Sukses

Epidemiolog Sebut Hepatitis Akut Punya Kaitan dengan Efek Long COVID-19

Epidemiolog Dicky Budiman mengungkapkan 90 persen kasus hepatitis akut di Israel punya riwayat COVID-19 dalam setahun belakangan.

Liputan6.com, Jakarta Hingga kini hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya (acute hepatitis of unknown aetiology) atau masyarakat mengenalnya dengan sebutan hepatitis misterius masih terus diselidiki.

Terkait hal tersebut, Epidemiolog Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman mengungkapkan bahwa penyebab pastinya memang masih diteliti.

Namun sejak awal, Dicky memiliki menduga bahwa hepatitis misterius menjadi bagian dari pandemi dan ada kaitannya dengan efek long COVID-19.

"Sejak awal hipotesis saya bahwa ini adalah bagian dari pandemi COVID-19 itu. Ini adalah salah satu bentuk dari long COVID-19," ujar Dicky melalui keterangan pada Health Liputan6.com, Jumat (13/5/2022).

"Terbukti 90 persen hepatitis di Israel, 90 persen dari anak-anak yang terkena hepatitis ini, satu tahun terakhir terinfeksi COVID-19," tambah Dicky.

Terlebih, hepatitis akut misterius ini juga mayoritas terjadi pada anak dibawah usia lima tahun, yang diketahui belum dapat menerima vaksinasi COVID-19.

Sedangkan pada orang dewasa sendiri kasus hepatitis akut masih sangat jarang atau baru sedikit ditemukan.

"Ini juga memperkuat hipotesa proteksi dari vaksinasi itu sebagaimana beberapa riset menunjukkan mengurangi potensi long COVID-19. Nah, sekarang tinggal pembuktiannya saja terhadap hipotesa itu," kata Dicky.

Berdasarkan beberapa hipotesa lainnya, banyak yang menyebutkan hepatitis akut pada anak ini pun condong pada Adenovirus sebagai penyebabnya.

Namun menurut Dicky, hanya ditemukan sedikit persentase Adenovirus dalam darah yang terdeteksi pada anak-anak yang diduga terkena hepatitis akut.

2 dari 4 halaman

Minim Adenovirus dalam Darah Pasien

Lebih lanjut Dicky menjelaskan, adanya hipotesa hepatitis akut yang memiliki kaitan dengan Adenovirus juga sebenarnya dapat didorong dengan bukti-bukti yang ditemukan, yang mana tidak begitu kuat. 

Hal tersebut lantaran kadar Adenovirus dalam kasus hepatitis akut hanya ditemukan dalam persentase yang kecil.

"Fakta bahwa pada sebagian besar kasus anak yang terinfeksi, Adenovirus yang diduga menjadi penyebab, dalam darah mereka itu tidak ditemukan dalam jumlah yang tinggi atau virologinya itu rendah Adenovirus-nya," kata Dicky.

"Nah ini kan semakin melemahkan argumentasi bahwa ini dikaitkan atau disebabkan oleh Adenovirus," Dicky menuturkan.

Bahkan menurut Dicky, dalam beberapa kasus yang ditemukan adanya Adenovirus pun masih membingungkan. Mengingat Adenovirus terkenal jinak dan biasanya tidak dapat menyebabkan kasus yang berat seperti hepatitis akut ini.

"Jadi ada temuan yang diduga bahwa dengan adanya infeksi COVID-19, sel T yang merupakan sistem pertahanan tubuh ini melemah atau menyebabkan adanya disfungsi sistem imunitas. Nah ini yang akhirnya membuat lahirnya infeksi yang menyebabkan adanya Adenovirus itu," ujar Dicky.

3 dari 4 halaman

Mitigasi dan Tanggapan Kemenkes

Dicky juga menuturkan bahwa sebenarnya masyarakat sudah memiliki modal untuk melakukan mitigasi terkait kasus hepatitis akut misterius.

"Dengan cara apa? Tetap, karena masih dalam status pandemi, upaya pengendalian pandemi dilakukan. Dengan upaya hidup bersih, sehat, 5M nya, termasuk vaksinasi. Pola perilaku hidup sehat bersih yang memang harus kita anut, harus dilakukan. Bukan longgar,"

"Saat pandemi berakhir bukan berarti kita hidup bisa jadi buruk kualitasnya, justru harus lebih baik supaya kita bisa cegah kasus-kasus infeksi wabah berikutnya termasuk hepatitis ini," kata Dicky.

Dalam kesempatan berbeda, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melalui spesialis anak konsultan gastrohepatologi, RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta - Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (RSCM-FKUI), Dr dr Hanifah Oswari pernah mengonfirmasi kaitan hepatitis akut misterius dengan COVID-19.

"Kejadian ini dihubungkan dengan vaksin COVID-19 itu tidak benar, karena kejadian saat ini tidak ada bukti bahwa itu berhubungan dengan vaksinasi COVID-19," ujar Hanifah melalui keterangan pers pada Kamis, 5 Mei 2022.

Hanifah mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada bukti yang menunjukkan adanya kaitan hepatitis akut misterius dengan virus COVID-19.

4 dari 4 halaman

Waspada Bila Ada Gejala

Namun, Hanifah pun setuju bahwa orangtua perlu untuk lebih waspada pada kondisi anak. Salah satunya dengan memperhatikan kondisi anak jikalau ada gejala yang serupa dengan hepatitis akut misterius.

Gejala awal hepatitis akut misterius sendiri ada pada gangguan pada saluran cerna. Seperti munculnya diare, mual, muntah, sakit perut, dan munculnya demam ringan.

"Jadi kita mesti waspada ketika anak-anak kita mengalami gejala saluran cerna seperti diare, mual, muntah, sakit perut atau demam ringan," kata Hanifah.

Hepatitis akut misterius bisa berlanjut lagi dengan gejala susulan. Seperti buang air kecil hingga warnanya seperti air teh, buang air besar pucat, dan matanya atau kulitnya berwarna kuning. Saat diperiksakan, kadar enzim hatinya juga meningkat.

"Bawalah anak-anak kita ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan pertolongan dari tenaga kesehatan untuk memikirkan apa perlu diperiksakan lebih lanjut atau tidak. Jangan menunggu sampai gejalanya menguning atau lebih berat," kata Hanifah.

Hal tersebut lantaran bila gejala terus berlanjut, pasien bisa mengalami gangguan pembekuan darah. Sehingga bisa terjadi penurunan kesadaran dan berlanjut menjadi kematian bila pasien tidak dilakukan transplantasi hati.