Liputan6.com, Jakarta Kasus COVID-19 masih mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data harian sebaran kasus per 1 Juni 2022.
Dalam data tersebut, penambahan kasus positif tercatat sebanyak 368 sehingga akumulasi kasus COVID-19 di Indonesia menjadi 6.055.341.
Baca Juga
Penambahan juga terjadi pada kasus sembuh sebanyak 183 sehingga akumulasinya menjadi 5.895.606.
Advertisement
Kasus meninggal juga terus mengalami kenaikan walaupun tidak terlalu tinggi seperti awal pandemi. Kasus meninggal hari ini tercatat ada 3 kasus sehingga akumulasinya menjadi 156.594.
Sedangkan, kasus aktif hari ini mengalami penambahan sebanyak 182, padahal biasanya kasus aktif selalu turun. Penambahan kasus aktif hari ini membuat totalnya menjadi 3.141.
Data juga menunjukkan jumlah spesimen sebanyak 57.579 dan suspek sebanyak 2.445.
Laporan dalam bentuk tabel juga menunjukkan rincian penambahan kasus terbanyak di lima provinsi. Kelima provinsi itu adalah DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Banten, dan Jawa Timur.
-DKI Jakarta hari ini melaporkan 164 kasus baru dan 79 orang sembuh.
-DI Yogyakarta 43 kasus positif baru tanpa penambahan kasus sembuh.
-Jawa Barat 42 kasus konfirmasi baru dan 34 pasien telah sembuh.
-Banten di peringkat keempat dengan 30 kasus baru dan 20 sembuh dari COVID-19.
-Jawa Timur 27 kasus baru dan 22 sembuh.
Provinsi lain tidak menunjukkan penambahan kasus baru yang signifikan. Bahkan ada 11 provinsi tanpa penambahan kasus baru sama sekali. Provinsi-provinsi itu adalah Maluku, Maluku Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Bengkulu, dan Riau.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Laporan Sebelumnya
Sebelumnya, data harian sebaran COVID-19 per 31 Mei 2022 pukul 12.00 WIB menunjukkan penambahan kasus baru sebanyak 340. Angka ini menambah akumulasi kasus positif COVID-19 di Indonesia menjadi 6.054.973.
Penambahan juga terjadi pada kasus sembuh sebanyak 247 sehingga akumulasinya menjadi 5.895.423.
Sayangnya, kasus meninggal juga mengalami penambahan walau tidak signifikan seperti tahun lalu. Di hari kemarin penambahan kasus meninggal tercatat sebanyak 5 orang sehingga akumulasinya menjadi 156.591.
Sedangkan, kasus aktif mengalami penambahan sebanyak 88 sehingga akumulasinya menjadi 2.959.
Data juga menunjukkan jumlah spesimen sebanyak 76.719 dan suspek sebanyak 3.484.
Laporan dalam bentuk tabel turut merinci 5 provinsi dengan penambahan kasus positif terbanyak.
Kelima provinsi itu adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
-DKI Jakarta kemarin melaporkan 132 kasus positif baru dan 111 orang sembuh.
-Jawa Barat 60 kasus konfirmasi baru dan 31 orang telah sembuh.
-Banten 44 kasus baru dan 29 sembuh dari COVID-19.
-Jawa Timur 33 kasus positif baru dan 21 orang dinyatakan sembuh.
-Jawa Tengah di peringkat kelima dengan 15 kasus baru dan 12 orang sembuh.
Advertisement
15 Provinsi Nol Kasus
Provinsi lain tidak menunjukkan penambahan kasus yang terlalu signifikan pada 31 Mei 2022. Bahkan ada 15 provinsi tanpa penambahan kasus sama sekali.
Provinsi-provinsi itu adalah Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Sulawesi Barat.
Melandainya kasus COVID-19 di Indonesia tak boleh membuat masyarakat lengah. Ahli epidemiologi Dicky Budiman mengingatkan, status pandemi masih belum dicabut dan situasi COVID-19 yang tercantum data rumah sakit bisa saja berbeda dengan angka sebenarnya di lapangan.
Ia menambahkan, dalam melihat atau menilai kondisi COVID-19 di suatu negara maka perlu ditinjau dari kapasitas sistem kesehatan masing-masing negara. Pasalnya, setiap negara memiliki karakteristik berbeda.
Dalam sistem kesehatan suatu negara ada manajemen data yang bergantung pada kemampuan deteksi yang dalam hal ini adalah testing dan tracing.
Kemampuan mengumpulkan data di negara maju dan berkembang juga berbeda. Contohnya, ketika melihat kasus kesakitan, jika di negara maju maka data ini akan mudah dilihat di rumah sakit. Pasalnya, karakteristik masyarakat di negara maju yang cenderung segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan ketika sakit.
Di Negara Berkembang
Sedangkan di negara berkembang, masyarakat yang sakit cenderung memilih mengobati diri di rumah ketimbang harus mendatangi fasilitas kesehatan.
“Berbeda dengan negara berkembang, misalnya Indonesia yang 70 persen masyarakatnya akan mengobati diri sendiri di rumah ketika sakit ketimbang harus pergi ke fasilitas kesehatan,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Selasa (31/5/2022).
Maka dari itu, kasus di rumah sakit yang terbilang rendah terutama di negara berkembang tak serta merta menandakan bahwa kasus COVID-19 di negara itu secara keseluruhan rendah pula.
“Kalau bicara waktu Delta itu adalah fenomena gunung es, di balik itu kematian dan kesakitan di rumah banyak sekali. Nah itu harus dipahami, data itu ada kualitatif ada kuantitatif.”
Dicky juga membahas terkait perbedaan data kasus kematian di negara maju dan negara berkembang.
“Kalau di negara maju tidak ada satupun kematian yang tidak teregistrasi (tidak terdata), kalaupun ada sangat kecil persentasenya. Kematian di negara maju akan dicatat penyebabnya, jika tidak diketahui maka akan diotopsi.”
“Misalnya, saya tinggal di Australia, tetangga saya meninggal, dia harus dibawa ke forensik dulu sebelum dimakamkan. Jadi tidak ada kematian yang tidak tercatat penyebabnya.”
Hal ini berbeda dengan negara berkembang atau negara miskin. Di negara ini, banyak kematian yang tidak teregistrasi. Atau teregistrasi hanya sebatas keterangan meninggal, bukan secara mendalam hingga ke penyebab kematiannya.
Advertisement