Sukses

Alasan Penemuan Vaksin TBC Mandek di 94 Tahun yang Lalu

Butuh penemuan vaksin TBC yang baru untuk memerangi dan mengeliminasi Tuberkulosis (TB) 2030

Liputan6.com, DI Yogyakarta - Penemuan vaksin COVID-19 benar-benar membuka mata dunia. Hanya dalam waktu satu tahun saja, 'senjata' untuk melawan Virus Corona dapat diproduksi besar-besaran.

Sayang, hal serupa tak terjadi untuk vaksin TBC. Menurut Pulmunologist and Board of Stop TB Partnership Indonesia, Erlina Burhan, penemuan vaksin untuk Tuberkulosis mandek di 94 tahun yang lalu.

"Bayangkan saja, vaksin COVID-19 ditemukan hanya dalam waktu satu tahun, sementara vaksin TB masih sangat lambat. Selama 94 tahun belum ada penemuan vaksin baru," kata Erlina dalam Side Event Tuberkulosis G20 Indonesia 2022 di DI Yogyakarta pada Rabu, 30 Maret 2022.

Ada alasan vaksin TB belum ada penemuan baru. Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dr Dante Saksono Harbunowo, mengatakan, salah satunya karena resisten obat.

Resisten obat, kata Dante, juga menjadi momok karena pengobatan yang tidak selesai, membuat bakteri ini bermutasi.

"Dengan mutasi tersebut akhirnya vaksinnya menjadi tidak efektif lagi," kata Dante kepada Health Liputan6.com di sela-sela acara.

"Karena itu kita menetapkan protokol pengobatan yang benar, protokol pengobatan yang baik, agar resistennya tidak meningkat," Dante menambahkan.

Dengan begitu diharapkan angka pasien Tuberkulosis yang resisten obat tidak naik.

"Sehingga kita bisa menghasilkan vaksin yang benar-benar baru dan ampuh ... daripada replikasi bakteri itu sendiri," ujarnya.

 

2 dari 4 halaman

Berinvestasi Hasilkan Vaksin TBC Terbaru

Vaksin TB menjadi salah satu topik yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, mendorong negara-negara dan para ahli di dunia untuk menemukan vaksin yang baru.

Sehingga pendanaan untuk riset pengobatan TB setidaknya harus digandakan. Yang akan digunakan untuk menemukan metode baru perawatan, termasuk vaksin.

Senada dengan Tedros, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, mengatakan, dunia harus berinvestasi dengan cukup dan berkelanjutan dalam riset, peningkatan kapasitas, transfer teknologi, vaksin yang lebih baik, pengobatan, dan diagnosis untuk TB.

"Seperti dalam COVID-19, pengobatan dan vaksin harus didorong lebih keras lagi untuk Tuberkulosis," katanya.

 

3 dari 4 halaman

Perangi TBC dengan Vaksin Baru

Masih dalam kesempatan yang sama, Director WHO TB Programme, Tereza Kasaeva mengatakan bahwa upaya penanggulangan Tuberkulosis secara global mengalami penurunan selama pandemi COVID-19.

Menurut Tereza, mayoritas pendanaan penanggulangan TBC di dunia sebesar 81 persen berasal dari sumber daya domestik. Hal ini menunjukkan bahwa investasi lebih besar dibutuhkan --- baik melalui sumber daya domestik, bilateral, maupun multilateral.

Investasi pada TB penting untuk dilakukan, karena :

1. Terhindar dari hilangnya nyawa dan biaya penanggulangan TBC yang signifikan

2. Memerkuat sistem kesehatan dan meningkatkan kesiapan pandemi

3. Investasi pada TBC dapat menyelesaikan persoalan-persoalan ketimpangan sosial

4. vaksin TBC baru dibutuhkan untuk meniadakan epidemi TBC secara keseluruhan.

Kemudian, Chair Global Plan to end TB Task Force, Paula Fujiwara, menambahkan, penanggulangan TBC di dunia saat ini telah keluar dari jalur pencapaian target SDG TBC 2030, yaitu penurunan 90 persen tingkat kematian dan penurunan 80 persen angka kejadian.

Untuk dapat mengeliminasi TBC secara beriringan dengan adanya COVID-19, kata Paula, investasi dibutuhkan pada ranah diagnosis dan pengobatan atas semua jenis TBC, deteksi dini, pencegahan, vaksin TBC baru, dan penggunaan TBC sebagai proxy atas kesiapan pandemi.

4 dari 4 halaman

Infografis Stok dan Ketersediaan Vaksin Covid-19 Jelang Mudik Lebaran 2022.