Liputan6.com, Jakarta - Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) DR. Dr. Agus Dwi Susanto,Sp.P(K), FISR, FAPSR mengatakan, Obstructive Sleep Apnea (OSA) dapat mengganggu tidur dan meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas.
OSA merupakan kejadian berhentinya napas lebih dari 10 detik yang terjadi secara berulang sepanjang waktu tidur. Dengan OSA, orang tidak dapat memiliki pengalaman tidur yang lama dan dalam. Artinya, setiap hendak tertidur lelap, orang tersebut akan terbangun karena sesak.
Baca Juga
5 Cara Mengonsumsi Alpukat untuk Menurunkan Kolesterol dan Mendapatkan 3 Manfaat untuk Jantung Anda
Link Live Streaming Piala AFF 2024 Timnas Indonesia vs Filipina, Sabtu 21 Desember 2024 Pukul 20.00 WIB
Istana Buckingham Ungkap Perkembangan Terkini Kanker Raja Charles III, Perawatan Berlanjut Tahun 2025
Gejala ini dapat berulang-ulang sehingga memengaruhi kualitas dan kuantitas tidur. Jika demikian, orang akan akan tetap merasa lelah ketika pagi tiba dan merasa ngantuk sepanjang hari.
Advertisement
“Penelitian mengenai hubungan OSA dengan kecelakaan lalu lintas pada pengendara taksi menunjukkan bahwa kurangnya tidur akibat OSA bisa meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas,” kata Agus dalam seminar PDPI, Jumat (18/3/2022).
Simak Video Berikut Ini
Dua Komponen Utama Tidur
Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis paru Andika Chandra Putra mengatakan ada dua komponen utama yang perlu diperhatikan dalam tidur yaitu kualitas tidur dan kuantitas tidur.
Kualitas tidur adalah ukuran seberapa baik tidur seseorang, yaitu tidur nyenyak yang memulihkan energi. Sedangkan, kuantitas tidur mengukur berapa lama seseorang tertidur setiap malam.
Kualitas tidur mengacu pada penilaian secara subjektif tentang bagaimana perasaan seseorang tentang tidur yang diperoleh. Kualitas tidur lebih sulit untuk diukur daripada kuantitas tidur, tetapi tidak sepenuhnya bersifat subjektif.
Apabila terjadi gangguan pada kedua komponen tersebut, maka akan menimbulkan dampak pada sistem memori dan konsentrasi sehingga dapat menurunkan produktivitas.
Advertisement
Gejala Gangguan Tidur
Andika menambahkan, diperkirakan sekitar 30-40 persen orang saat ini mengalami gangguan tidur.
Gejala gangguan tidur yang sering dikeluhkan yaitu:
-Tidur mendengkur
-Sulit memulai untuk tidur
-Sering terbangun pada malam hari
-Bermimpi buruk
-Mengompol
-Keluhan berat berupa kesulitan bernapas ketika tidur.
Gangguan tidur berdampak pada produktivitas harian seperti:
-Rasa kantuk berlebih pada siang hari
-Sulit berkonsentrasi, mengingat atau menyimpan informasi
-Perubahan mood menjadi sering marah
-Emosi tidak stabil.
Penanganan OSA
Pendekatan dini melalui kuesioner sebagai metode penapisan sangat diperlukan bagi orang yang beresiko tinggi mengidap OSA.
Penilaian gangguan kualitas tidur dilakukan dengan pemeriksaan sederhana berupa wawancara medis untuk menilai latensi tidur, riwayat sering terbangun ketika tidur pada malam hari, dan efisiensi tidur.
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti polisomnografi dapat dilakukan dengan cara merekam aktivitas gelombang otak (electroencephalography), perekam jantung (electrocardiography), pengukur gerakan bola mata (Electrooculography), dan pengukur aktivitas otot (electromyography).
Pemeriksaan polisomnografi yang ideal harus dilakukan di laboratorium tidur sehingga dapat dimonitor penuh oleh petugas dengan durasi tidur minimal yang dianjurkan untuk dapat mengukur kualitas tidur selama 6 jam.
Pemeriksaan ini mampu mengenali gangguan terhadap kondisi tidur normal sehingga membantu dokter dalam mendiagnosis kelainan sehingga memudahkan rancangan program pengobatan yang diperlukan.
Advertisement