Liputan6.com, Jakarta Pelanggaran etik rupanya menjadi buntut pemberhentian dokter Terawan Agus Putranto dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Menilik kilas balik, metode Digital Subtraction Angiography (DSA) atau lebih dikenal dengan 'cuci otak yang dilakukan Terawan dinilai meragukan.
Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI, Djoko Widyarto membeberkan, pemberhentian Terawan dari keanggotaan IDI yang disampaikan dalam Muktamar IDI ke-31 di Banda Aceh, Aceh pada 21 - 25 Maret 2022 sudah dilakukan dengan segala pertimbangan.
Advertisement
Baca Juga
"Kaitannya dengan kasus sejawat dokter Terawan, pertimbangannya cukup luas. Kalau saya baca apa yang diputuskan di dalam sidang ke kemahkamahan pada tahun 2018 yang lalu, pertimbangannya cukup banyak," beber Djoko saat konferensi pers Pengurus Besar IDI pada Kamis, 31 Maret 2022.
"Kita pahami bersama, apa yang dilakukan di dalam Muktamar IDI ke-31 kemarin itu tidak serta merta, tapi itu merupakan sebuah proses panjang karena Muktamar IDI di Samarinda tahun 2018 juga ada satu keputusan. Bahwa untuk kasus dokter terawan ini, kalau tidak ada indikasi itikad baik mungkin ada diberikan pemberatan untuk hukumannya untuk sanksinya."
Apabila mencermati Undang-Undang Praktik Kedokteran, Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 pasal 50, lanjut Djoko, disebutkan profesionalisme dokter meliputi tiga komponen.
"Pertama, skill (kemampuan). Kedua, knowledge (pengetahuan), dan yang terakhir tak terlupakan ini adalah profesional attitude atau etika kedokteran. Di Indonesia, sebagaimana yang kita pahami, setiap profesi selalu ditandai dengan adanya yang namanya kode etik profesi," katanya.
Taati Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran
Sebagai organisasi profesi yang mempunyai kode etik kedokteran Indonesia, Djoko Widyarto menerangkan, kode etik disahkan di dalam Muktamar IDI di Makassar, Sulawesi Selatan tahun 2011, lalu kembali dipertegas ketetapannya pada 2012.
"Di antara sekian 21 pasal, yang pertama adalah Sumpah Dokter. Di dalam Sumpah dokter, ada 12 butir (poin) yang sangat khas bagi Indonesia, karena sumpah dokter yang di luar Indonesia tidak ada kalimat terakhir," terangnya.
"Kalimatnya, yaitu Saya akan menaati kode etik kedokteran Indonesia. Perlu diingat, kode etik kedokteran Indonesia pada 2012 bukan hanya berlaku untuk dokter Indonesia saja, tetapi berlaku bagi dokter di seluruh Indonesia.
Dalam hal ini, kode etik kedokteran berlaku kepada dokter Warga Negara Indonesia (WNI) ataupun dokter Warga Negara Asing (WNA). Artinya, hal ini menjadi pegangan bagi setiap profesi dokter di Indonesia, yakni Sumpah Dokter dan kode etik kedokteran Indonesia.
"Ya, walaupun saat ini sedang ada juga revisi dari kode etik (kedokteran) internasional, yang menjadi 40 pasal, sedangkan di kita ada 21 pasal. Itulah yang kita pegang saat ini sebagai rambu-rambu etik yang harus ditaati bersama," pungkas Djoko.
Advertisement