Sukses

Omicron Masih Merajalela, Lebaran Kali Ini Jangan Salaman, Cium Tangan, Apalagi Pelukan

Mengingat COVID-19 masih ada sebaiknya tidak cium tangan dan pelukan saat Lebaran

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Erlina Burhan menyarankan kepada para pemudik agar tidak salaman, cium tangan, dan berpelukan saat pulang kampung. Ini demi mengantisipasi penyebaran virus Corona.

Apalagi gejala Omicron yang mendominasi Indonesia kini relatif ringan, bahkan menyerupai flu biasa. Kondisi ini bisa saja tak terdeteksi sebagai COVID-19 sehingga membuat seseorang yang mengalaminya dianggap flu biasa.

"Dalam situasi belum endemi, kita juga belum tahu apakah seseorang itu sakit atau tidak. Terlebih kan sekarang Omicron enggak ada gejala juga ya atau gejala ringan," ujar Erlina dalam acara Understanding COVID-19 Vaccine Effectiveness di Jakarta belum lama ini.

"Bahkan orang-orang menganggap ini flu biasa," Erlina menambahkan.

Pemerintah pun tak mewajibkan tes antigen atau PCR sebagai syarat perjalanan mudik, sehingga tak tertutup kemungkinan anggota keluarga tak saling mengetahui bila ada anggota keluarga lainnya yang tengah terpapar virus Corona.

"Kalau dari saya sih menyarankan bersalaman seperti orang Sunda. Orang Sunda kan (salamnya) enggak bersentuhan," ujarnya.

"Jadi, entar dulu (tidak disarankan) deh sungkem, cium tangan, pelukan, walaupun kita senang banget hugging and kissing (pelukan dan ciuman) ya. Tapi dalam situasi sekarang, sekali lagi ini mengajak kita untuk sabar. Sabar sedikit, entar baru kita kembali seperti semula cium tangan, sungkem," dia menambahkan.

 

**Pantau arus mudik dan balik Lebaran 2022 melalui CCTV Kemenhub dari berbagai titik secara realtime di tautan ini

2 dari 4 halaman

Aktivitas Cegah Penularan Corona

Terkait pencegahan penularan virus Corona, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengingatkan, turunnya kasus COVID-19 bukan alasan untuk menjadi lengah. Seluruh lapisan masyarakat harus bersikap antisipatif dan memahami pengelolaan tata cara berkegiatan yang baik.

"Karena karakteristiknya (virus Corona) yang kompleks, berbagai peneliti sepakat kalau penularan COVID-19 dipengaruhi oleh banyak faktor. Dan mungkin berbeda berdasarkan tempat dan perilaku masing-masing masyarakat didalamnya," kata Wiku di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Kamis (30/9/2021).

Demi mencegah penularan virus Corona ada beberapa upaya yang dapat dilakukan di tempat-tempat spesifik serta metode pencegahan penularannya. Pertama, di rumah dan lingkungan tempat tinggal. Sebab, lingkungan rumah dan tempat tinggal bukanlah area yang 100 persen bebas penularan. 

"Faktor risikonya, tingkat kepatuhan protokol kesehatan secara kolektif, kepadatan tempat tinggal dan kedekatan, serta durasi interaksi antarmasyarakat. Baik dengan anggota keluarga satu rumah, anggota keluarga berbeda rumah, maupun dengan tetangga," katanya.

"Antisipasinya, dengan konsisten mematuhi protokol kesehatan, segera merujuk kasus positif melakukan isolasi terpusat agar mencegah interaksi antara kasus positif dengan orang yang sehat. Lalu, mengurangi kegiatan berkerumunnya masyarakat serta berbincang dalam satu ruang," ujarnya.

3 dari 4 halaman

Protokol Kesehatan Saat Aktivitas di Luar

Kedua, selama melakukan perjalanan. Faktor risiko penularan virus Corona bervariasi. Peluang terbesar terjadi dalam transportasi umum.

Menurut Wiku Adisasmito, aspek penyebabnya juga beragam, termasuk tingkat kepatuhan protokol kesehatan oleh seluruh penumpang, sistem ventilasi alat transportasi jarak antar penumpang, durasi perjalanan, dan kebersihan alat transportasi 

"Antisipasi yang dapat dilakukan adalah memastikan seluruh penumpang memakai masker dan menjaga jarak. Lalu, tidak berbicara selama perjalanan dan pemilik atau perusahaan alat transportasi wajib menjamin sistem ventilasi berjalan baik dan melakukan pembersihan armada dan disinfeksi secara rutin," kata Wiku.

"Meski terdapat risiko yang cukup tinggi, langkah antisipatif yang didukung komitmen penuh dari penumpang maupun perusahaan pengadaan alat transportasi dapat menekan penularan," Wiku menambahkan.

Ketiga, aktivitas di luar rumah. Faktor risiko khas yang berpeluang meningkatkan penularan adalah tingkat kepatuhan protokol kesehatan secara kolektif, lingkar kontak tiap orang yang berkegiatan selama di perjalanan dan di rumah, dan besar ruangan serta ventilasi dalam ruangan untuk beraktivitas.

Bentuk antisipasi perubahan dalam aktivitas ini termasuk pelaksanaan protokol kesehatan secara disiplin, dan menyusun standar proteksi lebih kepada populasi berisiko dalam berkegiatan. Sesuai pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), masyarakat juga perlu mengetahui risiko setiap kegiatan yang hendak dilakukan sebagai prinsip kehati-hatian.

4 dari 4 halaman

Waspada Klaster dari Aktivitas yang Dilakukan

Lebih lanjut, Wiku Adisasmito mengatakan, kegiatan yang dilakukan di luar rumah melibatkan interaksi fisik yang intens, misalnya berjabat tangan, berpelukan dan lain-lain. Interaksi ini dilakukan dalam keadaan ramai dan tanpa disertai pembatasan kapasitas serta jarak masuk ke dalam kegiatan yang tergolong berisiko.

"Karena itu, bagi masyarakat yang harus berkegiatan di tempat berisiko tinggi maupun penyelenggaraan kegiatan besar, diharapkan mampu melakukan langkah antisipatif pribadi," ujarnya.

"Khusus kepada penyelenggara kegiatan, diharapkan membuat pedoman berkegiatan yang dimodifikasi sebaik mungkin. Untuk meminimalisir penularan virus Corona dan upaya proteksi lebih baik tiap individu yang berkegiatan di dalamnya," Wiku melanjutkan.

Poin di atas penting karena jika kemunculan klaster dari kegiatan yang diselenggarakan masyarakat maupun di fasilitas masyarakat dapat memberikan dampak yang signifikan dalam memperluas penularan.

"Klaster sendiri artinya kumpulan kasus yang muncul akibat satu sumber yang sama dalam waktu yang bersamaan dan dalam cakupan tempat tertentu. Dan klaster ditentukan melalui investigasi epidemiologis secara khusus," pungkas Wiku.

Oleh karena itu, perlu meningkatkan solidaritas untuk lebih fokus mengantisipasi penularan pada setiap tahap kegiatan masyarakat secara kolektif. Untuk menjamin hal tersebut, diperlukan pembentukan panitia khusus yang komitmen mengawasi implementasi di setiap tahapannya.