Liputan6.com, Jakarta Setelah COVID-19 dan hepatitis akut misterius, para peneliti kini kembali menemukan varian baru dari virus Hendra.
Menurut ahli epidemiologi Dicky Budiman, sebagaimana umumnya penyakit zoonosis yang menjadi wabah, biasanya virus Hendra memiliki potensi melahirkan varian baru.
Baca Juga
“Bukan saat ini, bahkan sejak April terdeteksi bahwa varian baru yang lebih mematikan dan lebih cepat menular ini ditemukan di virus Hendra,” ujar Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Rabu (18/5/2022).
Advertisement
Virus Hendra ini terdeteksi dari kotoran dan urine dari kelelawar genus Pteropus atau yang disebut juga flying fox.
Virus Hendra (HeV) adalah anggota famili Paramyxoviridae, genus Henipavirus. HeV pertama kali diisolasi pada tahun 1994 dari spesimen yang diperoleh selama wabah penyakit pernapasan dan neurologis pada kuda dan manusia di Hendra, pinggiran kota Brisbane, Australia.
Lantas apa perbedaan antara virus Hendra yang dulu dan sekarang?
“Perbedaannya terutama di penyebab kematian, jadi kalau dulu mungkin kematiannya banyak pada hewan, sekarang terakhir di Australia beberapa belas kuda mati dan ini tentu menunjukkan fatalitas potensi kematian pada hewan yang cukup mengkhawatirkan.”
“Bila tidak dilakukan kajian untuk memahami perilaku termasuk melakukan surveilans yang kuat, kita akan bisa kebobolan, dalam artian dampaknya pada manusia pada gilirannya bisa terjadi.”
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kasus pada Manusia Masih Sedikit
Selain berdampak pada kuda, virus Hendra juga memengaruhi manusia walau hingga kini kasusnya masih terbilang sedikit.
“Walaupun saat ini kasusnya di manusia masih tergolong sedikit, tapi virus Hendra ini adalah salah satu yang tergolong berpotensi menyebabkan pandemi dan menyebabkan wabah besar dengan dampak yang sangat serius pada manusia.”
Melansir laman Centers for Disease Control and Prevention (CDC), virus ini terkait dengan virus Nipah, spesies lain dalam genus Henipavirus. Reservoir alami virus Hendra telah diidentifikasi sebagai kelelawar dari genus Pteropus.
Sejak 1994 hingga 2013, infeksi virus Hendra pada manusia masih jarang terjadi; hanya tujuh kasus yang dilaporkan.
Pada 2009, ada tiga orang meninggal karena virus mematikan ini dan para ilmuwan telah bergegas untuk menemukan sumbernya, melansir ABC.
Penularan virus Hendra ke manusia dapat terjadi setelah terpapar cairan dan jaringan tubuh atau kotoran kuda yang terinfeksi virus Hendra.
Kuda dapat terinfeksi setelah terpapar virus dalam urine kelelawar genus Pteropus yang terinfeksi.
Advertisement
Bisa Berujung Radang Otak
Sampai 2014, tidak ada penularan dari manusia ke manusia yang telah didokumentasikan.
Setelah inkubasi 9-16 hari, infeksi virus Hendra dapat menyebabkan penyakit pernapasan dengan tanda dan gejala mirip flu yang parah. Dalam beberapa kasus, penyakit dapat berkembang menjadi ensefalitis atau radang otak.
Meskipun infeksi virus Hendra jarang terjadi, tapi kasus fatalitasnya tinggi: 4/7 (57 persen).
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk mendiagnosis virus Hendra (HV) dan virus Nipah (NV) antara lain deteksi antibodi dengan:
-ELISA (IgG dan IgM)
-Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
-Upaya isolasi virus.
Di sebagian besar negara, penanganan virus Hendra perlu dilakukan di laboratorium penyimpanan tinggi. Diagnosis laboratorium pasien dengan riwayat klinis HV atau NV dapat dibuat selama fase akut dan fase penyembuhan penyakit.
Ini dilakukan dengan menggunakan kombinasi tes termasuk deteksi antibodi dalam serum atau cairan serebrospinal (CSF), deteksi RNA virus ( RT-PCR) dalam serum, CSF, atau usap tenggorokan, dan isolasi virus dari CSF atau usap tenggorokan.
Penanganan Virus Hendra
Untuk penanganannya, obat ribavirin telah terbukti efektif melawan virus secara in vitro (uji dalam gelas), tetapi kegunaan klinis obat ini tidak pasti.
Terapi pasca pajanan dengan antibodi penetral Nipah/Hendra, berkhasiat pada model hewan sedang dalam tahap pengembangan praklinis manusia di Australia, mengutip laman CDC.
Peneliti meyakini bahwa kelelawar “flying fox” Australia (genus Pteropus) adalah reservoir alami atau risiko paparan dari virus Hendra.
Bukti serologis untuk infeksi HeV telah ditemukan pada keempat spesies flying fox Australia, tetapi penyebaran virus pada kuda terbatas pada daerah pesisir dan hutan di Australia seperti negara bagian Queensland dan New South Wales.
Orang-orang dengan risiko tertinggi adalah mereka yang tinggal di dalam sebaran flying fox dan dengan paparan pekerjaan atau rekreasi terhadap kuda yang memiliki potensi kontak dengan kelelawar genus Pteropus di Australia.
Terjadinya penyakit pada manusia telah dikaitkan hanya dengan infeksi spesies perantara seperti kuda. Pengenalan dini penyakit pada hewan inang perantara mungkin merupakan cara paling penting untuk membatasi kasus manusia di masa depan.
Infeksi virus Hendra dapat dicegah dengan menghindari kuda yang sakit atau mungkin terinfeksi HeV dan menggunakan alat pelindung diri yang sesuai saat kontak diperlukan, seperti dalam prosedur kedokteran hewan.
Vaksin komersial telah dilisensikan di Australia untuk kuda dan dapat bermanfaat bagi spesies hewan lain dan akhirnya manusia.
Advertisement