Liputan6.com, Jakarta Sudah dua tahun dunia menghadapi pandemi COVID-19. Gara-gara virus SARS-CoV-2, banyak hal berubah dalam kurun waktu sekitar dua tahun terakhir. Termasuk soal kehidupan seks penduduk dunia.
Beberapa prediksi soal kehidupan seks selama pandemi sudah menyeruak ke permukaan. Mulai dari frekuensi seks yang meningkat karena lebih lama di dalam rumah hingga jumlah angka kelahiran yang naik. Apa Anda juga memprediksi seperti itu juga?
Baca Juga
Namun, ada juga yang memprediksi angka perceraian meningkat karena sulitnya perekonomian serta perasaan terjebak di dalam rumah membuat sebagian orang stres.
Advertisement
Daripada menebak-nebak, mari tengok beberapa data mengenai kehidupan seksual selama pandemi COVID-19. Data ini dihimpun oleh National Coalition for Sexual Health dam Kinsey Institute dengan menanyakan pada partisipan orang Amerika Serikat di awal-awal pandemi berlangsung mengutip laman Well and Good, Sabtu (12/3/2022).
1. Aktivitas Seks Berkurang
Hasil survei yang dilakukan terhadap mereka yang berusia 18-35 tahun menemukan bahwa pandemi membuat minat seksual yang rendah serta kesulitan mengalami orgasme.
Ada banyak faktor yang membuat frekuensi berhubungan seksual jauh berkurang. Diantaranya:
- Kesempatan berhubungan seks terbatas
Peneliti utama dari Kinsey Institute, Justin Lehmiller, mengatakan selama pandemi semua penghuni rumah lebih sering di dalam rumah. Hampir sebagian besar waktu dihabiskan di rumah.
Belum lagi pasangan suami istri yang sudah memiliki anak akan membagi konsentrasi antara bekerja, mengurus rumah tangga dan menemani anak.
"Hal ini membuat orangtua kesulitan menemukan waktu untuk bercinta," kata Justin.
Bagi pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh, mungkin sebelum pandemi bisa pulang seminggu sekali menggunakan kereta atau pesawat. Namun, pandemi mengubah banyak aturan perjalanan sehingga jadwal pulang ke rumah menjadi terbatas.
- Stres dan ketidakpastian tentang COVID-19
Di awal-awal pandemi banyak orang dewasa mengalami penurunan gairah bercinta karena stres mengenai kondisi COVID-19. Belum lagi soal ketidakpastian yang terjadi saat itu seperti disampaikan dokter kebidanan dan kandungan Raegan McDonald-Mosley.
Banyak orang kehilangan pekerjaan dan sulit mencari pekerjaan di masa pandemi. Lalu, kita sibuk dan khawatir dengan kesehatan diri dan orang lain bila sakit di tengan pandemi.
"Meskipun punya banyak waktu bersama pasangan belum tentu berminat untuk melakukan hubungan seksual," kata Reagan.
2. Ketakutan Memiliki Anak
Banyak yang memprediksi bahwa pandemi COVID-19 meningkatan gelombang kelahiran. Hal tu adalah logika yang masuk akal mengingat ada banyak waktu pasangan bersama dibandingkan kondisi sebelum pandemi.
Namun, prediksi ini mengabaikan mengenai tekanan pandemi yang berimbas pada kesehatan mental seseorang. Pandemi membuat cemas dan khawatir, sehingga mematikan libido seseorang.
Justin mengatakan di Amerika Serikat, tingkat kelahiran menurun setelah COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi. Menurut CDC AS, pada Desember 2020 terjadi 763 kelahiran lebih rendah dibanding angka tahun sebelumnya.
Saat itu, di tahun pertama pandemi, banyak rumah sakit diisi degan orang-orang terinfeksi COVID-19. Belum lagi alasan ekonomi yang tidak mudah selama pandemi. Faktor-faktor ini yang membuat banyak pasangan malah cemas bila harus hamil dan melahirkan selama pandemi.
Advertisement
3. Eksplorasi Kehidupan Seksual Meningkat
Di tengah perasaan cemas dan khawatir, banyak pasangan yang menganggap perlu 'menambah seru' suasana kehidupan seksual. Maka, di Amerika Serikat banyak pasangan yang melakukan eksplorasi hal seru mulai dari sex toys, kondom, hingga cairan pelumas.
"Mereka yang melakukan hal baru ini melaporkan adanya peningkatan kepuasan dalam aktivitas seksu," kata Justin.
Justin memprediksi bahwa eksplorasi seksual merupakan cara adaptif untuk mempertahankan kehidupan seks yang sehat selama masa stres.
Infografis 5 Tips Kuatklan Daya Tahan Mental agar Tubuh Lebih Sehat Cegah Covid-19.
Advertisement