Sukses

1 dari 10 Pasien COVID-19 di Singapura Derita Long COVID Berbulan-Bulan

Gejala Long COVID dirasakan hingga enam bulan setelah pulih dari infeksi COVID-19

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Singapore Infectious Disease Clinical Research Network di National Centre for Infectious Disease (NCID), dr Barnaby Young, mengatakan, satu dari 10 orang melaporkan beberapa gejala pasca COVID-19.

Berdasarkan data yang dipublikasikan pada 2021, gejala tersebut dirasakan hingga enam bulan setelah pulih dari infeksi virus Corona SARS-CoV-2.

Menurutnya, banyak pasien dengan gejala-gejala pascaCOVID yang dirujuk ke NCID oleh dokter, poliklinik, maupun rumah sakit.

"Yang perlu diperhatikan adalah sulit untuk menentukan mana dari gejala-gejala itu yang sebetulnya disebabkan oleh COVID-19 dan yang disebabkan oleh kondisi lain. Sesak napas adalah gejala yang umum dilaporkan setelah infeksi parah," ujar Dr Young, dilansir Channelnewsasia.

Pasien-pasien yang pulih dari COVID-19 melaporkan beragam gejala selain sesak napas, termasuk brain fog, kelelahan, mengigil, palpitasi, dan batuk-batuk terus menerus. Gejala tersebut bisa berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah dinyatakan negatif COVID-19.

Salah satu kasus yakni Jocelyn Ng yang mengaku menjadi sangat sensitif terhadap bau-bauan atau asap. Wanita 40-an tahun itu mengatakan asap atau bau-bauan mengiritasi tenggorokan atau saluran napasnya, menyebabkan mengi dan batuk parah.

Dia juga mengatakan, suatu hari tangannya "mengeras", bengkak dan sama sekali mati rasa setelah tertindih saat dia tidur.

"Aku belum pernah merasakan sakit yang luar biasa seperti itu... Aku menangis," ujar Jocelyn.

Dia menggambarkan bagaimana tangannya berdenyut, seolah-olah darahnya mencoba mengalir tetapi tidak bisa.

Jocelyn pun memeriksakan diri ke dokter dan disarankan untuk ke rumah sakit. Namun, Jocelyn urung pergi ke rumah sakit karena ketika itu banyak kasus COVID-19 yang dirawat di rumah sakit.

Nyeri, bengkak dan kaku terjadi pada dua tangan Jocelyn sehingga dia kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari seperti mengepel lantai dan berbelanja. Untuk mengatasinya, dia menjalani teapi urut setiap minggu.

Jocelyn mengaku berat badannya bertambah. Namun dia tidak bisa berolahraga karena tubuhnya "terasa sangat lesu".

Para profesional medis pun mengatakan pada CNA bahwa mereka telah menerima pasien dengan gejala serupa seiring dengan meningkatnya kasus COVID-19 di Singapura beberapa bulan terakhir.

Kardiolog di Asian Heart & Vascular Centre Rumah Sakit Mount Elizabeth, Dr Edgar Tay, mengatakan sebutan 'long COVID' telah berubah menjadi post-acute sequelae of SARS-CoV-2 Infection (PASC) atau gejala sisa akut pasca-Infeksi SARS-CoV-2. 'Sequelae' mengacu pada efek setelah infeksi penyakit atau cedera.

2 dari 4 halaman

Umumnya Muncul Setelah Infeksi COVID-19

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan ini sebagai suatu kondisi yang umumnya muncul tiga bulan selepas COVID-19 pada masing-masing orang. Simtom atau gejalanya sendiri bertahan setidaknya selama dua bulan. Tay mengatakan, gejala tersebut tidak dapat dijelaskan dengan diagnosis alternatif.

Sedangkan pasien yang telah mendapat setidaknya dua suntikan vaksin jauh lebih kecil kemungkinannya untuk mengembangkan gejala pasca-COVID, tambahnya.

Dr Adrian Chan, spesialis pernapasan dari Asosiasi Respirasi Medis Rumah Sakit Mount Elizabeth Novena mengatakan bahwa ia telah melihat lebih banyak pasien dengan PASC di klinik setiap hari.

Dokter menyarankan bahwa pasien yang memiliki gejala terus-menerus atau mengembangkan gejala baru atau memburuk setelah pemulihan dari COVID-19 pergi untuk evaluasi medis. Mereka juga harus mencari bantuan untuk gejala yang memengaruhi kehidupan mereka, seperti yang memengaruhi tidur atau membatasi olahraga.

Dr Steve Yang dari The Respiratory Practice mengatakan bahwa dia akan melakukan tes untuk melihat apakah ada jaringan parut paru-paru atau peradangan jantung dan untuk menyingkirkan kondisi lain, seperti eksaserbasi asma, fibrosis paru-paru atau emfisema.

Jika ini bukan penyebabnya, maka ia menyarankan pasien untuk secara bertahap melanjutkan olahraga dan aktivitas lainnya.

“Anda dapat mengharapkan (gejala-gejala ini) untuk jangka menengah hingga panjang, mungkin hingga delapan bulan atau lebih. Oleh karena itu jangan berharap untuk bangkit dengan cepat dari ini,” kata Dr Yang.

“Jika Anda pulih lebih cepat maka itu adalah kabar baik. Ini pada dasarnya adalah peningkatan aktivitas secara bertahap … lakukan hal-hal kecil, dan perlahan-lahan tingkatkan durasi dan tingkat aktivitas ini.”

Sebagian besar melaporkan gejala saluran pernapasan atas ringan dan beberapa memiliki tanda-tanda yang lebih serius seperti sesak napas, mengi, nyeri dada dan jantung berdebar.

“Untungnya, bagi sebagian besar pasien, mereka akan pulih seiring waktu. Tujuan manajemen medis adalah untuk mengoptimalkan fungsi dan kualitas hidup selama periode gejala,” katanya.

3 dari 4 halaman

Menderita Sindrom Long COVID

Salah seorang penyintas COVID-19, Tan (32), yang juga mengalami sindrom long COVID-19 mengeluhkan kesulitan bernapas setelah berjalan sekitar 5 menit. Dia mengaku napasnya jadi lebih berat dari sebelumya.

Sesak napas dialami setelah berjalan atau aktivitas ringan sejak November atau lebih dari empat bulan setelah terinfeksi COVID-19.

Tan, yang menderita asma saat kecil, mengatakan gejala yang dialaminya bisa terasa seperti serangan asma karena dia tidak bisa bernapas dan seperti tidak bisa "mengisi" paru-parunya. Itu bisa terjadi sewaktu-waktu, bahkan saat dia tidak sedang beraktivitas, katanya.

Tan menggambarkan bagaimana dia kadang-kadang merasakan seperti ada sumbatan di titik tertentu di dadanya setiap kali dia menarik napas.

"Ini hanya keadaan konstan mengetahui bahwa saya harus bernapas lebih keras," katanya.

Ketika Tan pergi menemui dokter umum, dia diberitahu bahwa gejalanya akan hilang seiring waktu.  Dia merasa tak berdaya karena dokter mengatakan tak ada yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal itu. 

Atas rekomendasi seorang teman, Tan menemui seorang fisioterapis. Jaclyn Chow dari Heart & Lung Physio, mengatakan ada hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pernapasan dan kondisi tubuh sambil menunggu pemulihan.

Sementara itu, Kondisi tidak aktif dapat menyebabkan perubahan struktural seperti kehilangan massa otot, yang dapat menyebabkan masalah jangka panjang.

Chow menjelaskan bahwa virus SARS-CoV-2 "mengikatkan diri" pada reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) di dalam tubuh, dan sel-sel ini terkonsentrasi di saluran udara bagian atas.

"Bahkan ketika (tes) Anda negatif, mungkin masih ada peradangan, itu sebabnya orang memiliki gejala sisa ... Itu juga yang menyebabkan reseptor jadi lebih peka ketika mendeteksi rangsangan seperti debu, perubahan suhu atau embusan angin di wajah Anda," katanya. 

Hal ini bisa menjadi alasan mengapa beberapa orang mengalami batuk kering bahkan setelah dites negatif untuk COVID-19. Kondisi sensitivitas itu juga dapat menyebabkan saluran napas menyempit – mengakibatkan ketidakleluasaan bernapas, dan juga menyebabkan perasaan tidak dapat bernapas sepenuhnya.

Sejak saat itu, Tan telah mempelajari teknik dan latihan untuk membantunya bernapas lebih baik, dan mengikuti program latihan ketahanan. Dia jauh lebih sadar akan pernapasan dan posturnya, dan itu telah membantunya mengelola episode sesak napas, katanya.

Dr Young dari NCID mengatakan bahwa sindrom akut pasca COVID adalah “kompleks dan sangat bervariasi”.

“Penyelidikan dan pengobatan disesuaikan dengan individu dan gejala yang mereka alami,” katanya.

“Untungnya bagi sebagian besar, sindrom akut pasca COVID adalah kondisi yang membatasi diri dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar akan pulih seiring waktu dan (bertahap) kembali berolahraga dan aktivitas biasa lainnya.”

Spesialis paru Dr Yang memperingatkan agar tidak mencoba secara sengaja terinfeksi COVID-19 untuk "mendapatkan kekebalan". Dia mengatakan bahwa mungkin ada implikasi jangka panjang setelah tertular virus.

 

4 dari 4 halaman

Infografis 6 Cara Dukung Anak dengan Long Covid-19 Kembali ke Sekolah