Liputan6.com, Jakarta Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Budi Sylvana mengungkapkan bahwa setiap tahunnya jemaah haji Indonesia didominasi oleh lansia dan memiliki risiko tinggi.
Dari 100.051 jemaah haji yang akan berangkat pada tahun 2022 ini, setidaknya ada 35,81 persen jemaah yang memiliki risiko tinggi.
Baca Juga
"Jika kita filter lagi dari 35 persen ini, ada 25.481 orang yang memiliki risiko tinggi dengan komorbid," ujar Budi dalam konferensi pers Kesiapan Bidang Kesehatan dalam Pelaksanaan Ibadah Haji pada Kamis, (2/6/2022).
Advertisement
"Jadi mengingat kondisi jemaah yang didominasi lansia, tahun ini layanan kesehatan juga akan dilengkapi dengan penggunaan teknologi yang insyaAllah akan launching pada pemberangkatan kloter pertama," kata Budi.
Budi menambahkan, untuk pertama kalinya Kemenkes akan menggunakan aplikasi Telejemaah, Telepetugas yang akan mengeksekusi semua layanan kesehatan jemaah, dan wristband yang akan digunakan oleh jemaah yang berisiko tinggi.
"Wristband semacam smartwatch yang akan digunakan oleh jemaah yang berisiko tinggi. Artinya, jemaah yang berisiko tinggi tahun ini akan dimonitor petugas melalui sistem," ujar Budi.
Budi mengharapkan penggunaan wristband tersebut dapat membantu untuk memantau kondisi jemaah dengan risiko tinggi. Sebanyak tiga ribu wristband akan dibagikan pada jemaah dengan kategori tersebut selama Ibadah Haji 2022.
Jemaah yang akan mendapatkannya adalah mereka yang memiliki penyakit bawaan seperti penyakit jantung, hipertensi, dan lainnya yang masuk dalam golongan berisiko tinggi.
Syarat PCR Berubah
Dalam kesempatan yang sama, Budi juga mengungkapkan bahwa per pagi ini, syarat untuk melakukan PCR bagi calon jemaah telah diubah.
"Dua hari yang lalu pihak Gaza masih mengatakan 48 jam sebelum keberangkatan sudah harus ada hasil PCR. Tapi ternyata alhamdulillah tadi kita dapat suratnya, diperbaiki kembali," kata Budi.
"Syarat memasuki Saudi adalah 72 jam sebelum keberangkatan. Ini perlu diinfokan juga pada jemaah dan petugas yang ada di lapangan bahwa hasil PCR sudah harus keluar 72 jam sebelum jemaah berangkat," tambahnya.
Budi menjelaskan, syarat yang berkaitan dengan hasil PCR tersebut tidak dapat diganggu gugat. Termasuk apabila hasil PCR belum keluar pada waktu yang ditentukan.
"Jadi jemaah yang hasil PCR belum keluar dari 72 jam itu mungkin tidak akan diberangkatkan. Untuk itu, waktu ini harus kita perhitungkan terutama oleh petugas dalam menyampaikan terkait waktu pemeriksaan PCR," kata Budi.
Dari peserta jemaah haji tahun ini, Budi mengungkapkan bahwa 95.702 jemaah haji atau 95,7 persen sudah melakukan pemeriksaan kesehatan.
Advertisement
Vaksinasi Wajib bagi Peserta
Lebih lanjut Budi mengungkapkan syarat yang berkaitan dengan vaksinasi COVID-19 juga telah dipenuhi oleh para calon jemaah haji yang akan berangkat.
Budi menuturkan, jemaah haji Indonesia yang sudah memenuhi vaksinasi COVID-19 dosis lengkap (dua dosis) mencapai 95 persen. Bahkan, 95,7 persen jemaah haji sudah menerima vaksinasi meningitis.
"Untuk vaksin meningitis, karena ini sifatnya juga masih mandatory, jemaah haji Indonesia saat ini sudah mencapai 95,7 persen," ujar Budi.
"Namun jika pada saatnya ada jemaah yang belum memenuhi persyaratan ini, kemungkinan memang tidak bisa diberangkatkan karena ini sifatnya mandatory dari Saudi," tambahnya.
Bagi para jemaah haji yang belum melakukan vaksinasi meningitis, maka diharapkan untuk segera melakukannya. Terlebih, masih ada waktu satu bulan untuk pemberangkatan kloter selanjutnya yakni pada 3 Juli 2022 mendatang.
"Jadi kita masih punya waktu sebulan untuk menyelesaikan itu," Budi menjelaskan.
Syarat vaksin meningitis pun sama seperti persyaratan PCR yang bersifat wajib. Sehingga harus dilakukan oleh semua calon jemaah haji yang akan berangkat pada tahun ini.
Persiapan untuk Jemaah
Dalam kesempatan yang sama, Budi juga mengungkapkan bahwa petugas kesehatan Indonesia yang akan bertugas untuk mengurus para calon jemaah haji pada tahun ini pun mengalami pengurangan.
"Kalau tahun kemarin kita ada 1.832 petugas yang kita tugaskan. Saat ini hanya ada 776 orang petugas yang kita siapkan," ujar Budi.
Meski kuantitas petugas kesehatan berkurang, Budi menjelaskan ada penambahan dalam hal jenisnya. Sehingga, tahun ini ada 12 jenis spesialisasi yang disiapkan Kemenkes.
Spesialis tersebut adalah spesialis penyakit dalam, spesialis paru, spesialis jantung dan pembuluh darah, spesialis saraf, spesialis bedah ortopedi, spesialis bedah umum, spesialis kedokteran jiwa atau psikiater, spesialis rehab medik, spesialis anestesi, spesialis emergensi medis, spesialis kedokteran penerbangan, dan spesialis mikrobiologi klinik.
"Nah, spesialis mikrobiologi klinik ini yang akan kita mintai tolong tenaganya untuk mengendalikan pencegahan dan pengendalian infeksi selama di Arab Saudi," ujar Budi.
"Karena kita tahu haji tahun ini masih haji dalam musim pandemi. Jadi segala bentuk antisipasi masih harus kita lakukan," Budi menjelaskan.
Advertisement