Sukses

3 Kasus Meninggal Diduga karena Hepatitis Misterius Dirujuk Dalam Kondisi Stadium Lanjut

Untuk memastikan apakah meninggal karena hepatitis misterius atau bukan masih menunggu hasil investigasi

Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), dr Siti Nadia Tarmizi menekankan bahwa tiga anak yang meninggal dunia dengan dugaan hepatitis misterius negatif COVID-19.

Berdasarkan hasil sementara investigasi kontak mengenai faktor risiko hepatitis misterius --- yang dilakukan Kemenkes dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta --- ketiga anak tersebut datang ke rumah sakit sudah pada kondisi stadium lanjut.

"Karena datang sudah pada kondisi stadium lanjut, hanya memberikan waktu sedikit --- bagi tenaga kesehatan dan rumah sakit --- untuk kemudian melakukan tindakan-tindakan pertolongan," kata Nadia dalam konferensi pers secara daring pada Kamis, 5 Mei 2022.

Lebih lanjut dijabarkan bahwa ketiga kasus hepatitis misterius berumur dua, delapan, dan 11 tahun. Nadia, mengatakan, kasus usia dua belum mendapatkan vaksinasi COVID-19, yang 8 tahun baru dosis ke-1, dan 11 tahun sudah vaksinasi lengkap.

"Ketiganya COVID-19 negatif," kata Nadia.

"Kalau kita melihat dari data yang ada, satu kasus pernah sebenarnya memiliki riwayat penyakit lainnya. Ada penyakit lain yang kemudian pada kasus yang kita duga hepatitis akut ini," ujarnya.

Nadia menekankan kembali bahwa sampai saat ini ketiga kasus tersebut belum dapat digolongkan sebagai hepatitis misterius dengan kondisi akut dan gejala berat.

Akan tetapi baru masuk pada kriteria yang biasa disebut klasifikasi yang tertunda karena masih ada pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan.

"Terutama pemeriksaan Adenovirus 41 dan pemeriksaan hepatitis E yang membutuhkan waktu antara 10 sampai 14 hari ke depan," ujarnya.

 

2 dari 4 halaman

Masih Tunggu Hasil Investigasi, Apakah karena Hepatitis Misterius atau Bukan

Setelah melihat faktor risiko lainnya dari hasil PE, Kemenkes dan Dinas DKI Jakarta tidak menemukan adanya anggota keluarga lain dengan riwayat penyakit hepatitis atau penyakit kuning sebelumnya.

"Ketiga anak tersebut juga tidak ada anggota keluarga lain yang memiliki gejala yang sama," kata Nadia.

Hadir pada kesempatan tersebut dokter spesialis anak konsultan gastrohepatologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo - Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (RSCM - FKUI) yang juga lead scientist kasus hepatitis misterius di Indonesia, Dr dr Hanifah Oswari SpA(K).

Hanifah membenarkan bahwa ketiga kasus hepatitis misterius datang dalam kondisi berat dan rujukan dari rumah sakit di Jakarta.

"Kita sudah mencoba merawatnya di ICU dan tidak tertolong karena pada saat datang sangat-sangat berat," katanya.

Hanifah, menjelaskan, keluhan utama dari hepatitis satu ini berasal dari saluran cerna. Sebelum kuning harus segera dibawa ke rumah sakit.

"Ketiga pasien mengeluhkan mual, muntah, dan diare hebat," ujarnya.

"Akan tetapi hal ini masih dalam tahap investigasi apakah betul termasuk kriteria hepatitis akut berat seperti yang kita bicarakan ini atau bukan," Hanifah menambahkan.

3 dari 4 halaman

RSPI Sulianti Saroso Jadi Rumah Sakit Rujukan Kasus Hepatitis Misterius

Dilanjutkan Hanifah bahwa pemerintah sudah melakukan banyak hal guna mengatasi perjalanan penyakit hepatitis misterius yang tengah menghantui anak-anak di seluruh dunia.

Salah satunya dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/C/2515/2022 tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis Of Unknown Aetiology).

"Pemerintah juga sudah meminta nakes dan fasyankes (fasilitas layanan kesehatan) untuk menerapkan pencegahan dan pengedalian infeksi, khususnya virus --- yang berkaitan dengan hepatitis akut ini," katanya.

Tidak hanya, pemerintah pun telah menunjuk Rumah Sakit Pusat Infeksi (RSPI) Prof Dr Sulianti Saroso dan Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebagai laboratorium rujukan untuk pemeriksaan spesimen hepatitis akut dengan gejala berat.

"Karena ada banyak hal yang perlu diinvestigasi, baik itu penyebab dari virusnya sendiri, juga mengapa mendadak banyak anak-anak yang terkena. Bukan hanya di satu negara, tapi di banyak negara sekaligus," katanya.

"Saya kira informasi-informasi ini juga diantisipasi oleh pemerintah untuk kita bisa tahu lebih banyak mengenai keadaan ini dan penyebabnya," Hanifah menambahkan.

Pemerintah juga sudah menyiapkan rumah sakit rujukan utama di tiap kabupaten kota di seluruh Indonesia. Sehingga bila ditemukan gejala-gejala yang mengarah ke kondisi tersebut, orangtua diimbau untuk segera membawa anaknya ke rumah sakit.

"Meskipun kita tahu bahwa hepatitis akut yang berat bisa menimbulkan kematian, para ibu jangan panik. Kita waspada saja. Kita temukan gejala itu sejak awal, agar kita punya waktu untuk bisa menolong anak-anak kita lebih banyak," katanya.

4 dari 4 halaman

Hepatitis Misterius Mayoritas Terjadi pada Anak-Anak

Tak hanya di Indonesia, hepatitis misterius juga sedang terjadi di negara-negara lainnya. Pasiennya memang mayoritas didominasi oleh anak-anak.

Hanifah mengungkapkan bahwa pasien hepatitis akut misterius sejauh ini memang ada dalam kategori usia anak-anak.

"Dari laporan-laporan di banyak negara itu sudah diteliti bahwa kasus yang tertua itu 16 tahun. Jadi tidak ada yang lebih dari 16 tahun," katanya.

Lebih lanjut Hanifah menuturkan bahwa kebanyakan pasien dalam kasus hepatitis akut misterius yang terjadi berumur di bawah 10 tahun.

"Inggris mengatakan bahwa itu lebih banyak pada anak-anak di bawah lima tahun. Jadi, memang kelihatannya penyakit ini khusus mengenai anak-anak saja," kata Hanifah.

Pasien dugaan hepatitis akut misterius di Indonesia yang sebelumnya meninggal dunia berumur dua, delapan, dan 11 tahun. Satu di antaranya yakni yang berumur dua tahun belum mendapatkan vaksin hepatitis maupun vaksin COVID-19.

Hanifah menjelaskan bahwa ketiganya juga tiba di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dalam keadaan kritis dan merupakan rujukan dari rumah sakit di Jakarta.

Hingga kini, investigasi terkait hepatitis akut misterius di Indonesia masih terus dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Namun, belum diketahui pasti kapan investigasi tersebut selesai dilakukan.