Sukses

PR Besar, Tidak Ada Satupun Daerah di NTT Berstatus Hijau Stunting

Nusa Tenggara Timur (NTT) menduduki prevalensi stunting tertinggi.

Liputan6.com, Jakarta - Tidak ada satupun daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berstatus 'hijau' dari stunting, yakni berpravelensi antara 10 hingga 20 persen. Apalagi berstatus 'biru' untuk prevalensi stunting di bawah 10 persen.

Angka tersebut berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021 di NTT. Tak ayal, persoalan stunting di NTT masih menjadi 'pekerjaan rumah' (PR) besar, terlebih Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan stunting di bawah 20 persen.

Dalam laporan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Minggu (13/3/2022), NTT memiliki 15 kabupaten berkategori 'merah' stunting. Pelabelan status 'merah' sesuai prevalensi stuntingnya masih di atas 30 persen.

15 kabupaten tersebut meliputi Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, dan Manggarai Barat. Kemudian Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata dan Malaka. Bahkan Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara memiliki prevalensi di atas 46 persen

Selanjutnya, ada lima kabupaten di NTT masuk 10 besar daerah yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di Indonesia. Kelima kabupaten adalah Timor Tengah Selatan di urutan pertama, Timor Tengah Utara di posisi ke dua, Alor di peringkat ke-lima, Sumba Barat Daya di rangking keenam, serta Manggarai Timur di posisi 8.

Dari catatan BKKBN, daerah-daerah di atas termasuk 246 kabupaten/kota yang menjadi prioritas percepatan penurunan stunting di Tanah Air. Sisanya, 7 kabupaten dan kota berstatus 'kuning' dengan prevalensi stunting 20 hingga 30 persen, di antaranya Ngada, Sumba Timur, Negekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang serta Flores Timur. Bahkan tiga daerah seperti Ngada, Sumba Timur, dan Negekeo mendekati status 'merah.'

2 dari 3 halaman

Persoalan Stunting Harus Dituntaskan Bersama

Nusa Tenggara Timur menjadi salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi menjadi fokus utama dari BKKBN. BKKBN menggencarkan program percepatan penurunan stunting bersama kolaborasi Sekretariat Wakil Presiden, Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri serta Bappenas.

Persoalan stunting, menurut Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, tidak saja menjadi urusan pemerintah atau pemangku kepentingan belaka, melainkan persoalan bangsa yang harus dituntaskan bersama dan membutuhkan kolaborasi semua kalangan.

"Sudah menjadi komitmen kebangsaan, pembangunan keluarga adalah pondasi utama tercapainya kemajuan bangsa. Apalagi periode 2025 – 2035 merupakan fase puncak periode bonus demografi yang harus dikapitalisasi,"

“Saya yakin dengan fokus kepada konvergensi tingkat desa sangat menentukan penerimaan paket manfaat kepada keluarga berisiko stunting. Oleh karena itu, pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting atau TPPS dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga kelurahan atau desa harus disegerakan. Keberadaan TPPS di semua tingkatan pemerintahan sangat membantu pencapaian target penurunan angka stunting."

3 dari 3 halaman

Infografis Vaksin Covid-19 Terbukti Efektif Kurangi Tingkat Kematian