Liputan6.com, Jakarta - Mimpi buruk mungkin hanya dianggap bunga tidur, siapapun bisa mengalaminya. Namun, jika itu terjadi setiap minggu atau bahkan setiap malam, itu bisa mengkhawatirkan.
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam eClinicalMedicine, mimpi buruk sebenarnya bisa menandakan timbulnya penyakit Parkinson.
Baca Juga
Sekelompok pria yang lebih tua yang sering mengalami mimpi buruk, dua kali lebih mungkin didiagnosis dengan Parkinson dibandingkan dengan pria yang tidak mimpi.
Advertisement
Penelitian sebelumnya mengklaim bahwa individu yang menderita penyakit Parkinson mengalami mimpi buruk lebih sering dari orang dewasa pada umumnya, ini adalah pertama kalinya mimpi buruk dianggap sebagai indikator risiko Parkinson.Â
Parkinson merupakan salah satu gangguan neurodegeneratif dan gerakan yang paling umum, yang menyebabkan hilangnya aktivitas otot yang terkontrol. Gejalanya berkembang dari waktu ke waktu, dan biasanya parkinson dimulai dengan getaran yang terlihat hanya di satu tangan.Â
Tremor pada penyakit Parkinson juga menyebabkan kekakuan atau perlambatan gerakan, yang pada akhirnya menyebabkan bicara menjadi pelan dan tidak jelas.
Jika pada usia lanjut mengalami perubahan dalam mimpi, tanpa ada pemicu dari luar, maka segera mencari bantuan dari profesional kesehatan.
"Meskipun dapat sangat bermanfaat untuk mendiagnosis penyakit Parkinson sejak dini, ada sangat sedikit indikator risiko dan banyak di antaranya memerlukan tes rumah sakit yang mahal atau sangat umum dan tidak spesifik, seperti diabetes," kata penulis utama dari Pusat Kesehatan Otak Manusia Universitas, Dr Abidemi Otaiku.
Gangguan Tidur dan Parkinson
Gangguan tidur seperti gerakan mata cepat (rapid eye movement/REM), yang melibatkan perilaku abnormal bermimpi buruk dan mimpi hidup, ternyata dapat menimbulkan penyakit Parkinson.
Gangguan tidur ini termasuk menjerit, menangis atau memukul ketika sedang diserang dan dikejar, terutama selama mimpi buruk di dalam tidurnya.
Alex Iranzo, ahli saraf di Rumah Sakit Barcelona, Spanyol, pada 2011 mengadakan tiga penelitian guna mencari hubungan antara gangguan REM dan parkinson.
Menurut Jurnal Lancet Neurology, penelitian yang dilakukan pada saat itu menerapkan tes otak SPECT (tes mengukur kadar dopamin) untuk menyimpulkan pasien Parkinson memiliki tingkat hormon dopamin.
Â
Advertisement
Selanjutnya
Dalam definisi Parkinson, kekurangan hormon dopamin di dalam daerah otak substansia nigra, yang terkait dalam fungsi belajar dan keharmonisan gerakan, mengakibatkan tremor dan kekakuan.
Hormon ini dilepaskan oleh aktivitas, seperti makanan, seks, narkoba, dan rangsangan netral.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa setelah tiga tahun pemantauan produksi pada kelompok pasien yang dikontrol, dopamin berkurang delapan persen disebabkan faktor usia.
Sementara, kelompok pasien gangguan REM mengalami penurunan 20 persen.
Setelah tiga tahun penelitian berakhir, tiga dari 20 pasien dengan gangguan tidur REM mengembangkan penyakit parkinson dan pengurangan dopamin mereka sekitar 30 persen.
Penulis penelitian berpendapat, sebuah obat harusnya secara signifikan dapat mencegah konsentrasi dopamin pada pasien-pasien tersebut.