Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa level transmisi COVID-19 di Indonesia akan naik ke level 2 berdasarkan level transmisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Hal ini dikarenakan penambahan kasus yang dipicu subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 di Indonesia.
“Berdasarkan level transmisi menurut WHO, Indonesia akan naik ke level 2. Sekarang kita masih seribu jadi kita monitor ketat,” ujar Budi dalam wawancara yang ditayangkan saluran YouTube Sekretariat Presiden dikutip Kamis (16/6/2022).
Baca Juga
Menurut Budi, level transmisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ini mirip dengan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diterapkan di Indonesia.
Advertisement
Ia menambahkan, level 1 transmisi menurut WHO adalah 20 kasus per 100 ribu penduduk per hari. Jika diterjemahkan ke penduduk Indonesia, angka tersebut setara 7.700 per hari.
Perkiraan naiknya level transmisi ke peringkat 2 dikarenakan kasus harian mulai menunjukkan peningkatan hingga tembus angka 1.000. Pihak Budi telah mempelajari pola dari subvarian baru yang menjadi penyebab peningkatan kasus yakni BA.4 dan BA.5.
“Kita amati di Afrika Selatan sebagai negara pertama masuknya BA.4 dan BA.5, puncaknya itu sepertiga dari puncak Omicron atau Delta sebelumnya. Jadi kalau kita Delta dan Omicron puncaknya di 60 ribu kasus per hari, kira-kira puncaknya BA.4 dan BA.5 di 20.000 per hari.”
Meski demikian, tingkat kematian yang disebabkan BA.4 dan BA.5 diperkirakan jauh lebih rendah. Mungkin, kata Budi, 1/12 atau 1/10 dari Delta dan Omicron.
“Jadi kita percaya akan ada kenaikan mungkin maksimalnya 20 ribu per hari satu bulan setelah diidentifikasi jadi sekitar minggu ketiga atau keempat Juli. Kemudian nanti akan turun kembali.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tetap Waspada dan Hati-Hati
Melihat kasus yang terus meningkat, Budi mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan konsisten menjalankan protokol kesehatan.
“Teman-teman tetap kita konsisten, di luar kita bisa membuka masker tapi begitu masuk kembali ke ruangan diharapkan dan disarankan kembali memakai masker.”
“Kita harus tetap waspada, karena mudah-mudahan Indonesia sudah baik sekarang, karena kita bukan negara yang sangat agresif untuk membuka, tetap waspada dan hati-hati.”
Imbauan waspada dan hati-hati dari Budi bukan tanpa alasan. Subvarian yang kini sedang banyak diteliti memang diketahui tak bisa dianggap remeh.
Menurut ahli epidemiologi Dicky Budiman, COVID-19 varian atau subvarian apapun jika dibiarkan maka dampaknya terhadap organ tubuh akan serius.
“Kalau tubuh terinfeksi secara berulang, dampaknya akan serius pada organ. Semakin ke sini, COVID-19 semakin terbukti dapat memicu dampak serius jangka panjang bukan hanya pada organ paru saja tapi juga organ yang tak diduga sebelumnya seperti otak, saraf, bahkan gangguan pertumbuhan bayi bagi ibu hamil,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Kamis (16/6/2022).
Advertisement
Dampaknya Tidak Main-Main
Artinya, lanjut Dicky, dampak COVID-19 tidak main-main. Bahkan, COVID-19 pada anak-anak bisa meningkatkan risiko munculnya penyakit degeneratif di masa depan.
“Harus diingat bahwa kemampuan BA.4 dan BA.5 dalam mereinfeksi atau menginfeksi ulang menunjukkan bahwa membiarkan tubuh kembali terinfeksi tidak akan menyelesaikan masalah dan tidak membuat imunitas menetap.”
Hal yang paling aman untuk melindungi diri dari infeksi menurut Dicky adalah vaksinasi dan menjaga perilaku adaptif seperti memakai masker dan protokol lainnya.
Dicky juga memprediksi bahwa kasus-kasus kematian mendadak dan kasus stroke yang meningkat pada kelompok dewasa muda bisa saja memiliki kaitan dengan infeksi COVID-19.
“Kasus kematian mendadak dan stroke yang meningkat pada dewasa muda itu besar dugaan salah satunya terkait dengan infeksi COVID, yang pada prediksinya ke depan akan semakin banyak.”
“Jadi ini yang harus disadari bahwa prinsip mencegah infeksi COVID-19 harus tetap diutamakan daripada terinfeksi COVID-19,” ujar Dicky Budiman.
Terus Bermutasi
Bicara soal BA.4 dan BA.5, seharusnya masyarakat lebih tersadarkan bahwa virus ini terus bermutasi, imbuh Dicky. Mutasi lebih mungkin terjadi ketika masyarakat tidak menerapkan langkah-langkah pencegahan yang bisa meminimalisasi penularan.
“Dan ketika protokol kesehatan publik kita biarkan longgar maka virus bebas bermutasi dan semakin mengurangi efektivitas alat yang kita punyai yaitu vaksin.”
“Kita tidak boleh main-main, kita tidak boleh abai dan terus berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan termasuk berbagai negara dalam menekan kasus sampai modal imunitas global memadai.”
BA.4 dan BA.5 tidak bisa dianggap remeh karena kedua subvarian ini memiliki karakter yang lebih efektif.
Menurut Dicky, BA.4 dan BA.5 terdiri dari kombinasi kecepatan menginfeksi Omicron dan kemampuan mengikat sel dari Delta. BA.4 dan BA.5 adalah subvarian Omicron, jadi masih bagian dari Omicron walaupun karakternya sudah sangat berbeda dari BA.1 dan BA.2.
“BA.4 atau khususnya BA.5 ini dia memiliki karakter yang merupakan kombinasi antara kecepatan menginfeksi yang dia warisi dari Omicron leluhurnya.”
“Dan dia mengadopsi juga mutasi dari Delta L452 yang membuat dia mudah terikat di receptor ACE2 dan mudah masuk ke dalam sel tubuh manusia untuk menginfeksi dan akhirnya mudah untuk bereplikasi di paru,” kata Dicky.
Ini yang membuat sebagian gejala orang yang terinfeksi BA.4 dan BA.5 khususnya yang belum divaksinasi lengkap terlihat hampir mirip dengan gejala Delta.
“Misalnya hilang penciuman, rasa lelah, dan pada kasus yang berat bisa seperti Delta, harus dibawa ke rumah sakit, ini merujuk data di Portugal.”
Advertisement