Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan perkembangan terbaru soal pandemi COVID-19.
Berdasarkan laporan yang ada, jumlah kasus baru dan kematian akibat COVID-19 memang terus mengalami penurunan. Namun Tedros berpendapat bahwa hal tersebut belum cukup untuk mengatakan bahwa pandemi telah berakhir.
Baca Juga
"Persepsi bahwa pandemi telah berakhir dapat dimengerti, tetapi itu salah arah," ujar Tedros mengutip laman United Nations News pada Kamis (9/6/2022).
Advertisement
Hal tersebut lantaran tujuh ribu orang tercatat meninggal dunia karena COVID-19 dalam seminggu terakhir.
"Varian baru dan bahkan yang lebih berbahaya bisa muncul kapan saja, dan masih banyak orang yang tetap tidak terlindungi," kata Tedros.
"Pandemi belum berakhir dan kami akan terus mengatakan ini belum berakhir sampai benar-benar selesai," sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama, Tedros mengungkapkan bahwa penurunan kasus yang terjadi memang jadi hal yang menggembirakan. Apalagi dengan adanya peningkatan capaian vaksinasi COVID-19.
"Jelas merupakan tren yang sangat menggembirakan, dengan meningkatnya vaksinasi jelas menyelamatkan nyawa," ujarnya.
Namun di sisi lain, WHO juga masih mendesak masyarakat untuk tetap berhati-hati. Mengingat testing dan vaksinasi yang dilakukan sebenarnya belumlah cukup untuk dapat mengatakan pandemi sudah berakhir.
"Secara global, tidak ada testing yang cukup, dan tidak ada vaksinasi yang cukup. Rata-rata, sekitar tiga perempat petugas kesehatan dan orang berusia di atas 60 tahun di seluruh dunia telah divaksinasi. Tetapi tingkat ini jauh lebih rendah di negara-negara berpenghasilan rendah," kata Tedros.
68 Negara Belum Penuhi Target Vaksinasi
Lebih lanjut Tedros mengungkapkan bahwa sebanyak 68 negara belum mencapai cakupan vaksinasi COVID-19 sebesar 40 persen. Padahal pasokan vaksin saat ini ada dalam status mencukupi.
Menurut Tedros, hal tersebut disebabkan oleh minat vaksinasi yang rendah atau kurang. WHO pun masih melakukan serangkaian upaya untuk mendorong percepatan vaksinasi.
"WHO dan mitra kami bekerja dengan negara untuk mendorong vaksinasi ke tempat dimana orang-orang berada, dengan mobile, kampanye door-to-door, dan memobilisasi para pemimpin masyarakat”, ujar Tedros.
Di Indonesia sendiri, tren kasus COVID-19 saat ini tengah mengalami kenaikan. Pada grafik yang ada, kasus positif mingguan naik 31 persen (571 kasus) dari tanggal 22 Mei 2022.
Sedangkan pada kasus aktif harian, terjadi kenaikan sebanyak 328 atau sekitar 10 persen dari kasus aktif pada tanggal 2 Juni 2022.
"Perlu jadi perhatian bahwa terjadi kenaikan pada tren kasus positif (COVID-19) selama tiga minggu terakhir dan kasus aktif selama empat hari terakhir,” ujar Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Prof Wiku Adisasmito dalam konferensi pers pada Rabu, 8 Juni 2022.
Meski begitu, Wiku mengungkapkan bahwa kabar baiknya adalah kenaikan kasus tersebut tidak diikuti oleh kenaikan pada BOR (bed occupation rate) rumah sakit.
Advertisement
Level PPKM Bukan Indikator COVID-19 Terkendali
Hampir seluruh wilayah di Indonesia saat ini memiliki status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1.
Menurut Epidemiolog Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman hal tersebut pun patut untuk disyukuri dan diapresiasi.
Namun menurutnya, level PPKM bukanlah satu-satunya indikator yang dapat menentukan bahwa kasus infeksi COVID-19 sudah benar-benar turun.
“Tentu kita syukuri, kita apresiasi, karena ini adalah bentuk dari efektifnya sinergi antar lembaga, pemerintah, dan masyarakat. Berarti program pengendalian pandemi yang kita lakukan sudah tepat sasaran untuk konteks Indonesia,” ujar Dicky melalui pesan suara pada Health Liputan6.com, Rabu (8/6/2022).
"Terkendali itu bukan hanya melihat indikator kasus infeksi yang menurun atau tidak terdeteksi, bukan hanya melihat dari sisi kematian atau keparahan atau angka reproduksi dan test positivity rate saja. Tapi bagaimana tren penurunan dan indikator yang ada saat ini bisa bertahan. Hingga berapa lama tren ini bisa bertahan,” sambungnya.