Liputan6.com, Jakarta Riset terakhir yang dilakukan di Jepang dan beberapa negara Eropa melaporkan temuan penting terkait BA.4 dan BA.5.
Temuan yang disampaikan ahli epidemiologi Dicky Budiman menunjukkan, BA.4 dan BA.5 mengalami peningkatan kemampuan bereplikasi di sel paru. Maka dari itu, kedua subvarian Omicron ini disebut lebih fusogenik dan lebih patogenik ketimbang BA.2.
Baca Juga
“Artinya potensi keparahannya lebih infeksius dan potensi keparahannya ada,” ujar Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Rabu (15/6/2022).
Advertisement
Laboratorium di Jepang juga menemukan bahwa angka reproduksi efektif dari BA.4 dan BA.5 ini 1,2 kali lebih tinggi dari BA.2 atau yang sebelumnya mendominasi dunia.
“Artinya transmisi atau penularannya lebih efektif karena jika angka reproduksi di atas satu, artinya ada pertumbuhan eksponensial yang bisa terjadi.”
Temuan lain yang juga merupakan kabar kurang baik dari dua subvarian baru ini adalah jika orang atau sekelompok populasi pernah terinfeksi BA.1, BA.2, atau varian lain, maka mereka tetap tidak memiliki proteksi terhadap BA.4 dan BA.5.
“Meskipun sebelumnya orang tersebut sama-sama terinfeksi Omicron tapi tetap dia tidak punya proteksi BA.4 dan BA.5. Ini yang menjadikan kesadaran bagi kita betapa pentingnya booster dan kombinasi dengan masker.”
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Potensi Ancaman Serius
Epidemiolog dari Griffith University Australia itu menambahkan, saat ini para ahli dunia menyepakati bahwa BA.4 dan BA.5 memiliki potensi menjadi ancaman yang serius.
“Terutama di negara-negara yang belum memiliki modal imunitas memadai apalagi hibrid dengan Delta kurang kuat. Ini yang bisa menimbulkan gelombang besar artinya yang bisa meningkatkan jumlah orang masuk rumah sakit dan peningkatan kematian seperti di Portugal.”
Dicky juga menyampaikan, COVID-19 subvarian BA.4 dan BA.5 memiliki karakter yang lebih efektif lantaran terdiri dari kombinasi kecepatan menginfeksi Omicron dan kemampuan mengikat sel dari Delta.
Menurutnya, BA.4 dan BA.5 adalah subvarian Omicron, jadi masih bagian dari Omicron walaupun karakternya sudah sangat berbeda dari BA.1 dan BA.2.
“BA.4 atau khususnya BA.5 ini dia memiliki karakter yang merupakan kombinasi antara kecepatan menginfeksi yang dia warisi dari Omicron leluhurnya.”
“Dan dia mengadopsi juga mutasi dari Delta L452 yang membuat dia mudah terikat di receptor ACE2 dan mudah masuk ke dalam sel tubuh manusia untuk menginfeksi dan akhirnya mudah untuk bereplikasi di paru,” Dicky mengatakan.
Advertisement
Kemampuan Reinfeksi
Faktor-faktor tersebut lah yang membuat sebagian gejala orang yang terinfeksi BA.4 dan BA.5 khususnya yang belum divaksinasi lengkap terlihat hampir mirip dengan gejala COVID-19 varian Delta.
“Misalnya hilang penciuman, rasa lelah, dan pada kasus yang berat bisa seperti Delta, harus dibawa ke rumah sakit, ini merujuk data di Portugal.”
Selain itu, BA.4 dan BA.5 ini bisa menginfeksi ulang (reinfeksi). Jadi, meskipun sudah terinfeksi oleh Omicron sebelumnya, tapi tetap bisa terinfeksi lagi dengan BA.4 dan BA.5.
Mengingat karakter subvarian BA.4 dan BA.5 lebih efektif, maka tidak heran jika akan ada banyak kasus infeksi baru, lanjut Dicky.
“Namun, bedanya dalam konteks Indonesia, 2 tahun ini kita sudah membentuk modal imunitas yang artinya orang akan banyak yang tidak bergejala.”
Dari hasil analisis yang dilakukan Dicky, ia menemukan bahwa cakupan vaksinasi berbagai dosis sudah tinggi di berbagai negara, tapi kasus baru bisa tetap tinggi.
Berbeda di Setiap Negara
Ini terutama bagi negara dengan populasi lanjut usia (lansia) tinggi dan tidak memiliki bekal imunitas hibrid. Imunitas hibrid didapatkan ketika seseorang sudah sempat terinfeksi dan juga sudah divaksinasi.
“Pada negara yang belum terdampak besar Delta, ini akan memiliki risiko yang lebih besar karena modal imunitas hybrid-nya untuk memblokade dan meredam BA.4 dan BA.5 tidak memadai. Ini yang harus diwaspadai.”
Pada negara yang saat gelombang Delta terdampak besar dan sudah vaksinasi, maka akan ada proteksi silang terhadap BA.4 dan BA.5.
Kondisi setiap negara yang berbeda menjadi alasan mengapa kasus di suatu negara tidak bisa serta-merta dibandingkan dengan negara lain.
Dicky mengatakan, jika ingin membandingkan data atau indikator antar negara maka yang dilihat bukan hanya angka absolutnya. Namun, juga perlu dilihat dari sistem kesehatan, kualitas, kekuatan manajemen data, dan kapasitas testing serta tracing-nya
“Jadi tidak bisa misalnya angka kasus kita dibandingkan dengan negara lain seperti Amerika karena ini tidak apple to apple,” ujar Dicky.
Advertisement