Liputan6.com, Jakarta - Omicron dianggap sebagai varian Virus Corona yang lebih ringan di antara semua varian yang telah terdeteksi selama pandemi COVID-19.
Dari banyaknya kasus varian Omicron di seluruh dunia, terlihat bahwa sedikit kasus yang harus menjalani rawat inap. Terlebih bagi populasi yang sudah vaksinasi. Meski varian satu ini memiliki tingkat penularan yang cepat.
Baca Juga
Dengan ditemukannya subvarian Omicron BA.3, akankah membalikkan keadaan?
Advertisement
Ahli Epidemiologi Penyakit Menular dan Pimpinan Teknis COVID-19 di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Maria Van Kerkhove pada Sabtu, 5 Maret 2022, menyebut adanya Omicron Siluman dari subvarian lainnya.
Tak hanya BA.1, BA.1.1, dan BA.2 saja tapi ada juga subvarian Omicron BA.3.
"Yang paling menonjol yang telah terdeteksi di seluruh dunia adalah BA.1, BA.1.1, dan BA.2. Ada juga BA.3 dan subvarian lainnya," kata Maria dikutip dari situs Times of India pada Senin, 6 Maret 2022.
WHO menjelaskan bahwa Omicron termasuk garis keturunan Pango B.1.1.529 dan garis keturunan Pango BA.1, BA.1.1, BA.2 dan BA.3.
Sebuah studi penelitian yang diterbitkan pada 18 Januari 2022 di Journal of Medical Virology juga telah mengonfirmasi keberadaan sub-garis keturunan Omicron BA.3.
"Studi kami menemukan bahwa tidak ada mutasi spesifik untuk garis keturunan BA.3 pada protein spike. Sebaliknya, ini adalah kombinasi mutasi pada protein spike BA.1 dan BA.2," kata studi tersebut.
Varian Omicron Ringan
Pada Desember 2021, sebulan setelah subvarian terdeteksi, para ahli mengatakan bahwa Omicron menular tetapi kecil kemungkinannya untuk menempatkannya di rumah sakit.
"Tidak seperti pola yang diamati pada gelombang Beta dan Delta, peningkatan kasus selama gelombang Omicron tidak disertai dengan peningkatan penerimaan rumah sakit secara bersamaan,” kata sebuah studi penelitian pada Desember 2021 yang diterbitkan di Lancet.
Menanggapi hal tersebut, Maria, mengatakan, untuk memahami tingkat keparahan varian Omicron, WHO melihat data eksperimental apakah varian ini menyebabkan penyakit parah pada hamster.
Berbicara tentang penelitian di Jepang, Maria Van Kerkhove, mengatakan, ini adalah penelitian eksperimental, khususnya mengamati hamster. Dan, apa yang mereka lihat adalah apakah secara eksperimental di dalam hamster, ada sinyal yang menyebabkan penyakit yang lebih parah dalam kondisi eksperimental ini?
"Kami juga melihat tingkat keparahan dalam apa yang kami sebut dunia nyata," katanya.
"Dan, di negara-negara di mana BA.1 dan BA.2 beredar, tidak ada perubahan dalam hal rawat inap," ujarnya.
Adapun yang paling umum dari gejala Omicron COVID adalah sakit tenggorokan, pilek, bersin-bersin, sakit kepala, nyeri tubuh, dan demam ringan.
Advertisement
Berbeda Satu Sama Lain
Meskipun belum banyak yang dikatakan tentang tingkat keparahan yang disebabkan subvarian Omicron BA.3, kecuali bahwa mereka memiliki tingkat keparahan serupa yang jelas karena mereka berbagi varian induk yang sama, laporan Januari 2022 di Forbes menegaskan bahwa BA.1, BA.2, dan BA.3 berbeda satu sama lain.
Sama halnya seperti varian Alpha, Beta, Gamma, dan juga Delta yang semuanya berbeda satu sama lain.
"Beberapa mutasi juga berbeda di antara ketiganya. Kami menduga bahwa perbedaan ini akan tercermin dalam karakteristik septik dari setiap varian yang mempengaruhi laju pertumbuhan, penekanan kekebalan bawaan, virulensi, dan penghindaran vaksin," kata Maria.
Omicron BA.3 Kurang Lazim
dari studi tersebut diketahui bahwa subvarian Omicron BA.3 pertama kali terdeteksi di barat laut Afrika Selatan.
Sesuai penelitian pada 11 Januari 2022 dari total sekuens genom yang dikirimkan ke database GISAID hanya 0,013 persen yang merupakan subvarian Omicron BA.3 dan yang tertinggi adalah BA.1.
Studi lebih lanjut menemukan bahwa ada lebih sedikit mutasi pada BA.3 daripada BA.1 dan berspekulasi bahwa hilangnya mutasi mungkin menjadi alasan mengapa BA.3 memiliki jumlah infeksi yang lebih sedikit.
Maria, mengatakan, BA.3 telah disebut sebagai garis keturunan Omicron yang kurang lazim oleh banyak penelitian.
Advertisement