Liputan6.com, Jakarta Pandemi COVID-19 yang sudah berjalan dua tahun lebih ini berimbas pada kesehatan jiwa masyarakat. Ada sebagian masyarakat yang makin parah kesehatan jiwanya selama pandemi melanda seperti disampaikan Direktur Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan drg. Vensya Sitohang..
“Kondisi pandemi (COVID-19) memperparah ataupun semakin mempengaruhi kesehatan jiwa,” katanya pada konferensi pers di Hotel Conrad, Bali, Jumat, 13 Mei 2022.
Baca Juga
Vensya mengatakan angka prevalensinya meningkat 1 sampai 2 kali lipat dibandingkan kondisi sebelum pandemi COVID-19.
Advertisement
Mengenai kelompok yang terpapar itu berbeda-beda dengan penatalaksnaan yang berbeda pula seperti disampaikan psikiater Dr. dr. Hervita Diatri, Sp.KJ (K) di kesempatan yang sama.
Kelompok yang pertama adalah mereka sehat jiwa atau tidak ada masalah kesehatan jiwa sebelum pandemi. Namun, kemudian menjadi memiliki masalah sampai mengalami gangguan jiwa seperti mengutip keterengan resmi Kementerian Kesehatan RI.
Kelompok kedua adalah mereka yang memang sejak awal sudah mengalami masalah kesehatan jiwa. Misalnya tentang mereka yang sudah tinggal dengan kekerasan di dalam rumah tangga.
Kondisi itu membuat mereka menjadi begitu dekat dengan pelakunya terus-menerus di rumah tangga selama pandemi. Seperti kita tahu saat pandemi mobilitas diminta dibatasi untuk menekan penularan. Ketika berada di rumah lebih sering maka masalah gangguan jiwanya menjadi lebih besar.
Kelompok ketiga adalah mereka yang memang sebelumnya sudah memiliki masalah kesehatan fisik dan mengalami kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan. Sehingga sangat wajar kalau merasa cemas yang kemudian kankernya tambah berat, hipertensi, jantung, dan sebagainya menjadi berat. Demikian juga teman-teman dengan gangguan jiwa tidak bisa memiliki akses pengobatan
Berikut lima cara yang bisa Sahabat Fimela coba agar kondisi kejiwaanmu tidak terganggu.
Kelompok Ketiga
Kelompok terakhir adalah kelompok yang terutama banyak kita temukan di bulan Juli 2021 saat gelombang kedua pandemi COVID-19. Ketika masalah oksigen langka sementara asupan oksigen ke otak itu kurang, bisa saja pada akhirnya menyebabkan gangguan jiwa yang menetap.
Jumlah orang yang memilki masalah kesehatan jiwa meningkat maka meningkatkan pula pemikiran untuk mengakhiri hidup.
“Masalah bunuh diri sebagai contoh, di 5 bulan awal pandemi COVID-19 datang, survey mengatakan bahwa 1 dari 5 orang di Indonesia usia 15 sampai 29 tahun terpikir untuk mengakhiri hidup." kata Hervita.
"Selanjutnya 1 tahun pasca pandemi oleh survei yang berbeda didapatkan data 2 dari 5 orang memikirkan untuk bunuh diri. Dan sekarang di tahun awal 2022 itu sekitar 1 dari 2 orang yang memikirkan untuk mengakhiri hidup,” lanjutnya.
Advertisement
Kemenkes ASEAN Sepakat Promosikan Kesehatan Jiwa Sebagai Prioritas
Sejalan dengan komitmen global untuk mengatasi masalah kesehatan mental, ASEAN plus Three Leader (Republik Rakyat Tiongkok, Jepang, dan Korea) mengatakan bahwa promosi kesehatan mental diidentifikasi sebagai salah satu prioritas kesehatan di bawah agenda pembangunan kesehatan ASEAN pasca 2015.
Promosi itu dilakukan antara lain dengan mempromosikan berbagai model dan praktek efektif tentang program dan intervensi kesehatan mental diantara negara anggota ASEAN, dan peningkatan integrasi program kesehatan mental di tingkat perawatan primer dan sekunder.
“Pandemi juga berdampak pada kesehatan mental dan penting untuk mendapatkan perhatian dari negara-negara di ASEAN, maka dalam rangkaian acara 15th ASEAN Health Ministers Meeting ini menjadi momentum untuk meningkatkan kepedulian masyarakat ASEAN terhadap kesehatan jiwa,” ucap Vensya.