Sukses

Bak Hari Pertama Sekolah, Kisah Anak Ukraina Adaptasi Belajar di Inggris

Perang Ukraina dan Rusia yang masih berlanjut membuat anak-anak kehilangan kesempatan untuk belajar di sekolah.

Liputan6.com, Jakarta - Perang Ukraina dan Rusia yang masih berlanjut membuat anak-anak kehilangan kesempatan untuk belajar di sekolah.

Mereka harus melarikan diri dari kampung halaman yang terdampak konflik dan mencari tempat paling aman untuk mengungsi.

Hal ini seperti dialami oleh dua anak Ukraina yang melarikan diri dari kota Kharkiv bersama keluarga mereka.

Dua anak yang tak disebutkan namanya adalah bagian dari keluarga Ukraina yang pindah ke sebuah desa dekat Cambourne, Cambridgeshire, Inggris setelah mendapat tawaran dari seorang pengusaha setempat, Mick Swinhoe (52).

Mereka datang ke Inggris dengan bantuan seorang kerabat yang merupakan warga negara Inggris.

Keluarga yang beranggotakan mulai dari anak usia 10 hingga orang tua usia 90 tiba di Inggris bulan lalu. Delapan dari mereka mengambil penerbangan dari Albania ke Bandara London Luton, sementara dua datang dengan mobil dan feri, tiba empat hari kemudian dengan barang-barang mereka dan dua anjing.

Mereka pindah ke properti yang disediakan oleh Mick Swinhoe yang mengatakan dia membelinya sebagai proyek tetapi menawarkannya untuk memberikan perlindungan kepada keluarga Ukraina.

Setelah berhasil mendapat tempat mengungsi, kedua anak itu pun sudah mulai bisa bersekolah di Inggris.

Ibu dari anak-anak itu, Valeriia (37) mengatakan dia sangat emosional tentang hari pertama mereka di Sekolah Dasar Caldecote.

“Anak-anak diberi lembar kerja dalam bahasa Inggris, dengan terjemahan bahasa Ukraina, ketika mereka tiba di sekolah dan menggantungkan mantel dan tas mereka. Ini seperti hari pertama di sekolah bagi mereka," katanya melansir BBC, Kamis (21/4/2022).

2 dari 4 halaman

Sempat Gugup

Tiba-tiba pindah sekolah ke luar negeri dengan bahasa yang berbeda memang bukan hal yang mudah bagi kedua anak tersebut.

"Mereka benar-benar takut, tapi tidak apa-apa," kata Valeriia.

Ia menambahkan bahwa mereka gugup, tetapi dia berharap mereka akan segera menguasai bahasa Inggris.

"Harapan saya adalah bahwa itu akan mudah bagi mereka," katanya.

Anak-anak merasa khawatir karena mereka tidak diizinkan menggunakan ponsel dan oleh karena itu tidak dapat menggunakan aplikasi penerjemahan. Walau demikian, mereka sudah sedikit mempersiapkan diri dengan menuliskan frasa umum.

Valeriia juga mengatakan, hal lain yang dikhawatirkan anak-anak adalah terkait seragam sekolah. Pasalnya, di Ukraina mereka bisa memakai apa pun yang mereka inginkan. Sedangkan, SD Caldecote memiliki seragam tersendiri untuk para murid.

"Mereka menangis karena ini, mereka tidak ingin memakai seragam, mereka ingin memakai yang mereka ingin," katanya.

"Tapi kemudian saya jelaskan itu harus dilakukan karena semua orang juga memakai itu."

Putri Valeriia yang berusia 12 akan masuk sekolah menengah Comberton Village College dekat Cambridge dalam beberapa hari mendatang.

Dia mengatakan masyarakat telah menyumbangkan banyak dari apa yang mereka butuhkan termasuk alat tulis, buku catatan dan kotak makan siang dan mengatakan dia "sangat berterima kasih" atas bantuannya.

3 dari 4 halaman

Situasi di Ukraina

Sementara anak-anak Ukraina sudah mulai kembali bersekolah di negara pengungsian, kondisi Ukraina saat ini masih dilanda konflik.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa per 13 April 2022 sudah ada 1.964 warga Ukraina meninggal dunia akibat serangan Rusia.

External Situation Report #7 periode 7-13 April 2022 yang dipublikasikan pada 14 April juga menunjukkan jumlah pengungsi yang telah meninggalkan Ukraina mencapai 4,6 juta orang.

Angka tersebut merupakan data pemerintah yang dikumpulkan oleh Komisaris Tinggi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi atau the United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).

Dalam enam minggu terakhir para pengungsi Ukraina melarikan diri ke negara tetangga dengan proporsi tertinggi yakni 57 persen di Polandia dan 15 persen di Rumania.

Sementara, 7,1 juta orang terpaksa melakukan perpindahan internal dan 2.613 orang tercatat mengalami luka-luka.

Konflik yang masih berlangsung membuat akses ke layanan perawatan kesehatan semakin sulit.  Hal ini diperparah dengan tidak adanya akses ke obat-obatan di beberapa daerah, gangguan parah dalam layanan kritis, dan kurangnya transportasi umum menuju bantuan medis.

4 dari 4 halaman

119 Serangan pada Fasilitas Kesehatan

Laporan juga menunjukkan, antara 24 Februari hingga 13 April, total ada 119 serangan pada fasilitas layanan kesehatan yang telah dilaporkan. Ini mengakibatkan 51 orang cedera dan 73 meninggal dunia. Serangan lebih lanjut sedang diverifikasi.

Untuk itu, WHO mendukung sektor kesehatan di Ukraina dan negara-negara penerima pengungsi. WHO telah memobilisasi para ahli dan bekerja sama dengan mitra, termasuk Jaringan Peringatan dan Respons Wabah Global (GOARN) dan Siaga Mitra, untuk memberikan dukungan dengan akses ke layanan kesehatan termasuk:

- Perawatan kesehatan primer

- Perawatan kesehatan rutin

- Vaksinasi COVID-19

- Dukungan kesehatan mental dan psikososial (MHPSS)

- Perawatan trauma

- Pasokan dan logistik

- Pencegahan eksploitasi dan pelecehan seksual

 - Komunikasi risiko dan keterlibatan masyarakat (RCCE) dan informasi pengelolaan.

Upaya lain yang dilakukan guna membantu Ukraina adalah koordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Ukraina dan negara-negara penerima pengungsi.

WHO mendukung Tim Medis Darurat (Emergency Medical Team/EMT) di Ukraina, Polandia, dan Republik Moldova. Lebih dari 50 EMT saat ini sudah tersedia di Ukraina dan negara-negara penerima pengungsi.

WHO juga berkoordinasi dengan Kemenkes Ukraina dan negara-negara penerima pengungsi untuk memastikan keamanan medis evakuasi pasien sesuai dengan seperangkat kriteria yang disepakati.