Liputan6.com, Jakarta - Rutin mengukur tekanan darah menjadi salah satu cara mencegah kondisi hipertensi yang dapat memicu sejumlah gangguan kesehatan atau penyakit tidak menular seperti stroke, jantung koroner, maupun gagal ginjal.
Kemajuan teknologi memungkinkan pemeriksaan tekanan darah dilakukan secara mandiri. Meski demikian, pemeriksaan tekanan darah mandiri tidak boleh dilakukan sembarangan.
Baca Juga
Ada sejumlah tahapan atau tata cara dalam mengukur tekanan darah secara mandiri yang baik dan benar agak hasil yang didapat valid, seperti disampaikan Pengurus Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Dr dr Amanda Tiksnadi, Sp.S.
Advertisement
Berdasarkan pengalaman Amanda, biasanya ada pasien yang khawatir atau takut mengukur tekanan darah di rumah sakit sehingga menyebabkan hasil pengukuran tensi cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dilakukan di rumah.
Kondisi tersebut, jelas Amanda, kemungkinan berkaitan dengan efek white coat hypertension. Istilah yang merujuk pada perasaan takut saat bertemu petugas kesehatan yang identik dengan mengenakan jas putih.
Amanda mengatakan, suasana rumah cenderung memberikan kesan akrab dan tenang sehingga angka pengukuran tensi lebih rendah dibandingkan pengukuran di rumah sakit.
Namun, bila pengukuran tensi di rumah menghasilkan angka yang tinggi, pasien harus waspada dan Amanda menyarankan untuk berkonsultasi ke dokter.
"Kalau memang care, itu baiknya di-follow-up, apakah memang hipertensi ini perlu dikontrol lebih jauh sebelum terjadinya komplikasi yang tidka bisa pulih kembali atau irreversible," ujarnya dalam sebuah media brieving virtual, Selasa, dilansir Antara.Â
Â
Cara Mengukur Tekanan Darah yang Baik dan Benar
Untuk mengukur tekanan darah secara mandiri, Amanda menyarankan pasien duduk dalam kondisi tenang dan rileks. Juga, setidaknya menunggu 2 hingga 5 menit sebelum menekan alat tensi. Disarankan menggunakan kursi bersandar agar tubuh semakin rileks. Posisi kaki pasien pun tidak boleh menggantung atau menyilang, harus menapak di atas lantai.
"Jangan lupa, selama beraktivitas, duduk, berdiri, ngobrol, jalan, itu cenderung menaikkan tensi. Jadi, (kalau tidak rileks), takutnya malah memberikan diagnosis tensi berlebihan, padahal sebetulnya bukan. Makanya, tata cara mengukur tensi yang baik dan benar itu harus diperhatikan," jelasnya.
Pengukuran tekanan darah pun disarankan dilakukan dua kali sehari, yaitu satu jam setelah bangun tidur dan malam sebelum tidur.
Selain itu, sekitar 30 menit sebelum mengukur tekanan darah, disarankan agar pasien tidak merokok, tidak mengonsumsi kopi atau minuman yang mengandung kafein, tidak beraktivitas atau berolahraga berat, dan tidak meminum obat terlebih dahulu.
Setelah kondisi-kondisi itu terpenuhi, pasien bisa mulai melakukan pengukuran dengan memasang manset pada tensimeter di lengan atas, tepat dua jari dari siku. Kemudian ukur tekanan darah sebanyak tiga kali dengan selang satu menit dan catat hasilnya.
"Ingat setiap kali mengukur kita lakukan tiga kali. (Hasil) yang pertama biasanya kita buang. Kemudian angka hitung yang kedua dan ketiga ini kita rata-ratakan, jadi inilah yang kita laporkan sebagai tekanan darah," Amanda menjelaskan. Â
Advertisement
Kategori Hipertensi
Seseorang bisa dikategorikan hipertensi atau mengalami kondisi tekanan darah tinggi jika hasil pengukuran di rumah lebih besar atau sama dengan 130/85 mmHg. Sementara pengukuran di klinik biasanya digunakan batas yang lebih tinggi yaitu di atas 140/90 mmHg.
Amanda menyarankan agar dilakukan pemantauan mandiri terlebih dulu selama tiga hari berturut-turut jika pasien curiga hasil tensi menunjukkan angka yang tinggi.
"Tentunya apabila hasil ini telah ada, tetap harus dikonsultasikan, apakah memang menderita hipertensi atau memang normal, karena memang ada sedikit perbedaan (hasil pengukuran antara di rumah dan di rumah sakit). Jadi tetap anjurannya adalah dikonsultasikan setelah ada hasil pemantauan," ucap Amanda.
Mengutip laman Sehatnegeriku, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018) prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 34,1 persen. Ini mengalami peningkatan dibandingkan prevalensi hipertensi pada Riskesdas Tahun 2013 sebesar 25,8 persen. Diperkirakan hanya 1/3 kasus hipertensi di Indonesia yang terdiagnosis, sisanya tidak terdiagnosis.
Individu dengan Hipertensi Disarankan Cek Tensi Jelang Subuh
Dalam kesempatan berbeda, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Universitas Hasanuddin, DR dr Antonia Anna Lukito, Sp.JP(K) menyarankan pasien hipertensi untuk memeriksa tekanan darah pada pukul 02.00 atau 03.00. Hal tersebut untuk memantau lonjakan pagi hari.
"Dikenal lonjakan pagi hari. Tensi paling tinggi menjelang bangun, subuh. Kalau ada pasien menensi dirinya tensilah pada jam 02.00 atau 03.00 pagi," ujar Antonia beberapa waktu lalu.
Antonia yang tergabung dalam Komite Ilmiah Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) cabang Banten mengatakan, individu dengan hipertensi biasanya memiliki hasil pemeriksaan tekanan darah yang lebih rendah di pagi hari dibandingkan pada hasil pemeriksaan di waktu lain, seperti siang, sore, atau malam hari. Meski demikian, menurut Antonia hal itu adalah wajar dan tidak perlu dikhawatirkan.
"Morning surge-nya dibedakan dari tensi pagi dan saat tidur itu tidak melonjak, kita lihat tensi 24 jamnya bukan sesaat. Misalnya pagi saja tinggi 150/90 mmHg, tetapi sisanya sampai malam bagus, itu masih fine-fine saja," tutur Antonia.
Advertisement