Liputan6.com, Jakarta - Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) dr Yogi Prawira, SpA(K) mengatakan, orangtua perlu mewaspadai kondisi Multisystem Inflamatory Syndrome in Children (MIS-C) pada anak yang terinfeksi COVID-19.
Seiring dengan peningkatan kasus harian COVID-19 dalam 2-3 pekan terakhir, diakuinya jumlah pasien COVID-19 anak yang memerlukan perawatan di ruang rawat biasa maupun di ICU pun meningkat. Demikian pula dengan kondisi MIS-C.
Baca Juga
"Seringkali orang berasumsi, kalau anak terinfeksi COVID kemudian gejalanya itu hanya pada fase akut saja, hanya pada saat terinfeksi saja. Tapi tidak demikian, ternyata kami juga menemukan adanya peningkatakan kondisi yang dikatakan MIS-C," ujar Yogi dalam webinar Liburan Sehat, Anak Aman COVID-19 di Jakarta, Rabu, 29 Juni 2022.
Advertisement
"MIS-C itu adalah suatu sindrom peradangan hebat yang terjadi pada berbagai sistem organ," Yogi melanjutkan.
Jika biasanya kondisi berat dan kritis pada pasien anak yang terinfeksi COVID-19 terjadi karena mereka memiliki komorbid seperti penyakit jantung bawaan, penyakit ginjal kronis, defisiensi sistem imun, tidak demikian dengan kasus MIS-C. Pada kasus MIS-C terjadi pada anak dengan imunitas yang baik.
"Justru untuk yang pasca-COVID ini, itu seringkali terjadi pada anak-anak yang imunitasnya baik. Anak-anak yang sebelumnya sehat-sehat saja, beberapa remaja yang sangat aktif, tapi beberapa minggu atau beberapa bulan setelah COVID-nya teratasi, sudah negatif baru timbul peradangan hebat," kata Yogi.
Oleh karena itu, Yogi mengingatkan agar orangtua maupun tenaga kesehatan untuk mewaspadai tidak hanya fase akut pada saat anak terinfeksi COVID-19, melainkan setelah dinyatakan negatif dari virus Corona.
Upaya Pencegahan
Terkait COVID-19 dan MIS-C, Yogi meminta agar orangtua melakukan upaya pencegahan anak terpapar infeksi SARS-CoV-2, terutama pada masa libur sekolah seperti saat ini. Penting untuk memperhitungkan faktor risiko dari tindakan yang dilakukan dan seperti misalnya ketika hendak jalan-jalan ke mal atau pun ke luar kota.
"Yang paling utama adalah pencegahan," ucapnya.
Kepatuhan dalam menerapkan protokol kesehatan pun menjadi penting. Yogi menekankan, orangtua perlu mencontohkan penerapan protokol kesehatan yang baik agar hal itu dapat diikuti oleh anak.
"Anak-anak adalah peniru ulung. Kalau orang dewasanya sendiri tidak mencontohkan bagaimana mereka bisa mengikuti," ucapnya.
Penerapan protokol kesehatan ini juga merupakan upaya perlindungan bagi anak-anak yang belum bisa menerima vaksinasi, seperti usia di bawah 5 tahun.
"Ada lapisan-lapisan terminan yang harus dikerjakan, salah satunya adalah vaksinasi. Untuk anak-anak di bawah 5 tahun kan vaksinasinya tidak bisa dikerjakan, artinya mereka lebih rentan sehingga protokol lainnya harus betul-betul dijaga," jelasnya.
Advertisement
Waspadai Kondisi Anak
Jika pun harus melakukan perjalanan ke luar kota, Yogi menyarankan untuk memilih lokasi yang bersifat outdoor, memiliki ventilasi terbuka dan ada aliran udara.
Meski berada di luar ruangan/outdoor, Yogi tetap menyarankan anak di atas usia 2 tahun untuk menggunakan masker.
Orangtua juga perlu memantau status kesehatan anak dengan melakukan tes jika anak merupakan kontak erat.
"Penting untuk kita tahu status anak kita pada saat dia kontak erat atau bergejala, masuk dalam kriteria suspek probable. Pastikan apakah dia confirmed. Kenapa? Karena pada saat kita tahu kalau dia pernah terinfeksi maka kita jadi punya timeline," jelas Yogi.
Dengan patokan timeline tersebut, kata Yogi, orangtua dapat memantau jika terjadi kondisi atau tanda-tanda seperti demam tinggi, mata merah, pembesaran kelenjar getah bening di leher anak sekitar 2-8 minggu pasca infeksi. Gejala lain yang juga harus diwaspadai yaitu gangguan cerna pada anak seperti muntah dan diare.
"Kadang-kadang anaknya justru gejalanya bukan di saluran napas, tapi saluran cerna," ucapnya.
Bawa ke Dokter Jika Muncul Gejala pada Anak
Orangtua disarankan untuk segera membawa anak ke dokter jika menunjukkan gejala yang disebutkan pasca terinfeksi COVID-19. Berbekal timeline tersebut, dokter akan dapat melakukan diagnosis dan deteksi dini.
"Kalau bisa dideteksi, didiagnosis dan tata laksana awal, itu bisa perbaikan dengan tanpa gejala sisa. Tapi sebaliknya, kalau dia terlambat maka risikonya bisa ada gejala sisa," ucap Yogi.
Yogi mengatakan, infeksi COVID-19 adalah infeksi sistemik. Gejalanya tidak melulu muncul pada sistem pernapasan. Ada pula beberapa anak yang menunjukkan gejala COVID-19 yang lebih dominan muncul pada saluran cerna.
Diakui Yogi, pada masa akut, 70 persen anak-anak menunjukkan gejala ringan atau bahkan tanpa gejala. Meski demikian orangtua tetap perlu waspada jika setelahnya muncul gejala peradangan pada anak.
Advertisement