Liputan6.com, Jakarta Vaksin COVID-19 yang digunakan Indonesia seperti Sinovac, Pfizer, AstraZeneca, Janssen, Sinopharm, Moderna masih efektif terhadap subvarian dari Omicron. Hal ini disampaikan virolog Universitas Udayana Prof I Gusti Ngurah Kade Mahardika.
"Vaksin masih efektif. Belum ada data turunan Omicron lebih ganas," kata Mahardika pada Jumat, 15 April 2022.
Baca Juga
Seperti diketahui Omicron memiliki banyak turunan. Seperti XE yang merupakan dari genetik subvarian BA.1 dan BA.2. Selain itu, ada pula XD dan XF yang merupakan gabungan dari varian Delta AY.4, dan Omicron BA.1. Juga ada XF sudah ditemukan di Inggris, tetapi masih sangat kecil jumlahnya.
Advertisement
Pemerintah RI lewat Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa varian tersebut memang belum terdeteksi di Indonesia.
Secara teoritis, kata Mahardika, subvarian di atas tidak seganas Omicron.
"Omicron sudah menulari lebih dari 50 persen penduduk. Mungkin bisa 80 persen," katanya mengutip Antara.
Mahardika juga mengingatkan meski memiliki tingkat penularan yang tinggi Omicron tidak memberi dampak kesakitan yang hebat terhadap orang yang terpapar.
"Mestinya terhadap turunannya juga demikian."
XE, XD, XF Belum Terdeteksi di RI
Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan di dunia sudah terdeteksi subvarian XE, XD dan XF. Namun, tiga subvarian Omicron belum terdeteksi di RI.
“Hingga saat ini baik subvarian XE, XD, maupun XF ini belum ditemukan di Indonesia,” ungkap Nadia.
Nadia menyampaikan bahwa varian XE pertama kal terdeteksi di awal 2022 di Inggris.
“Ini pertama kali terdeteksi dari spesimen pada tanggal 19 Januari di Inggris dan di sana sudah ada 763 kasus XE yang ditemukan,” katanya dalam konferensi pers 12 April 2022.
Subvarian XE dinilai lebih cepat menular dibandingkan subvarian BA.2. Namun belum cukup bukti-bukti epidemiologis untuk memperlihatkan perubahan nya di dalam masyarakat.
Sementara itu, subvarian XD dan XF adalah gabungan dari varian Delta AY.4 dan Omikron BA.1. Sub varian XF sudah ditemukan di Inggris tetapi masih sangat kecil jumlahnya.
“Artinya ini masih menjadi kewaspadaan kita bahwa walaupun dikatakan lebih cepat menular dibandingkan varian Omicron. Tetapi karena kita sebagai bagian dari upaya menekan penularan dan memitigasi dampak daripada penularan tersebut, maka sub varian–su varian ini menjadi perhatian kita bersama,” tutur Nadia.
Sampai saat ini tidak ada perbedaan gejala khusus pada ketiga sub varian tersebut. Subvarian ini masih merupakan satu jenis yang sama dengan varian Omicron.
Advertisement
Testing dan Tracing Harus Gencar meski Kasus COVID-19 Turun
Demi mendeteksi kemungkinan varian COVID-19 baru, Nadia mengatakan pemeriksaan (testing) dan pelacakan (tracing) harus dipertahankan meski kasus COVID-19 di RI terus menurun,
"Di tengah menurunnya kasus konfirmasi positif, tentunya kita harus tetap mempertahankan aktivitas untuk testing dan tracing atau pelacakan. Ini langkah untuk mengendalikan kasus-kasus dan upaya menekan laju penularan," jelasnya.
Dari Laporan Hasil Pelacakan dan Proporsi Tes Antigen dan PCR Harian Kemenkes per 11 April 2022, testing dan tracing relatif stabil meski terjadi penurunan jumlah tes COVID-19. Data diambil dalam 7 hari terakhir.
"Kalau kita melihat di sini, proporsi tes antigen maupun PCR harian relatif stabil. Tepatnya, proporsi sekitar 30 sampai 70 persen, meskipun kalau kita lihat terjadi penurunan jumlah tes," lanjut Nadia.
Soal XE, Diprediksi 10 Persen Lebih Menular dari BA.2
Diantara XE, XD, dan XF, subvarian XE yang akhir-akhir ini mencuri perhatian. Menurut data yang dikeluarkan pada 29 Maret 2022, World Health Organization (WHO) memprediksi XE lebih menular daripada Omicron BA.2. Namun, WHO juga menegaskan bahwa hal ini masih memerlukan konfirmasi lebih lanjut.
"XE termasuk dalam varian Omicron hingga perbedaan signifikan dalam transmisi dan karakteristik penyakit, termasuk tingkat keparahan sudah ditemukan," tertulis dalam laporan WHO.
Meski begitu, munculnya varian rekombinan seperti pada XE merupakan hal yang luar biasa terjadi pada virus termasuk selain Corona.
"Virus rekombinan bukanlah kejadian yang tidak biasa, terutama ketika beberapa varian beredar," kata Profesor Susan Hopkins yang menjabat sebagai Kepala Transisi Penasihat UKHSA.
Senada dengan Hopkins, Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19, Wiku Adisasmito mengatakan agar masyarakat tak perlu takut karena rekombinasi virus bukanlah hal baru.
"Ketakutan berlebihan pun akan berdampak pada imunitas tubuh," kata Wiku pada konferensi pers Selasa, 5 April 2022
Advertisement