Sukses

PMK Juga Bisa Tanpa Gejala Layaknya COVID-19, Begini Awal Mulanya di Indonesia

Tidak semua hewan yang terkena penyakit mulut dan kuku (PMK) akan menunjukkan gejala.

Liputan6.com, Jakarta - Jelang Hari Raya Idul Adha pada 10 Juli 2022 mendatang, banyak hewan ternak yang masuk kandidat hewan kurban seperti sapi dan kambing terinfeksi penyakit mulut dan kuku (PMK).

Penyakit yang menimpa hewan ternak berkuku belah itu pun menjadi ramai diperbincangkan. Ternyata PMK bukan baru-baru saja muncul di Indonesia pada saat ini, melainkan sudah pernah terjadi sebelumnya pada 1887.

Hal tersebut dikonfirmasi oleh dokter hewan sekaligus dosen Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) Institut Pertanian Bogor (IPB), Denny Widaya Lukman.

Denny mengungkapkan bahwa wabah PMK pertama kali terdeteksi pada tahun 1887 di Indonesia. Setelah hampir 10 dekade setelahnya yakni pada 1986, Indonesia sempat mendeklarasikan sudah terbebas dari PMK.

Bahkan pada tahun 1990, Indonesia diakui oleh Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (World Organisation for Animal Health/WOAH) dengan status bebas PMK tanpa vaksinasi.

"Jadi kita sempat bebas dari penyakit ini sejak tahun 1990 yang diakui oleh dunia," ujar Denny dalam webinar Sosialisasi Kurban Dalam Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku ditulis Kamis, (30/6/2022).

Denny menjelaskan, PMK yang disebabkan oleh Aphtovirus famili Picornaviridae ini kebetulan memang menyerang semua hewan kurban. Selain itu, PMK juga dapat terjadi pada babi dan unta.

Penyakit mulut dan kuku sendiri dapat menimbulkan gejala tertentu pada hewan yang terinfeksi. Namun pada beberapa kasus, terdapat pula hewan terinfeksi tapi tidak menunjukkan gejala. 

2 dari 4 halaman

Bukan OTG, Tapi HTG (Hewan Tanpa Gejala)

Dalam kesempatan yang sama, Denny mengungkapkan bahwa sumber virus yang menyebabkan PMK juga bermacam-macam. Seperti dari hewan yang sakit kemudian menularkan, hewan yang telah mati, dan hewan yang tidak menunjukkan gejala sama sekali.

Pada hewan PMK tanpa gejala, virus tersebut dapat ditemukan pada beberapa bagian lain dalam tubuhnya.

"Pada hewan yang sakit atau yang tidak menunjukkan gejala, maka virus dapat ditemukan di air liurnya, di spermanya, di air susunya, dalam jeroan, dan dalam kelenjar pertahanan hewan ketika disembelih," kata Denny.

Sehingga PMK dapat digambarkan layaknya COVID-19 pada manusia, yang mana dapat terjadi tanpa muncul gejala lebih dulu. Pada kasus PMK, hewan yang biasanya tidak menimbulkan gejala adalah kambing dan domba.  

"Pada kambing dan domba jarang sekali menimbulkan gejala yang dapat kita lihat. Jadi kambing dan domba ini pada saat seperti kita COVID-19, dia itu tanpa gejala," ujar Denny.

"Jadi kalau di COVID-19 itu ada OTG, orang tanpa gejala. Maka pada hewan ini adalah HTG, hewan tanpa gejala," tambahnya. 

3 dari 4 halaman

Tidak Dapat Menular ke Manusia

Sejak merebaknya kabar tersebut, tak sedikit masyarakat yang merasa khawatir akan tertular oleh virus yang menyebabkan PMK. Terutama bagi mereka yang memiliki kontak erat dengan hewan ternak.

Namun Denny menegaskan bahwa PMK yang terjadi pada hewan tidak dapat menular ke manusia. Begitupun pada seseorang yang bertugas untuk menyembelih hewan yang ternyata mengidap PMK namun tidak menunjukkan gejala.

"Penyakit ini tidak menular ke orang. Sekali lagi, penyakit ini tidak menular ke orang. Pertanyaannya, 'Pak kalau saya menyembelih kebetulan hewannya sakit apakah saya juga akan tertular?', tidak. Sekali lagi, tidak menular ke orang," ujar Denny.

Dalam kasus PMK, manusia hanya berperan untuk membawa virus PMK dari hewan yang sakit ke hewan yang sehat.

"Jadi peran manusia atau perilaku manusia ini sangat penting. Oleh sebab itu kenapa pemerintah menghimbau ataupun melarang lalu lintas hewan dari daerah yang tertular ke daerah yang bebas, karena ini akan membawa virus ke daerah yang bebas," kata Denny.

4 dari 4 halaman

Saran Bila Hendak Potong Hewan Kurban

Lebih lanjut Denny mengungkapkan soal kiat-kiat untuk memotong hewan kurban di masa pandemi COVID-19 maupun hal apa saja yang dapat dilakukan agar dapat memotong hewan kurban secara aman.

Pertama, Denny menghimbau pemotongan hewan kurban untuk dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH). Hal tersebut lantaran hewan kurban akan lebih terawasi kondisinya oleh pemerintah, dokter hewan, dan mantri hewan.

"Namun kami atau kita semua juga paham bahwa tidak semua tempat itu ada RPH, pun kalau RPH dia tidak dapat memenuhi jumlah pemotongan yang luar biasa di Idul Adha. Tapi intinya kenapa di RPH? Karena di RPH itu diawasi," kata Denny.

Selanjutnya Denny menjelaskan bahwa pemerintah dalam peraturan undang-undang juga mengizinkan pemotongan hewan kurban di luar RPH. Namun perlu adanya izin ke pemda setempat dan dinas yang menyelenggarakan fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan.

"Karena pemerintah berharap penyakit ini tidak menyebar lebih luas. Jadi jangan sampai tindakan kita dalam proses pemotongan hewan kurban mencemari lingkungan dan hewan di sekitar kita," ujar Denny.