Liputan6.com, Jakarta - Konsultan Spesialis Jantung Intervensi di Narayana, India, dr Praveen P Sadarmin mengatakan bahwa COVID-19 berdampak pada banyak organ tubuh. Dampaknya tetap ada bahkan setelah infeksi.
Menurut dia penyakit pernapasan ini terlihat jelas memengaruhi paru, jantung, dan perut bahkan setelah sembuh dari COVID-19.
Baca Juga
"COVID-19 adalah badai yang sempurna untuk jantung --- sebuah pernyataan yang dikeluarkan World Heart Federation (WHF) di awal pandemi --- yang ternyata benar," kata Praveen dikutip dari Times of India pada Kamis, 3 Maret 2022.
Advertisement
"COVID adalah kondisi pro-inflamasi dan mengarah pada peradangan jantung yang dapat bermanifestasi sebagai Myocarditis (radang otot jantung) atau Perikarditis yang merupakan peradangan pada kantung yang berisi jantung," dia melanjutkan.
Â
COVID-19 dan Detak Jantung
Dilanjutkannya bahwa peningkatan detak jantung setelah pulih dari COVID-19 telah terlihat pada banyak orang. Denyut jantung normal bervariasi antara 60 hingga 100. Lebih dari itu yang mengarah ke kondisi yang disebut takikardia, adalah alasan yang perlu dikhawatirkan.
Tidak sedikit pasien mengeluhkan banyak masalah terkait jantung seperti mengalami detak jantung yang cepat bahkan setelah pulih.
Takikardia adalah kondisi terjadinya peningkatan denyut jantung diamati --- itu bisa dimulai di ruang bawah jantung yang disebut ventrikel atau di ruang atas yang disebut atrium.
Setelah pulih dari COVID-19 banyak orang mengalami detak jantung lebih cepat bahkan saat dia melakukan aktivitas ringan. Orang-orang yang dulu bekerja berjam-jam bisa kuat sebelum terinfeksi, merasakan detak jantung yang lebih cepat setelah COVID-19.
Dalam kasus seperti itu, detak jantung meningkat menjadi 95-100 bahkan setelah melakukan aktivitas fisik kecil seperti berjalan kaki untuk jarak pendek, kata dia.
Sementara pada banyak pasien kondisi ini sembuh setelah beberapa saat. Namun, pada banyak pasien lainnya kondisi ini bertahan selama beberapa waktu.
Â
Advertisement
Fluktuasi Detak Jantung
Selain itu, kata Praveen, fluktuasi detak jantung bisa berbahaya bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya.
Sebuah studi penelitian pada 2021 yang diterbitkan di Lancet mengungkapkan bahwa dalam seminggu setelah diagnosis COVID-19, risiko serangan jantung pertama meningkat tiga hingga delapan kali lipat.
Penelitian yang dilakukan pada 87.000 orang --- yang 57 persen di antaranya adalah wanita --- juga menemukan bahwa pada minggu-minggu berikutnya, risiko pembekuan darah dan serangan jantung terus menurun tetapi tetap meningkat setidaknya selama satu bulan.
Â
Hal yang Sama Diungkap Aplikasi Studi Gejala COVID
Aplikasi tersebut menemukan bahwa COVID-19 adalah alasan untuk detak jantung yang tidak teratur dan meningkat. Aplikasi ini memiliki lebih dari empat juta pengguna di seluruh dunia.
"Demam dan infeksi menyebabkan detak jantung menjadi lebih cepat, meningkatkan kerja jantung pada pasien COVID-19 yang menderita pneumonia," tulis sebuah laporan oleh Harvard Health.
"Tekanan darah dapat turun atau melonjak, menyebabkan tekanan lebih lanjut pada jantung, dan peningkatan kebutuhan oksigen yang dihasilkan dapat menyebabkan untuk kerusakan jantung, terutama jika arteri atau otot jantung tidak sehat sejak awal," kelanjutan dari laporan tersebut.
Advertisement