Liputan6.com, Jakarta - Konsumsi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) semakin meningkat. Hal ini disebabkan masih relatif rendahnya cakupan ketersediaan air bersih/minum perpipaan di Indonesia yang baru 20,69 persen pada 2021.
Angka itu rendah jika dibandingkan dengan total penduduk yang membutuhkan air minum/bersih yang memenuhi standar kualitas dan keamanan. Sedangkan, AMDK disebut-sebut memiliki risiko pada kesehatan karena bisa mengandung Bisfenol A (BPA) dari kemasan plastik polikarbonat (PC).
Baca Juga
BPA merupakan salah satu bahan penyusun plastik PC kemasan air minum dalam galon yang pada kondisi tertentu dapat bermigrasi dari kemasan plastik PC ke dalam air yang dikemasnya.
Advertisement
BPA bekerja atau berdampak pada kesehatan melalui mekanisme endocrine disruptors atau gangguan hormon khususnya hormon estrogen sehingga berkorelasi pada gangguan sistem reproduksi baik pria maupun wanita.
BPA juga dapat meningkatkan risiko diabetes dan obesitas, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan ginjal, kanker, perkembangan kesehatan mental, Autism Spectrum Disorder (ASD), dan pemicu Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
Karena dampak BPA terhadap kesehatan menjadi perhatian serius di beberapa negara, pada tahun 2018 Uni Eropa menurunkan batas migrasi BPA yang semula sebesar 0,6 bpj (bagian per juta) turun menjadi 0,05 bpj.
Beberapa negara seperti Prancis, Brazil, Negara Bagian Vermont, dan distrik Columbia (Amerika Serikat) telah menetapkan pelarangan penggunaan BPA pada kemasan pangan, termasuk AMDK.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pengaturan BPA di Indonesia
Semntara itu, Negara Bagian California (Amerika Serikat) mengatur pencantuman peringatan label bahaya BPA berupa potensi risiko kanker, gangguan kehamilan, dan fungsi reproduksi.
BPA termasuk dalam salah satu senyawa yang diatur dalam daftar Proposition 65 (Peraturan Negara Bagian California) yang harus mencantumkan peringatan pada label kemasan setiap produk dan pada ritel/rak penjualan.
Di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) melakukan tinjauan terhadap standar kemasan dan pelabelan AMDK.
Sebagaimana berlaku di dunia internasional, tinjauan yang dilakukan berdasarkan perkembangan hasil pengawasan, ilmu pengetahuan, teknologi, regulasi, serta bukti ilmiah di Indonesia dan di negara lainnya.
“Di Indonesia, persyaratan batas migrasi Bisfenol A pada kemasan plastik PC ditetapkan dalam Peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, sebesar 0,6 bpj,” jelas Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito dalam acara Sarasehan Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat melalui Regulasi Pelabelan BPA pada AMDK yang diselenggarakan pada Selasa (07/06/2022).
“Berdasarkan hasil pengawasan kemasan galon yang dilakukan Badan POM pada tahun 2021 dan 2022, baik dari sarana produksi maupun peredaran, ditemukan 3,4 persen sampel tidak memenuhi syarat batas maksimal migrasi BPA yang diperoleh di sarana peredaran,” tambahnya.
Advertisement
Hasil Pengawasan BPOM
Penny juga memaparkan, hasil uji migrasi BPA yang mengkhawatirkan berada pada 0,05 sampai 0,6 bpj sebesar 46,97 persen di sarana peredaran dan 30,91 persen di sarana produksi.
Hasil pengawasan kandungan BPA pada produk AMDK dengan kandungan BPA di atas 0,01 bpj (berisiko terhadap kesehatan) di sarana produksi sebesar 5 persen sampel galon baru dan di sarana peredaran sebesar 8,67 persen.
“Sehingga dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dan memberikan informasi yang benar dan jujur, Badan POM berinisiatif melakukan pengaturan pelabelan AMDK pada kemasan plastik dengan melakukan revisi Peraturan Badan POM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan,” kata Penny.
Pengaturan pelabelan BPA pada AMDK ini juga dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, regulasi, serta bukti ilmiah di negara lain.
“Dan perlu dipahami bersama bahwa isu BPA dalam produk pangan olahan ini bukan masalah kasus lokal atau nasional, tetapi merupakan perhatian global yang harus kita sikapi dengan cerdas dan bijaksana untuk kepentingan perlindungan kesehatan konsumen.”
Aturan Label pada AMDK
Agar tidak terjadi penyimpangan informasi, peraturan ini hanya mengatur kewajiban mencantumkan tulisan cara penyimpanan pada label AMDK sebagai berikut:
“Simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam” dan pencantuman label “Berpotensi Mengandung BPA” pada produk AMDK yang menggunakan kemasan plastik PC.
Namun, pencantuman label “Berpotensi Mengandung BPA” dikecualikan untuk produk AMDK dengan hasil analisis BPA tidak terdeteksi dengan nilai Limit of Detection (LoD) ≤ 0,01 bpj dan migrasi BPA dari kemasan plastik polikarbonat memenuhi ketentuan perundang-undangan.
Penny kemudian menegaskan beberapa poin penting dalam pengaturan pelabelan AMDK pada kemasan plastik antara lain:
- Tidak melarang penggunaan kemasan galon PC sehingga dapat dipastikan tidak ada potensi kerugian ekonomi bagi pelaku usaha. Hal ini semata untuk kepentingan perlindungan konsumen dan juga pelaku usaha (agar tidak ada liabiliti atau tuntutan hukum di kemudian hari).
- Regulasi ini hanya berlaku untuk AMDK yang mempunyai ijin edar sehingga tidak berdampak terhadap depot air minum isi ulang.
- Adanya regulasi ini, diharapkan dapat menggerakan pelaku usaha berinovasi sehingga muncul kompetisi/daya saing untuk menghasilkan produk yang aman dan bermutu, sehingga masyarakat diuntungkan.
- Bila produk AMDK kemasan galon PC dapat memenuhi ketentuan yang ditetapkan maka label produk beredar tidak perlu dicantumkan “Berpotensi Mengandung BPA”.
- Pencantuman informasi dapat berupa sticker atau inkjet atau teknologi lainnya sepanjang melekat kuat dan tidak mudah terhapus.
“Sekali lagi, kami menggugah kesadaran dan tanggung jawab kita bersama baik selaku produsen maupun konsumen demi kebaikan bersama dalam upaya kita membangun masyarakat yang sehat, produktif dan berdaya saing,” tutup Penny.
Advertisement