Sukses

Minim Kemauan untuk Deteksi Dini Jadi Penyebab Tingginya Kasus Kanker Serviks di Indonesia

Banyak wanita di Indonesia masih enggan untuk melakukan skrining kanker serviks.

Liputan6.com, Jakarta - Kanker serviks merupakan kanker yang paling banyak dialami oleh perempuan Indonesia. Badan Organisasi Dunia (WHO) pada tahun 2020 lalu mencatat bahwa setidaknya ada 21.003 wanita Indonesia yang meninggal dunia akibat kanker serviks.

Padahal, kanker serviks menjadi salah satu penyakit yang bisa untuk dicegah. Namun prevalensi dan angka kematiannya masih kerap tinggi. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh minimnya kemauan masyarakat untuk melakukan deteksi dini.

Menurut Konsultan Onkologi Ginekologi dan Ketua Dewan Penasihat Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia, Prof Dr dr Andrijono yang merujuk pada data Litbangkes, kebanyakan orang enggan untuk melakukan skrining kanker serviks.

"Mereka kebanyakan tidak mau skrining karena malu, enggan, dan belum merasa perlu karena tidak ada keluhan," ujar Andrijono dalam seminar media bertema Inovasi Deteksi Dini untuk Meningkatkan Cakupan Skrining Kanker Serviks di Indonesia oleh Roche Indonesia pada Kamis, (19/5/2022).

Andrijono menambahkan, padahal deteksi yang dilakukan saat menunggu keluhan berarti kanker serviks sudah terjadi. Sedangkan bila sudah terdeteksi lebih awal atau saat belum ada keluhan sebenarnya dapat mencegah untuk risiko kanker itu sendiri untuk dapat berkembang lebih jauh.

"Jadi kenapa kanker serviks di Indonesia masih tinggi? Ya tadi, deteksi dininya tidak berjalan dengan baik," kata Andrijono.

Terlebih menurut survei global yang dilakukan oleh Roche Indonesia, setidaknya 60 persen masyarakat di Indonesia masih mengalami hambatan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin termasuk dalam hal pemeriksaan kanker serviks.

2 dari 4 halaman

Ragam Faktor Hambatan Skrining

Menurut direktur sekaligus country manager diagnostics Roche Indonesia, Ahmed Hassan, hal tersebut dikarenakan oleh beberapa hal yang salah satunya adalah rasa takut.

"60 persen masyarakat global masih menghadapi hambatan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dengan berbagai alasan seperti kurangnya informasi, faktor biaya, hingga ketakutan terhadap hasil tes yang positif," ujar direktur sekaligus country manager diagnostics Roche Indonesia, Ahmed Hassan.

Menurut Ahmed, hal tersebut menjadi hambatan dalam melakukan deteksi dini suatu penyakit. Padahal jika terlambat terdeteksi, angka harapan hidup pasien kanker serviks juga menurun sebanyak 20 persen.

Lebih lanjut Andrijono mengungkapkan bahwa sebenarnya deteksi dini merupakan hal yang mutlak harus dilakukan pada wanita yang sudah melakukan hubungan seksual.

“Perempuan yang sudah melakukan hubungan seksual rentan terhadap risiko penularan virus HPV. Pada tahap ini, deteksi dini sudah menjadi hal yang mutlak dilakukan untuk mencegah semakin banyaknya keterlambatan penanganan pada kanker serviks," kata Andrijono.

3 dari 4 halaman

Peran Vaksin HPV

Dalam kesempatan yang sama, Andrijono juga mengungkapkan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terkena kanker serviks adalah dengan melakukan vaksin HPV.

Namun bila sudah melakukan hubungan seksual, maka ia menganjurkan untuk lebih dulu melakukan pemeriksaan atau deteksi dini. Mengingat kanker serviks mungkin saja memiliki gejala yang tidak langsung terlihat.

"Takutnya nanti kalau divaksin dulu, tidak dilihat dulu serviksnya ada (atau tidak), ada kanker serviks yang tersembunyi," ujar Andrijono.

"Jangan sampai mereka sudah kanker serviks, kita vaksin. Itu enggak ada gunanya," tambahnya.

Lebih lanjut Andrijono menuturkan bahwa vaksin HPV juga bisa diberikan pada usia sembilan sampai 45 tahun. Namun terdapat perbedaan dosis diantara rentang usia tersebut.

"Bedanya kalau sembilan sampai 13 tahun itu dua dosis, kalau 14-45 itu tiga dosis," ujarnya.

Berkaitan dengan vaksin HPV di Indonesia, Kementerian Kesehatan RI sendiri telah menyampaikan bahwa vaksin satu ini sudah resmi akan masuk dalam daftar imunisasi wajib pada anak.

Vaksin HPV tersebut akan diberikan pada mereka yang berada di bangku kelas 5-6 SD secara gratis.

4 dari 4 halaman

Gratis Vaksin HPV

Vaksin HPV yang diberikan pada anak kelas 5-6 SD tersebut menjadi salah satu upaya pemerintah untuk menekan adanya angka kematian akibat kanker serviks.

Hal tersebut juga sempat disampaikan langsung oleh Plt Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan, dr Prima Yosephine beberapa waktu lalu.

"Target vaksin HPV gratis (vaksinasi program nasional) adalah anak perempuan usia sekolah kelas 5 dan 6 SD atau sederajat," ujar Plt Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan, dr Prima Yosephine melalui pesan singkat pada Health Liputan6.com, Kamis, 21 April 2022.

Vaksinasi HPV akan diberikan pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) setiap bulan Agustus, yang mana berlangsung di sekolah masing-masing.

"Imunisasi HPV ini diberikan pada saat imunisasi anak sekolah setiap bulan Agustus," kata Prima.

"Untuk anak yang tidak bersekolah maka petugas kesehatan setempat akan mendata dan menentukan kapan dan dimana pelayanan akan dilaksanakan," tambahnya.