Liputan6.com, Jakarta - Puasa di bulan Ramadhan memang dapat mendatangkan banyak manfaat. Namun, pada pengidap diabetes dan ibu hamil, melaksanakan Rukun Islam ketiga harus dalam pengawasan. Apakah nantinya puasa itu bermanfaat atau malah sebaliknya.
Dijelaskan dokter spesialis gizi klinik Rumah Sakit Pondok Indah - Pondok Indah, Dr Tirta Prawita Sari MSc SpGK bahwa diabetes dan hamil sama-sama memiliki metabolisme yang jauh berbeda dari kelompok normal.
Baca Juga
Ibu hamil memiliki perubahan hormonal yang luar biasa serta peningkatan asupan yang sangat tinggi. Sedangkan pada pasien diabetes mengalami kesulitan mengendalikan gula darah serta keteraturan dalam mengonsumsi obat.
Advertisement
"Hal ini menjadi perbedaan pendapat dari kalangan medis. Ada yang mengatakan tidak boleh berpuasa, ada juga yang mengatakan boleh dengan syarat," kata Tirta.
Penjelasan tersebut dia sampaikan dalam webinar yang diselenggarakan Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi bersama Klinik Budhi Pratama, Literasi Sehat Indonesia, RS Sandi Karsa Makassar, dan Bakornas LKMI-HMI belum lama ini.
Sementara itu, dokter spesialis kandungan dan kebidanan Klinik Budhi Pratama, Dr Ulul Albab SpOG, mengatakan, puasa merupakan kewajiban bagi semua orang Mukmin.
Akan tetapi dalam suatu hadist juga sudah diterangkan bahwa ada beberapa orang yang dibolehkan untuk tidak berpuasa. Ibu hamil, salah satunya.
Meski begitu ibu hamil tetap boleh untuk puasa dengan syarat kondisinya fit dan kehamilannya tidak ada masalah.
"Ada beberapa syarat untuk ibu hamil berpuasa karena benar-benar sehat, tidak memiliki masalah kesehatan terkait kehamilannya," kata Ulul.
"Selain itu harus cukup gizi, usia kehamilan ideal 12 hingga 32 minggu, dan apabila di bawah usia kehamilan 12 minggu jika ingin berpuasa harus dengan pemantauan," Ulul menambahkan.
Efek Berpuasa pada Ibu Hamil
Lebih lanjut pria yang juga menjabat Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengatakan bahwa ada penelitian mengenai efek berpuasa pada ibu hamil.
Dengan melibatkan 502 orang responden, hasilnya pun tidak ditemukan dampak yang signfikan terhadap komplikasi ibu maupun bayi pada mereka yang memilih untuk puasa.
Pada penelitian lain yang dilakukan pada trimester pertama, juga tidak ditemukan efek samping yang signfikan pada ibu hamil dengan usia kehamilan kurang dari 12 minggu.
Yang mana, kata Ulul, pada trimester pertama itu terjadi fase organogenesis. Fase pembentukan organ-organ tubuh dan penyatuan organ-organ dan ini merupakan periode sensitif bagi ibu hamil, utama masalahnya asupan gizi bagi janin.
"Namun, perlu kita waspadai bahwa pada awal kehamilan, ada kondisi yang namanya emesis gravidarum atau morning sickness karena perubahan hormon yang bahkan bisa menjadi hiperemesis," kata Ulul.
"Hal ini ditakutkan bisa meningkat ketika puasa sehingga ada beberapa dokter yang tidak menyarankan untuk berpuasa pada trimester awal kehamilan atau di bawah 16 minggu demi keamanan janin dan ibunya," Ulul menambahkan.
Advertisement
Ibu Hamil Boleh Puasa dengan Syarat...
Namun, lanjut Ulul, dalam suatu jurnal ada beberapa hal yang disarankan ketika ibu hamil ingin berpuasa.
1. Disarankan mengonsumsi makanan tinggi serat, sayuran, buah, protein
2. Hindari garam dan gula yang berlebih.
3. Minum air, susu, dan jus
4. Sebelum tidak konsumsi camilan, air, jus, atau buah
5. Minum air putih dua liter di antara buka dan sahur
Ketika tiba-tiba ibu hamil merasa ada keluhan seperti pusing, mual-mual berlebihan, atau gerakan janin yang berkurang, Ulul mengimbau untuk berhenti berpuasa dan segera memeriksakan kehamilannya.
"Ada beberapa kondisi yang membuat para ahli kandungan tidak menyarankan ibu hamil dengan kondisi tertentu untuk berpuasa," katanya.
"Ibu hamil dengan hipertensi, ibu hamil dengan diabetes melitus, gangguan nafsu makan (anoreksia atau bulimia), gangguan sistem pencernaan seperti dispepsia saat sebelum hamil dan diperberat pada saat hamil, riwayat batu ginjal, dan riwayat persalinan prematur," Ulul menambahkan.
Pada pasien dengan abortus habitualis, kurang gizi atau asupan kalori tidak mencukupi, dan dalam pengobatan teratur pun tak disarankan berpuasa.
Bagaimana dengan Pasien Diabetes?
Lantas, bagaimana dengan pasien diabetes? Bolehkah berpuasa atau tidak sama sekali?
Menjawab pertanyaan tersebut, Dr Prasetyo Widhi Buwono, mengatakan, pendapat bahwa berpuasa memiliki segudang manfaat didukung juga oleh beberapa penelitian modern.
Prof Nikoliev Polev pada 1976 mengatakan bahwa puasa tiga hingga empat minggu dalam setahun memberi kesehatan sempurna sepanjang hidup.
Peneliti modern lain, seperti Allan Cott, MD dalam bukunya Why Fast mengatakan bahwa berpuasa membuat orang lebih muda, menurunkan tekanan darah, gula darah dan lemak darah, mengontrol nafsu seksual kita, menghambat proses penuaan, merupakan proses detoksifikasi, mengendorkan ketegangan jiwa, serta pengendalian diri akan lebih baik.
Namun, merujuk Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi diabetes melitus di Indonesia adalah 8,9 persen. Bila dibandingkan pada 2013 yang hanya 6,5 persen, kata Prasetyo, terjadi kenaikan yang cukup signifikan.
Terlebih saat ini, Indonesia menempati urutan ke-7 negara dengan pasien diabetes terbanyak.
Prasetyo pun mengatakan bahwa diabetes dan hipertensi merupakan penyakit kronik yang menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Kedua penyakit ini merupakan hulu dari penyakit katastropik yang membutuhkan biaya tinggi. Padahal, sebenarnya keduanya dapat dicegah. Salah satunya adalah dengan berpuasa Ramadhan.
Namun, harap diingat bahwa penyandang diabetes perlu dilakukan penilaian apakah beresiko menjalankan ibadah puasa atau tidak.
Advertisement