kedaruratan kesehatan dapat terlaksana baik, sehingga dapat menghantarkan kita melahirkan kebijakan yang progresif menuju Indonesia yang semakin mampu hidup menjalani transisi menuju masyarakat produktif aman COVID-19," katanya.

5 dari 7 halaman

Jalan Panjang Masuk Fase Endemi

Perihal endemi, Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, untuk masuk ke fase tersebut masih panjang, bahkan terlebih dahulu masuk fase pra endemi. Indonesia dapat dinyatakan masuk pada fase pra endemi saat kasus COVID-19 dapat terkendali secara konsisten. 

"Kita jangan dulu berbicara masuk fase endemi, (sekarang yang penting) bagaimana pandemi terkendali, baru masuk ke pra endemi, setelah itu baru dinyatakan endemi," kata Nadia di Gedung Kementerian Kesehatan Jakarta, Selasa (1/3/2022).

“Kami juga sedang menyusun indikator pandemi terkendali, pra endemi, dan endemi. Misalnya, laju penularan di bawah 1, kematian kurang dari 3 persen (dari total kasus), serta kabupaten/kota semua PPKM Level 1," dia menambahkan.

Pra endemi COVID-19 adalah kondisi saat angka penularan viurs SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 dapat terus ditekan. Komponen dasar yang digunakan bersumber dari panduan WHO terhadap penilaian level penularan, yang mana transmisi Level 1 diukur minimal 20 per 100.000 penduduk, jumlah hospitalisasi 5 per 100.000 penduduk, dan jumlah kematian 1 per 100.000 penduduk.

Kondisi laju penularan sangat rendah pernah dirasakan Indonesia dalam kurun waktu September hingga Desember 2021. Untuk menuju endemi butuh waktu lebih panjang dalam kategori, apakah Indonesia sudah menuju ke arah endemi.

"Saat ini, kita sedang bersiap-siap mengendalikan pandemi dulu, yang penting bagaimana laju penularan terus menerus ditekan dalam kurun tertentu, sebab ada ancaman mutasi virus," kata wanita yang juga menjabat Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes.   

"Kunci utamanya, vaksinasi untuk proteksi menekan laju penularan kurang dari satu kasus. Cakupan vaksinasi harus luas, selain luas juga punya efikasi tinggi, makanya vaksinasi booster dipercepat dan perlindungan kelompok rentan dilakukan demi mencegah orang sakit,” Nadia menambahkan.

Memulai masa transisi atau masuk pra endemi, kata Nadia, Pemerintah mulai melakukan pelonggaran mobilitas penduduk secara bertahap. 

"Pemerintah tidak langsung mencabut, tidak menggunakan masker lagi. Perlu dilihat, dari sisi kesehatan masyarakat, surveilans, fasilitas kesehatannya, ini pertimbangan perubahan dari pandemi terkendali dan pra endemi, disesuaikan kondisi yang ada," ujarnya.

Dalam membuat kebijakan di masa transisi, Pemerintah juga tidak terburu-buru untuk menyatakan endemi walaupun protokol endemi sudah disiapkan. Upaya yang dilakukan sekarang adalah mengamati tren kesehatan dunia, bukan hanya aspek kesehatan, melainkan juga menyusun dan mematangkan peta jalan (road map) menuju endemi.

6 dari 7 halaman

Adaptasi Agar Bisa Hidup Produktif

Demi menuju transisi masyarakat aman COVID-19, menurut Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, seluruh elemen masyarakat mau tak mau harus mampu beradaptasi dengan segala perubahan. 

“Sesuai prediksi para ahli, pandemi akan berlangsung lama, tidak ada yang tahu berapa lama, sehingga kita harus dapat beradaptasi agar tetap bisa hidup secara produktif, dan menjaga sistem kesehatan kita agar selalu kuat dan menjaga roda perekonomian agar terus berjalan,” kata Budi Gunadi saat acara Economy and Environment: Towards a Revolutionary Future, Kamis (24/2/2022).

“Masyarakat harus terus diingatkan untuk menerapkan protokol kesehatan dan memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat yang terus disesuaikan dengan perubahan situasi pandemi di masing-masing wilayah," Menkes menambahkan.

Perjalanan dua tahun pandemi COVID-19, lanjut Budi Gunadi, Indonesia didera dua puncak gelombang kasus COVID-19, yang mana puncak tertinggi terjadi pada bulan Juni dan Juli 2021.

Kementerian Kesehatan konsisten menerapkan empat strategi untuk menangani pandemi COVID-19, termasuk varian Omicron.

“Strategi pertama adalah strategi protokol kesehatan. Strategi kedua, strategi surveilans atau 3T. Strategi ketiga, vaksinasi dan strategi keempat adalah strategi terapeutik atau perawatan,” pungkas Menkes.

Upaya-upaya percepatan vaksinasi COVID-19 yang telah dilakukan di antaranya, meningkatkan komunikasi informasi dan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan yang bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait, TNI Polri, organisasi masyarakat, organisasi profesi dan unsur-unsur lainnya, baik pelaksanaan program vaksinasi, identifikasi sasaran yang belum mendapatkan vaksin, serta edukasi kepada masyarakat.

7 dari 7 halaman

Infografis Ayo Bersiap Transisi dari Pandemi ke Endemi Covid-19