Sukses

Hari Tanpa Tembakau Sedunia, PDPI Ingatkan Bahaya Rokok Konvensional dan Elektronik

Bahaya rokok konvensional dan rokok elektronik dibahas dalam Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia

Liputan6.com, Jakarta Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) jatuh setiap tanggal 31 Mei. Di 2022, guna memperingati hari tersebut, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) memperingatkan masyarakat terkait bahaya rokok baik yang konvensional maupun rokok elektronik atau vape.

Menurut dokter spesialis paru dari PDPI, Feni Fitriani Taufik penggunaan tembakau pada rokok di Indonesia menjadi penyebab utama kematian kedua di dunia.

Rokok juga merupakan salah satu penyebab kematian yang dapat dicegah terhadap penyakit terkait rokok pada paru seperti bronkitis kronis, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, dan kanker paru.

"Selain itu, risiko pada organ lain seperti penyakit jantung koroner, stroke, risiko impotensi pada organ reproduksi dan memperburuk kondisi penyakit kronik yang sudah ada seperti diabetes melitus dan hipertensi," kata Feni dalam konferensi pers PDPI Senin, 30 Mei 2022.

Ia menambahkan, angka kejadian penyakit ini mulai terdeteksi pada usia lebih dini yaitu 30-44 tahun sebesar 45 persen.

Data menunjukkan semakin dini memulai kebiasaan merokok dengan usia rata-rata 17,6 tahun meningkatkan risiko penyakit terkait rokok pada populasi usia muda.

Data yang terbaru menunjukkan bahwa Indonesia menempati posisi ketiga sebagai negara dengan konsumsi rokok terbesar di dunia.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) penggunaan tembakau pada anak muda usia 13-15 tahun mencapai 33,8 persen pada total populasi dewasa usia di atas 15 tahun.

Survei oleh Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2018 juga menunjukkan, penggunaan tembakau pada anak muda mencapai 19,2 persen dari populasi dengan dominasi remaja putra.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Rokok Elektronik

Data merokok terbaru dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2019 di Indonesia menunjukkan bahwa 19,2 persen pelajar merokok terdiri dari 35,5 persen laki-laki dan 2,9 persen perempuan.

Survei ini mendapatkan dua pertiga dari mereka dapat membeli rokok secara ecer tanpa ada hambatan.

Penggunaan produk rokok lainnya seperti bentuk rokok elektronik semakin banyak digunakan di Indonesia pada kalangan dewasa, anak muda bahkan anak-anak.

Sehubungan dengan hal ini, PDPI memberikan informasi dan meluruskan anggapan bahwa rokok elektronik memiliki bahaya kesehatan yang sama dengan rokok konvensional.

Rokok elektronik juga tidak direkomendasikan sebagai alat bantu berhenti merokok karena memiliki risiko mencetuskan adiksi yang sama dengan rokok konvensional.

Zat kimia berbahaya pada rokok elektronik berada pada cairan atau liquid yang dipanaskan mengandung nikotin, propilen glikol dan gliserin.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh RS Persahabatan mendapatkan bahwa pada urine perokok elektronik terdapat kadar residu nikotin yang kadarnya sama dengan urine perokok konvensional.

Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa rokok elekronik tidak aman.

3 dari 4 halaman

Rokok Heat Not Burn

Selain rokok konvensional dan rokok elektronik atau vape, ada jenis rokok baru yang mulai dikenalkan kepada masyarakat yakni rokok yang dipanaskan atau Heat Not Burn (HNB).

Menurut Feni, produk tembakau yang dipanaskan walaupun secara praktiknya tidak mengandung asap tapi pada prinsipnya tetap memiliki unsur tembakau.

Semua bentuk metabolisme tembakau akan menghasilkan nikotin yang menstimulasi otak dan menyebabkan candu atau adiksi. Selan itu, berbagai hasil residu rokok elektronik dalam bentuk logam dan partikel masih memiliki risiko jangka panjang yang bersifat karsinogenik.

"Imbauan kepada masyarakat yang memiliki kebiasaan merokok dengan mempertimbangkan faktor kesehatan bukan hanya pada perokok itu sendiri tetapi juga lingkungan sekitar perokok seperti keluarga," katanya.

Perokok pasif memiliki ancaman risiko kesehatan terdampak rokok juga hal ini pernah ditemukan dalam penelitian pada anggota keluarga yang kontak erat dengan perokok. Kadar residu nikotin yaitu kotinin urine meningkat lebih besar dibandingkan yang tanpa kontak dengan perokok.

4 dari 4 halaman

Berhenti Sekarang

PDPI mengajak masyarakat untuk menyadari bahaya third hand smoker pada kelompok anak serta efek jangka panjang terhadap kesehatan pernapasan terutama risiko rentan terhadap berbagai penyakit infeksi di masa depan.

Maka dari itu, berhenti merokok secepat mungkin adalah pilihan yang tepat. Menghentikan kebiasaan merokok dapat dimulai dengan membulatkan tekad dan meningkatkan motivasi untuk berhenti merokok dengan beberapa cara mulai dengan langsung berhenti, mengurangi secara bertahap atau dengan penundaan waktu merokok sampai dapat berhenti total.

Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan menghadirkan layanan Quit Line Berhenti Merokok pada nomor 0-800-177-6565 yang memberikan layanan gratis untuk membantu konsultasi berhenti merokok.

Dalam rangka Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2022 pada tanggal 31 Mei 2022, PDPI menyatakan dukungan pada rencana revisi PP 109. Pemahaman tentang revisi PP 109/2018 tentang pengendalian tembakau.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Indonesia memiliki target untuk menurunkan prevalensi merokok anak usia 10-18 tahun dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen.

PDPI turut mendukung PP dengan materi antara lain gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau, pencantuman informasi dalam kemasan produk tembakau serta terkait larangan menjual ecer rokok batangan serta menggunakan jasa media teknologi informasi.

Revisi PP 109 ini bermaksud melindungi kesehatan individu, keluarga, masyarakat dan lingkungan dari pengaruh buruk dari rokok. Kepentingan melindungi penduduk usia produktif, anak, remaja dari persuasif iklan rokok dengan harapan meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya rokok.

"Hal ini bertujuan untuk menyelamatkan sumber daya manusia Indonesia yang akan menjadi generasi penerus di masa depan," ujar Feni.