Liputan6.com, Jakarta Setelah kasus COVID-19 di Indonesia mereda, ada virus lain yang kembali menjadi perbincangan yang disebut virus Hendra.
Epidemiolog Universitas Airlangga (UNAIR) Laura Navika Yamani, SSi. MSi. PhD menyebutkan, virus Hendra lebih mematikan dibanding virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
Baca Juga
“Fatality rate atau tingkat kematiannya lebih tinggi. Jika COVID-19 pada tingkat 3-4 persen, virus Hendra berada pada tingkat 50 persen kematian,” katanya mengutip laman resmi UNAIR.
Advertisement
Meski mematikan, virus bernama ilmiah Hendra henipavirus ini umumnya masih jarang ditemukan pada manusia. Berdasarkan data dari tahun 1994 hingga 2013 dilaporkan tujuh kematian manusia akibat virus ini.
Laura menjelaskan, virus Hendra ditemukan tahun 1994 pada wabah penyakit di kawasan Hendra, Brisbane, Australia. Virus yang bersumber dari kelelawar ini dapat menyerang sistem pernapasan dan neurologi pada hewan dan manusia.
“Setelah ditelusuri, virus ini ternyata bersifat zoonosis yakni bisa berpindah dari host ke host, dari hewan ke manusia,” sebutnya.
Lebih lanjut, masuknya virus ini ke tubuh manusia biasanya diperantarai oleh hewan mamalia.
“Kalau dari kelelawar langsung ke manusia biasanya sulit, karena sifat host-nya berbeda. Lebih mudah masuk dari perantara sesama mamalia, dalam kasus ini kuda,” sebutnya.
Penularan virus Hendra dari kelelawar ke kuda menjadi wajar, terlebih mengetahui fakta bahwa keduanya memiliki habitat yang sama.
“Karena sifatnya menular melalui droplet, kelelawar pemakan buah yang memiliki habitat yang sama dengan kuda, dapat buang kotoran atau urine yang akhirnya bercampur dengan rumput yang menjadi makanan kuda. Sehingga rumput yang akan dimakan kuda, telah terkontaminasi dengan virus tersebut,” jelasnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penularan pada Manusia
Sedangkan, penularan virus Hendra pada manusia biasanya melalui kontak erat, disertai tingkat higienitas yang rendah lanjut Laura.
Penyakit akibat virus ini dapat menyebabkan gejala demam, batuk, sakit pada tenggorokan, ataupun ensefalitis atau radang otak.
Penyakit akibat virus ini dinyatakan sebagai kondisi endemis di Australia, yakni kondisi dengan jumlah terkendali tapi dapat mengancam kesehatan masyarakat karena sewaktu-waktu bisa menyebabkan wabah.
Laura menyarankan, meski belum pernah ditemukan di Indonesia, informasi yang ada sebaiknya dijadikan peringatan tersendiri.
“Mengingat Indonesia juga memiliki hewan ternak yang tidak sedikit, pemerintah juga harus menyadari dan mengawasi bagaimana surveillance-nya, bagaimana cara agar hewan termasuk kuda tidak terjangkit virus Hendra,” katanya.
Dalam keterangan di waktu yang berbeda, ahli epidemiologi Dicky Budiman mengatakan, sebagaimana umumnya penyakit zoonosis yang menjadi wabah, biasanya virus Hendra memiliki potensi melahirkan varian baru.
“Bukan saat ini, bahkan sejak April terdeteksi bahwa varian baru yang lebih mematikan dan lebih cepat menular ini ditemukan di virus Hendra,” ujar Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Rabu (18/5/2022).
Advertisement
Perbedaan Virus Hendra Dulu dan Sekarang
Virus Hendra ini terdeteksi dari kotoran dan urine dari kelelawar genus Pteropus atau yang disebut juga flying fox.
Virus Hendra (HeV) adalah anggota famili Paramyxoviridae, genus Henipavirus. HeV pertama kali diisolasi pada tahun 1994 dari spesimen yang diperoleh selama wabah penyakit pernapasan dan neurologis pada kuda dan manusia di Hendra, pinggiran kota Brisbane, Australia.
Lantas apa perbedaan antara virus Hendra yang dulu dan sekarang?
“Perbedaannya terutama di penyebab kematian, jadi kalau dulu mungkin kematiannya banyak pada hewan, sekarang terakhir di Australia beberapa belas kuda mati dan ini tentu menunjukkan fatalitas potensi kematian pada hewan yang cukup mengkhawatirkan.”
“Bila tidak dilakukan kajian untuk memahami perilaku termasuk melakukan surveilans yang kuat, kita akan bisa kebobolan, dalam artian dampaknya pada manusia pada gilirannya bisa terjadi.”
Selain berdampak pada kuda, virus Hendra juga memengaruhi manusia walau hingga kini kasusnya masih terbilang sedikit.
“Walaupun saat ini kasusnya di manusia masih tergolong sedikit, tapi virus Hendra ini adalah salah satu yang tergolong berpotensi menyebabkan pandemi dan menyebabkan wabah besar dengan dampak yang sangat serius pada manusia.”
Masih Jarang Terjadi pada Manusia
Melansir laman Centers for Disease Control and Prevention (CDC), virus ini terkait dengan virus Nipah, spesies lain dalam genus Henipavirus. Reservoir alami virus Hendra telah diidentifikasi sebagai kelelawar dari genus Pteropus.
Sejak 1994 hingga 2013, infeksi virus Hendra pada manusia masih jarang terjadi; hanya tujuh kasus yang dilaporkan.
Pada 2009, ada tiga orang meninggal karena virus mematikan ini dan para ilmuwan telah bergegas untuk menemukan sumbernya, melansir ABC.
Penularan virus Hendra ke manusia dapat terjadi setelah terpapar cairan dan jaringan tubuh atau kotoran kuda yang terinfeksi virus Hendra.
Kuda dapat terinfeksi setelah terpapar virus dalam urine kelelawar genus Pteropus yang terinfeksi.
Sampai 2014, tidak ada penularan dari manusia ke manusia yang telah didokumentasikan.
Setelah inkubasi 9-16 hari, infeksi virus Hendra dapat menyebabkan penyakit pernapasan dengan tanda dan gejala mirip flu yang parah. Dalam beberapa kasus, penyakit dapat berkembang menjadi ensefalitis atau radang otak.
Meskipun infeksi virus Hendra jarang terjadi, tapi kasus fatalitasnya tinggi: 4/7 (57 persen).
Advertisement