Sukses

Krisis Iklim Memberi Dampak Nyata bagi Anak-Anak yang Lahir pada 2020

Krisis iklim di Indonesia membawa dampak nyata dan dirasakan oleh anak-anak saat ini.

Liputan6.com, Jakarta Krisis iklim di Indonesia membawa dampak nyata dan dirasakan oleh anak-anak saat ini.

Menurut laporan global Save the Children “Born into the Climate Crisis” yang dirilis September 2021, anak-anak Indonesia yang lahir pada 2020 berisiko menghadapi 3 kali lebih banyak ancaman banjir dari luapan sungai.

Mereka juga 2 kali lebih banyak mengalami kekeringan serta 3 kali lebih banyak gagal panen.

Lebih buruk lagi, dampak krisis iklim ini membuat jutaan anak dan keluarga jatuh dalam kemiskinan jangka panjang di Indonesia.

“Studi kami sangat jelas menggambarkan bahwa anak-anak menanggung beban berat karena tumbuh dalam situasi yang mengancam dan anak memiliki beragam faktor yang membuat mereka lebih rentan secara fisik, sosial, dan ekonomi,” kata Ketua Pengurus Yayasan  Save the Children Indonesia Selina Patta Sumbung mengutip keterangan pers Sabtu (23/4/2022).

Krisis iklim juga mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan anak dalam berbagai bentuk. Tinjauan literatur yang dilakukan oleh Save the Children Indonesia pada 2022, menemukan sejumlah fakta sebagai berikut:

-Secara nasional, hasil prediksi iklim sepuluh tahunan menunjukkan bahwa akan terjadi pengurangan jumlah curah hujan selama El Nino. Berdasarkan prediksi peluang terjadinya peristiwa cuaca kering ekstrim pada 2020-2025, beberapa wilayah diperkirakan akan mengalami cuaca ekstrim di atas normal (BAPPENAS 2018). 

-Pada 2020, Laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait kejadian bencana menyebutkan terdapat sebanyak 4.650 total kejadian bencana alam dan 99,2 persen merupakan kejadian bencana yang berasosiasi dengan faktor iklim dan cuaca.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Fakta Lainnya

Fakta lain yang ditemukan Save the Children Indonesia terkait krisis iklim yang berdampak pada anak yakni:

-Di Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), jumlah pengungsi akibat kekeringan bertambah secara signifikan dari 21.688 jiwa tahun 2018 menjadi 6 kali lebih besar pada 2019 hingga mencapai 139.746 jiwa, termasuk anak-anak.

-Di Sulawesi Selatan, jumlah populasi terpapar gelombang tinggi dan abrasi diperkirakan mencapai 265.307 jiwa. Dari angka tersebut, 40.508 jiwa merupakan kelompok rentan termasuk anak-anak.  Anak-anak yang berada di wilayah Kepulauan Selayar, Takalar, Pangkajene Kepulauan dan Makassar memiliki risiko tinggi abrasi.

-Di Jawa Barat, catatan statistik tahun 2022 menyebutkan jumlah kejadian banjir mencapai 247 pada tahun 2021. Dari kejadian tersebut, korban meninggal dunia 20 orang, 282 mengalami luka dan 1.440.252 orang terdampak dan mengungsi termasuk anak-anak.

“Jumlah kelurahan/desa terdampak  banjir dari seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Barat  bertambah secara signifikan sejak 2019 hingga 2021,” kata Selina.

Save the Children menekankan masih ada waktu untuk mengubah masa depan yang suram ini. Jika kenaikan suhu dijaga tidak lebih dari 1,5 derajat celcius, dampak dari ancaman iklim pada generasi mendatang dapat berkurang, seperti: kekeringan sebesar 39 persen, 38% persen untuk banjir sungai, 28 persen untuk gagal panen, dan sebesar 10% untuk kebakaran hutan.

3 dari 4 halaman

Aksi Generasi Iklim

Selina menambahkan, investasi  pada penurunan emisi seharusnya berjalan beriringan dan saling melengkapi dengan upaya  penurunan risiko dan meningkatkan kapasitas adaptasi pada anak.

“Untuk itu, Save the Children Indonesia menggandeng berbagai pihak, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Aliansi Jurnalis Independen (AJI) untuk bersama-sama melakukan aksi adaptasi melalui Aksi Generasi Iklim.”

Aksi Generasi Iklim merupakan sebuah gerakan yang diinisiasi dan dipimpin oleh anak-anak dan orang muda. Aksi ini bertujuan memastikan anak-anak dan keluarga terutama mereka yang terdampak secara langsung dari krisis iklim dapat melakukan upaya-upaya bertahan hidup.

Mereka juga diharapkan dapat beradaptasi serta memperkuat sistem terkait penanganan perubahan iklim yang lebih berpihak pada anak. 

"Setelah mendapatkan penjelasan mengenai dampak krisis iklim, saya lebih sadar bahaya perubahan iklim yang kita rasakan hari ini,” kata Perwakilan Child Campaigner Jawa Barat Save the Children Indonesia, Ranti (17).

“Sudah saatnya anak-anak ikut bergerak dan dilibatkan, karena kami yang akan merasakan dampak terburuk dari krisis iklim saat ini dan pada masa mendatang," tambahnya.

4 dari 4 halaman

Pelibatan Anak-Anak

Menurut Ranti, pemerintah harus melibatkan anak-anak dalam membangun kesadaran dampak krisis iklim dan menciptakan ruang yang aman dan nyaman untuk anak-anak mengutarakan pendapat.

"Harusnya, semua anak bisa mulai berpartisipasi. Tapi sayangnya masih banyak anak-anak belum tahu tentang krisis iklim dan bagaimana mereka bisa berperan untuk membuat perubahan.”

“Sebagai Child Campaigner, saya ingin mengajak semua anak bergerak dan tidak takut untuk bersuara,” ujar Ranti.

Aksi Generasi Iklim diprakarsai oleh anak-anak Indonesia terutama mereka yang berhadapan dan terdampak langsung dari krisis iklim, anak-anak tersebut berasal dari Provinsi Jawa Barat, Sulawesi Tengah, DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur.

“Inisiasi Aksi Generasi Iklim yang dilakukan oleh anak-anak dan orang muda berkontribusi pada program adaptasi perubahan iklim KLHK, hal ini juga sejalan dengan berbagai rekomendasi internasional tentang pentingnya melibatkan anak dan orang muda dalam upaya adaptasi,” jelas Sri Tantri Arundhati, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim KLHK.