Liputan6.com, Jakarta - Momentum Lebaran Idul Fitri kental akan nuansa silaturahmi. Sampai-sampai banyak orang rela melakukan perjalanan mudik yang seringkali memakan waktu tidak sebentar. Biayanya juga tidak sedikit.
Sayangnya, suasana yang semula hangat berubah jadi kurang mengenakkan ketika tiba-tiba disodorkan pertanyaan --- yang bagi banyak orang cukup mengganggu di telinga --- seperti 'kapan nikah'.
Baca Juga
Ali Sabana, 37, seorang karyawan swasta di Kepulauan Riau mengaku bahwa dirinya tidak risih-risih amat mendapat pertanyaan model begitu.
Advertisement
Dia bilang, sih, karena biasanya tante, om, atau bahkan nenek atau kakek sendiri bingung mau bicara apa.
"Dulu banget mungkin iya risih. Kayak 'Apaan sih? Kepo banget. Tapi umur yang semakin bertambah bikin aku coba memahami bahwa basa-basi yang sebenarnya basi itu sebagai pancingan memulai obrolan," kata Ali saat berbincang dengan Health Liputan6.com belum lama ini.
"Lagipula pertanyaan seperti itu bisa dijawab dengan nada bercanda kok, kayak 'Kapan nikah? Kalau enggak Sabtu, ya, Minggu, tante. Tapi di daerah tempat kerjaku biasanya Senin," Ali menambahkan.
Pun dengan Laras, seorang karyawati di pusat Ibu Kota yang baru saja menginjak usia 30. Menurut dia, pertanyaan penting enggak penting itu sebenarnya bisa kok diabaikan. Mau dijawab juga enggak papa.
"Aku tuh jadi mikir, kita kesal kalau ada orang yang kepo sama masalah kita, tapi kita sadar enggak sih kalau kita juga sering kepo sama kehidupan orang lain? Sebenarnya sama saja, kan?," katanya.
"Ya, kalau akhirnya hanya untuk dibanding-bandingkan sama anaknya, tinggal masuk kuping kiri keluar kuping kanan, kok. Jangan diambil pusing. Yang begitu kan enggak semuanya, paling satu atau dua orang," Laras menambahkan.
Laras juga mengatakan jangan sampai hal-hal seperti itu malah merusak mood kita sendiri di Idul Fitri.
Body Shaming di Lebaran Idul Fitri
Selain pertanyaan 'kapan nikah' atau 'kapan punya anak', pertanyaan lain yang terdengar familiar di telinga kita saat Lebaran adalah 'Duh, badannya kok makin besar? Diet dong. Kalau kayak begini, entar cowok enggak ada yang mau, lho'.
Atau seperti ini 'Maaf lahir batin. Ya ampun, anak gadis kok jerawatan? Uangnya dipakai buat beli skincare, perawatan, jangan makan terus'.
Yaps, tidak banyak yang sadar sudah melakukan body shaming. Beranggapan bahwa sedang berbicara sama yang lebih muda, hal itu pun dianggap angin lalu.
Lantas, bagaimana mengatasi situasi seperti ini? Menurut psikolog anak dan keluarga dari Tiga Generasi, Ayoe Soetomo, hal pertama yang harus dilakukan adalah siapkan mental.
"Jika sudah menjadi tradisi, biasanya kita sudah tahu siapa-siapa yang sering berkomentar seperti itu," kata Ayoe kepada Health Liputan6.com melalui aplikasi pesan singkat baru-baru ini.
Ayoe, mengatakan, memersiapkan mental berarti menyiapkan diri berhadapan dengan situasi tidak menyenangkan tersebut.
Merasa emosi dan tidak nyaman, wajar. Tarik napas dan buang perlahan, lakukan beberapa kali.
"Tenangkan diri, alihkan fokus pikiran pada hal yang lebih menyenangkan untuk kita," Ayoe menambahkan.
Advertisement
Menjawab Pertanyaan Tak Mengenakan Saat Lebaran
Setelah lebih tenang, lanjut Ayoe, kita pun bisa mulai merencanakan jawaban atau tanggapan atas pertanyaan tersebut. Dia, menyarankan, pilih respons yang sopan tapi asertif.
"Responsnya bisa seperti 'Iya, nih, tante, aku gemukan ya? Tapi Alhamdulillah makin happy'. Dijawabnya sambil senyum," kata Ayoe.
"Jika dirasa memungkinkan, boleh lho sedikit mengedukai dengan bilang 'Wah, tapi tante barusan body shaming tuh ke aku. Besok-besok kalau ketemu, menyapanya jangan body shaming lagi ya, tan'. Jangan lupa, tetap kasih senyum terbaik kita," dia menambahkan.
Mungkin saja, kata Ayoe, tante, om, atau siapa pun orang yang bertanya akan hal tersebut memang tidak paham mengenai konsep body shaming, jadi, perlu dibantu untuk diedukasi.
Selain itu, jangan lupa juga untuk melatih diri sendiri untuk tidak melakukan hal serupa. Jangan sampai kita sebal mendapat pertanyaan begitu, malah kita yang melemparkan pertanyaan kurang mengenakkan ke orang sekitar.
"Mulailah cari pilihan topik netral lain saat silaturahmi. Kalau kebetulan orang tua kita, kita ketahui suka enggak sadar melakukan body shaming saat silaturahmi, boleh lho dibantu diedukasi dari sekarang tentang body shaming," katanya.
"Ajarkan juga orangtua kita beberapa alternatif topik di luar topik body shaming," Ayoe menyarankan.
Pertanyaan Khas Idul Fitri Adalah Wajar
Dalam sebuah kesempatan, psikolog Tika Bisono mengatakan bahwa kita tidak perlu gusar atau marah saat mendengar pertanyaan semacam itu.
Menurut Tika, jawab saja dengan konstruktif atau normatif karena pertanyaan 'kapan nikah', 'kapan punya anak', bahkan ketika sudah punya anak masih ditanya 'kapan dikasih adik?', merupakan sesuatu yang wajar dan normal.
"Bilang saja sama mereka 'Lagi dirancang sama Allah SWT'. Biasanya, kalau sudah bawa-bawa Tuhan, yang bertanya bakalan diam," kata Tika.
Pertanyaan seperti ini sebenarnya pertanyaan biasa dan wajar, yang memang sering keluar ketika dalam situasi bertamu. Di saat seperti inilah, orang yang ditanya harus lebih smart dan kreatif dalam menjawabnya.
"Harus smart communication, harus kreatif juga. Cari jawaban yang mampu bikin skak mat si penanya," kata Tika.
Lebih lanjut Tika Bisono menjelaskan bahwa pertanyaan seperti itu merupakan bentuk perhatian dari saudara. Hanya saja, pertanyaan itu berujung menghakimi orang lain.
"Niatnya orang itu sebenarnya memberikan perhatian kepada kita, tapi buat kita nggak nyaman. Semua itu dikarenakan, orang tersebut tidak memahami tehnik yang benar dalam memberikan perhatian itu seperti apa," Tika menjelaskan.
Advertisement