Sukses

Seruan Bubarkan IDI dari Kasus Terawan, Melanggar Anggaran Dasar Organisasi Profesi

Seruan 'Bubarkan IDI' itu melanggar Anggaran Dasar organisasi profesi dokter.

Liputan6.com, Jakarta Pemberhentian permanen mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berujung munculnya seruan 'Bubarkan IDI' di media sosial. Tak hanya itu, anggota Komisi IX DPR ikut menyentil seruan tersebut.

Pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama IDI kemarin (4/4/2022), anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP, Rahmad Handoyo mengaku kaget dengan kisruh IDI dan dokter Terawan yang membuat trending seruan 'Bubarkan IDI'.

Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia, M. Nasser menanggapi, seruan 'Bubarkan IDI' termasuk melanggar Anggaran Dasar (AD) Organisasi Profesi IDI. Sebagaimana pada Pasal 7 AD IDI perihal tujuan pembentukan IDI yang berbunyi:

  1. Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  2. Memadukan segenap potensi dokter di Indonesia, meningkatkan harkat, martabat, dan kehormatan diri danprofesi kedokteran di Indonesia, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan rakyat Indonesia menuju masyarakat sehat dan sejahtera

"Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (ART) antara IDI dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) hampir sama. Ya, itu kan sangat normatif," ungkap Nasser saat konferensi pers pada Selasa, 5 April 2022.

"Jadi, kalau ada upaya yang menghancurkan untuk 'Bubarkan IDI' dan sebagainya, sebetulnya melanggar Anggaran Dasar. Yang namanya Anggaran Dasar harus dipertahankan."

2 dari 3 halaman

Pertahankan Anggaran Dasar IDI

Nasser menekankan, adanya seruan 'Bubarkan IDI', para pengurus IDI berkewajiban mempertahankan Anggaran Dasar. Ditegaskan pula tidak ada larangan dokter untuk berinovasi.

"Serangan-serangan seperti itu harusnya direspons. Tujuan kedua, dokter Indonesia dapat mengembangkan ilmu dan teknologi," tambahnya.

"Artinya, tidak ada larangan, hambatan, dan batasan untuk mengembangkan ilmu kedokteran, termasuk kalau ada inovasi-inovasi baru. Tapi inovasi yang bagaimana? Jangan inovasi yang melanggar dan belum ada bukti-bukti ilmiah."

Inovasi dokter tidak boleh berbasis testimoni. Ini karena ada kerugian yang bisa dialami pasien.

"Berkaitan dengan dokter Terawan (dan metode cuci otak), IDI tentu tidak mau membuka kerugian-kerugian yang ada. Bahwa (pelanggaran etik dari Terawan) ada, tapi itu tidak boleh dibuka (publik), kecuali dalam ruang khusus, misalnya dipanggil Menteri ya harus dibuka," imbuh Nasser.

3 dari 3 halaman

Infografis Seruan WHO Akhiri Pandemi COVID-19 di 2022