Liputan6.com, Jakarta Indonesia tengah dilanda kenaikan kasus COVID-19 beberapa pekan terakhir yang diakibatkan kemunculan subvarian Omicron BA.4 dan BA.5. Varian baru ini menjadi penyebab terjadi lonjakan kasus COVID-19 di sejumlah negara lain.
Kasubbid Dukungan Kesehatan Satgas COVID-19 Alexander Ginting mengakui, kenaikan kasus COVID-19 yang terjadi disebabkan oleh munculnya varian Omicron BA.4 dan BA.5.
Baca Juga
"Jadi, memang benar bahwa setiap ada perubahaan varian, itu menyebabkan terjadi kenaikan kasus," ujar Alex saat diskusi Awas, Omicron Kembali Mengintai Indonesia, ditulis Minggu (19/6/2022).
Advertisement
Walau begitu, kenaikan kasus yang terjadi tak hanya disebabkan munculnya varian baru, melainkan ada faktor lainnya. Pertama, longgarnya penerapan protokol kesehatan masyarakat.
"Tapi kenaikan kasus ini juga dibarengi oleh faktor-faktor lain. Salah satunya adalah terjadinya pelonggaran protokol kesehatan di masyarakat, individu, keluarga ataupun komunitas," terang Alex.
Faktor kedua, seiring dengan semangat perbaikan dan pemulihan ekonomi nasional yang menyebabkan terjadinya peningkatan mobilitas.Â
Mobilitas ini tertuang dalam surat edaran Satgas COVID-19 tentang Protokol Kesehatan bagi Pelaku Perjalanan Dalam Negeri No. 18 dan Surat Edaran No. 19 tentang Protokol Kesehatan bagi Pelaku Perjalanan Luar Negeri.
"Ini juga memengaruhi terjadinya mobilitas yang tinggi. Artinya, banyak orang Indonesia ke luar dan banyak orang luar masuk Indonesia," ungkap Alex.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tak Lagi Wajib Tes PCR
Faktor ketiga, menurut Alexander Ginting, adalah pelonggaran peraturan yang tidak mewajibkan pelaku perjalanan melakukan tes PCR dan lain-lain. Hal ini seiring dengan vaksinasi yang memadai. Sehingga pelonggaran persyaratan dialihkan ke persyaratan vaksinasi COVID-19.
Dalam upaya menekan penyebaran varian Corona, Pemerintah akan melanjutkan penerapan strategi pengendalian COVID-19 berlapis yang selama ini diterapkan. Apalagi pandemi COVID-19 belum berakhir dan corona virus ini akan terus bermutasi dan menular.Â
"Sekarang kita masuk dalam penerapan protokol kesehatan di tingkat desa dan kelurahan yang disebut skala micro. Ini yang tidak boleh kemah. Sebab, ini bagian dari sistem ketahanan negara," beber Alex melalui pernyataan tertulis yang diterima Health Liputan6.com.
Advertisement
Mampu Hindari Antibodi
Terkait varian baru Omicron BA. 4 dan BA.5, Alexander Ginting melanjutkan, muncul dengan karakter unik yakni mampu menghindari antibodi sistem kekebalan tubuh atau yang disebut escape immunity.
"Memang jelas bahwa varian BA.4 dan BA.5 ini dilaporkan juga memiliki kemampuan penurunan kemampuan terhadap Antibodi monoklonal jadi dia memiliki kemampuan escape," terangnya.
Alex menambahkan, dua varian di atas memiliki sifat yang mudah menular dari satu orang ke orang lainnya. Termasuk orang-orang yang sudah mendapat vaksinasi lengkap dan booster COVID-19.
Meski demikian, varian omicron BA.4 dan BA.5 tidak memiliki tingkat infeksi separah varian Delta atau Omicron.
“Sehingga dengan adanya subvarian BA.4 dan BA.5 ini hanya menimbulkan gejala ringan, tidak sama dengan waktu Delta," jelas Alex.
Tingkat Vaksinasi Rendah
Lebih lanjut, kata Alexander Ginting, selama tingkat vaksinasi rendah (timpang), maka virus COVID-19 semakin bermutasi atau berkembang.
"Kita lihat di Afrika ini (varian B.1.1.529 atau Omicron) setelah Omicron masuk ke berbagai negara, dia juga ikut berkembang bermutasi terus berlangsung, khususnya di negara yang vaksinasinya timpang," pungkasnya.
"Afrika selatan sebagai contoh salah satu negara yang akses vaksinasinya tidak merata dan terus berkembang."
Bagi orang dengan komorbid (penyakit penyerta) dan belum di vaksinasi COVID-19, varian Omicron bisa menimbulkan kesakitan parah.
Oleh karena itu, masyarakat diimbau melakukan upaya proteksi diri. Salah satunya dengan vaksinasi lengkap dan booster COVID-19.
"Tujuannya jika suatu saat terinfeksi, maka hanya mengalami gejala ringan alias menurunkan risiko kesakitan parah hingga rawat inap," ujar Alex.
Advertisement