Liputan6.com, Jakarta - Jelang Idul Adha, wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak bukan hanya jadi kekhawatiran peternak tapi juga masyarakat luas.
Penyebaran virus penyebab PMK ini memang cepat. Bahkan dalam jurnal disebutkan Aphtovirus famili Picornaviridae penyebab PMK ini merupakan airborne disease yang bisa menular hingga radius 10 km.
Baca Juga
Penularan yang cepat menyebabkan 298.474 hewan ternak yang tersebar di 223 kabupaten/kota di 19 provinsi terjangkit penyakit mulut dan kuku. Masih ada 195.260 hewan ternak yang belum sembuh. Lalu ada 1.774 yang sudah mati gegara terinfeksi PMK.
Advertisement
Untungnya, sudah 98.837 hewan ternak yang sudah sembuh berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, dikutip lewat laman Siaga PMK yang diakses 30 Juni 2022 pukul 17.35 WIB.
Salah satu upaya yang juga tengah diupayakan pemerintah saat ini untuk mencegah penyakit tersebut meluas adalah percepatan vaksinasi hewan ternak berkuku belah yang rentan terpapar PMK seperti sapi, kerbau, kambing, domba.
“Dengan ini diharapkan herd immunity bisa segera tercapai,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Airlangga mengatakan pemerintah bakal berusaha memenuhi 28 juta dosis vaksin sampai akhir 2022. Sebagian dari vaksin tersebut kini sudah sampai dan mulai disuntikkan ke hewan-hewan ternak.
"Sudah ada 3 juta dosis vaksin di Indonesia dengan anggaran yang sudah disiapkan, sehingga vaksin yang sudah ada harus segera disuntikkan," kata Airlangga dalam keterangan tertulis pada Rabu, 29 Juni 2022.
Vaksinasi PMK perdana sudah dilakukan pada 14 Juni 2022 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Selanjutnya, Pemerintah akan mendorong vaksinasi dasar bagi hewan ternak yaitu 2 kali vaksinasi dengan jarak 1 bulan, serta booster vaksin setiap 6 bulan.
Beberapa wilayah lain seperti Probolinggo, Malang, Padang, dan banyak wilayah lain mulai melakukan vaksinasi pada sapi. Ternak yang sudah divaksinasi wajib dipasangi penanda di telinga hewan atau eartag (dengan pengembang sistem yakni PT PERURI).
Sejauh ini, data Kementan menunjukkan sudah 172.192 hewan ternak yang tersebar di 185 kabupaten/kota pada 19 provinsi yang divaksinasi (data diakses pada 30 Juni 2022 pukul 14.54 WIB).
Jawa Timur menjadi provinsi dengan kasus PMK yang tinggi, maka capaian vaksinasi PMK pun tinggi. Provinsi tersebut sudah menyuntikkan 85.082 dosis vaksin pada hewan ternak yang berisiko.
Kementan sendiri menargetkan 800 ribu dosis vaksin terdistribusi sebelum Idul Adha. Hingga 29 Juni 2022, sudah 651.700 dosis vaksin yang disalurkan.
"Kami mengimbau agar mempercepat vaksinasi dengan vaksin yang sudah didistribusikan ke daerah," kata Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Kementan RI Agung Suganda saat sesi diskusi Amankah Berkurban Saat Wabah Mengganas? pada Rabu, 29 Juni 2022.
Bukan cuma vaksinasi, dari sisi distribusi obat juga terus dilakukan. Seperti obat antipiretik, analgesik, vitamin, disinfektan, antibiotik sudah disebarkan ke daerah-daerah yang terjangkit wabah PMK. Distribusi obat dilakukan ke wilayah yang terkonfirmasi positif PMK.
Selain vaksinasi, Presiden Joko Widodo juga memerintahkan kepada jajarannya untuk bisa memberikan ganti rugi kepada peternak yang hewan ternaknya dimatikan paksa akibat terjangkit wabah PMK.
"Penggantian terutama terhadap hewan yang dimusnahkan atau pun dimatikan paksa, pemerintah akan menyiapkan ganti. Terutama, bagi peternak UMKM sebesar Rp10 juta rupiah per sapi,” tutur Airlangga.
Pelaksanaan Vaksinasi Bakal Sasar 80 Persen Hewan Ternak Rentan
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian Nasrullah mengatakan, pihaknya menggunakan strategi vaksinasi cincin (ring vaccination), yang artinya menentukan area vaksinasi pada radius 1 km, 3 km dan 10 km di luar titik wabah.
"Strategi ini diambil dengan tujuan melindungi hewan rentan dengan nilai ekonomi tinggi dan masa hidup produksi lebih lama seperti ternak bibit dan perah. Serta untuk membatasi penyebaran dari hewan-hewan yang sering dilalulintaskan," terang Nasrullah.
Sebelum pelaksanaan vaksinasi PMK, Kementan terlebih dahulu melakukan bimbingan teknis kepada 18.407 petugas vaksinasi di 19 provinsi tertular PMK. Seperti disampaikan Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Republik Indonesia Kuntoro Boga Andri.
Program vaksinasi ini juga melibatkan petugas pusat kesehatan hewan, dokter hewan, paramedik, inseminator, dokter hewan penyuluh, dan mahasiswa kedokteran hewan dari perguruan tinggi di wilayah pelaksanaan vaksinasi.
Setiap tim vaksinator beranggotakan 3 sampai 5 orang petugas yang terdiri dari dokter hewan sebagai ketua tim dan paramedik sebagai pelaksana vaksinasi dan pencatat data, tambah Kuntoro.
“Hewan ternak yang pernah terjangkit PMK dan sembuh untuk sementara tidak menjadi target vaksinasi darurat karena telah memiliki kekebalan alami,” katanya.
“Untuk itu, pemerintah mengejar target vaksinasi untuk dilaksanakan secara cepat dan massal agar mencapai kekebalan kelompok pada minimal 80 persen populasi hewan rentan.”
Sesudah hewan ternak divaksin, peternak diharapkan untuk terus menjaga dan memeliharan hewan ternak dengan baik. Seperti meningkatkan biosecurity kandang, mengurangi intensitas kunjungan dari kandang ke kandang.
Advertisement
Hewan Ternak yang Diprioritaskan Dapat Vaksin PMK
Saat ini baru ada 800.000 dosis vaksin PMK. Jumlah ini memang terbilang terbatas. Maka ada prioritas hewan ternak tertentu yang divaksin. Salah satunya, hewan ternak yang masa hidupnya lama.
"Vaksinasi memang pencegahan untuk hewan ternak. Ternak yang divaksin adalah ternak yang masih sehat. Untuk vaksin, kami juga sebenarnya yang prioritas dulu, karena jumlah vaksin terbatas," terang Agung.
"Sehingga diprioritaskan untuk hewan ternak dengan harga yang mahal dan tinggi. Misalnya, untuk ternak sapi perah yang masa hidupnya lama. Selanjutnya, bisa diprioritaskan untuk hewan ternak yang akan dikurbankan atau dipotong."
Vaksinasi PMK untuk hewan ternak masih di bawah 50 persen, lanjut Agung, dipengaruhi distribusi. Vaksin yang sudah terdistribusi sebanyak 651.700 dosis dengan 48,42 persen yang baru disuntikkan.
"Kenapa vaksinasi masih di bawah 50 persen? Ya, karena memang distribusinya. Kami, beberapa hari sebelumnya mendistribusikan vaksin dan segera sampai di provinsi. Dari provinsi langsung didistribusikan ke kabupaten/kota," katanya.
Pakar Sayangkan Vaksinasi PMK Tak Masif
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB Dwi Andreas Santosa menilai program vaksinasi PMK untuk hewan ternak yang saat ini dilakukan pemerintah belum masif. Vaksin PMK yang sudah disuntikkan sebesar 172 ribu dosis masih jauh dari mencukupi jika dibanding dengan area penyebaran virus, dimana menurut data sudah bertambah menjadi 223 kabupaten/kota.
"Mengatasinya sudah sangat sulit. Dalam arti bagaimana mengatasi dengan hanya sekadar vaksinasi, enggak bisa. Untuk itu, kalau mau totally mengatasi, ya stamping out. Artinya hewan yang terkena penyakit ini dimusnahkan," ujar dia kepada Liputan6.com, Kamis (30/6/2022).
Kendati begitu, Andreas masih berharap program vaksinasi PMK bisa lebih digiatkan. Pasalnya, proses pemusnahan massal hewan ternak yang sudah terjangkit virus cenderung mustahil dilakukan.
"Kalau di negara-negara lain untuk mengatasi PMK kan mereka melakukan stamping out, jadi dimusnahkan hewan yang terkena. Di Indonesia tidak memungkinkan. Walaupun beberapa anggota DPR usul juga terkait dengan stamping out, tapi itu sulit, karena biayanya akan sangat tinggi," bebernya.
Merujuk pada data penyebaran PMK di lebih dari 200 kabupaten/kota, Andreas merasa stamping out memang tidak akan efektif lagi dilakukan.
"Lalu yang bisa dilakukan, vaksinasi sudah barang tentu. Tapi vaksinasi kita sementara kan masih terkendala dengan vaksinnya. Jadi ini yang perlu segera diatasi pemerintah agar ternak-ternak bisa divaksinasi," tuturnya.
"Sekarang ini yang paling efektif memang vaksinasi, enggak bisa yang lain," tegas Andreas.
Advertisement
Pengendalian PMK Mirip COVID-19
Airlangga mengatakan bahwa penanganan PMK bukan hanya masalah pencegahan tapi harus lebih luas. Hal ini mengingat hewan ternak adalah aset. Bila PMK tidak teratasi akan menjadi kerugian yang tak ternilai, khususnya bagi peternak kecil.
Maka dari itu Pemerintah membentuk Satgas Penanganan PMK atas perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Bapak Presiden sudah menyetujui struktur daripada Satgas Penanganan PMK yang nanti akan dipimpin oleh Kepala BNPB dan nanti diwakili wakilnya antara lain dari Dirjen Peternakan, Dirtjen Bangda Kemendagri, Deputi Kemenko, dan Asops Kapolri, dan Panglima TNI," kata Airlangga Hartarto saat jumpa pers di Istana Bogor, Kamis (23/6/2022).
"Struktur ini mirror dengan penanganan COVID-19."
Airlangga melanjutkan, keputusan Satgas Penanganan PMK dicapai usai rapat internal yang dipimpin Jokowi dan dirinya. Selain itu, hadir mendampingi Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Menurut Airlangga, rapat juga memutuskan penanganan PMK dilakukan dengan berbasis level mikro seperti cara mengendalikan COVID-19.
“Jadi, seperti penanganan COVID-19 di Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ini akan diberikan larangan daripada hewan hidup dalam hal ini sapi untuk bergerak,” jelasnya.
PMK Tidak Menular ke Manusia tapi ...
Sejak merebaknya kabar tersebut, tak sedikit masyarakat yang merasa khawatir akan tertular oleh virus yang menyebabkan PMK. Terutama bagi mereka yang memiliki kontak erat dengan hewan ternak.
Terkait hal ini, Koordinator Substansi Zoonosis Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian Tjahjani Widiastuti menyampaikan PMK tidak berbahaya bagi manusia.
“Perlu kami tekankan di sini bahwa PMK ini tidak membahayakan kesehatan manusia, jadi daging dan susu tetap aman dikonsumsi,” kata Tjahjani dalam seminar daring Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dikutip Kamis (30/6/2022).
Ia menambahkan, produk hewan yang diolah dengan penanganan yang benar mampu membunuh virus dan aman untuk diedarkan.
“Penanganan yang benar dapat mendukung upaya pencegahan penyebaran PMK pada hewan dan lingkungan sekitar. Jadi, untuk kesehatan manusia, ini tidak ada pengaruhnya asal daging dan susunya ditangani dengan penanganan yang benar,” kata Jani.
Selaras dengan Jani, dokter hewan sekaligus dosen Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) Institut Pertanian Bogor (IPB), Denny Widaya Lukman mengatakan PMK tidak dapat menular ke manusia. Seseorang yang bertugas untuk menyembelih hewan yang ternyata mengidap PMK namun tidak menunjukkan gejala juga bakal tidak tertular.
"Penyakit ini tidak menular ke orang. Sekali lagi, penyakit ini tidak menular ke orang. Pertanyaannya, 'Pak kalau saya menyembelih kebetulan hewannya sakit apakah saya juga akan tertular?' Tidak. Sekali lagi, tidak menular ke orang," ujar Denny dalam webinar Sosialisasi Kurban Dalam Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku ditulis Kamis, (30/6/2022).
Dalam kasus PMK, manusia berperan untuk membawa virus PMK dari hewan yang sakit ke hewan yang sehat.
"Jadi peran manusia atau perilaku manusia ini sangat penting. Oleh sebab itu kenapa pemerintah menghimbau ataupun melarang lalu lintas hewan dari daerah yang tertular ke daerah yang bebas, karena ini akan membawa virus ke daerah yang bebas," kata Denny.
Advertisement
Saran Bila Hendak Potong Hewan Kurban
Pertama, Denny menghimbau pemotongan hewan kurban untuk dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH). Hal tersebut lantaran hewan kurban akan lebih terawasi kondisinya oleh pemerintah, dokter hewan, dan mantri hewan.
"Namun kami atau kita semua juga paham bahwa tidak semua tempat itu ada RPH, pun kalau RPH dia tidak dapat memenuhi jumlah pemotongan yang luar biasa di Idul Adha. Tapi intinya kenapa di RPH? Karena di RPH itu diawasi," kata Denny.
Selanjutnya Denny menjelaskan bahwa pemerintah dalam peraturan undang-undang juga mengizinkan pemotongan hewan kurban di luar RPH. Namun perlu adanya izin ke pemda setempat dan dinas yang menyelenggarakan fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan.
"Karena pemerintah berharap penyakit ini tidak menyebar lebih luas. Jadi jangan sampai tindakan kita dalam proses pemotongan hewan kurban mencemari lingkungan dan hewan di sekitar kita," ujar Denny.
Konsumsi Daging di Tengah Wabah PMK Tetap Aman Asal Matang
Denny Widaya Lukman mengungkapkan bahwa PMK bukanlah masalah kesehatan masyarakat dan bukan masalah keamanan pangan. Artinya, masyarakat konsumen daging tidak perlu panik bila mengonsumsi makanan yang matang karena virus PMK sebenarnya sangat mudah untuk dimatikan.
"Tidak perlu khawatir. Apalagi selama konsumen itu memakan makanan yang matang," ujar Denny.
Konsumen daging di Indonesia pun terbiasa untuk makan daging sapi yang matang. Biasanya daging sapi juga seringkali dimasak hingga lebih dari 30 menit.
"Kalau misalnya disate, apakah aman? Sate juga aman, karena selain dagingnya relatif kecil, kemudian pemanasan di dalam dagingnya itu melebihi suhu 75 derajat Celsius. Jadi tidak ada masalah, aman," kata Denny.
Dalam suhu di atas 75 derajat, virus PMK dapat dikatakan telah berada dalam mode inactive.
"Virus PMK itu mudah sekali dimatikan atau inaktivasi dengan pemanasan 70 derajat Celsius selama 30 menit, itu virus sudah inactive. Kalau makanan itu memiliki pH dibawah enam atau diatas sembilan, maka virus itu juga inactive," ujar Denny.
"Oleh sebab itu produk hewan yang sudah diolah dengan pemanasan seperti misalnya susu pasteurisasi, susu steril, daging kornet, sosis, kemudian burger itu pasti aman. Daging mentah pun kalau dimakan orang aman, tapi tidak aman untuk kuman-kuman yang lain. Kalau kaitannya dengan PMK sudah dibuktikan aman," tambahnya.
Menurut Denny, orang Indonesia juga patut bersyukur karena sudah terbiasa untuk mengonsumsi daging secara matang.
Advertisement
Fatwa MUI: Hewan Terjangkit PMK Sah Jadi Kurban dengan Beberapa Syarat
Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, menyampaikan, Komisi Fatwa MUI sudah melakukan kajian dengan para ahli penyakit hewan dan diskusi dengan para ulama tentang beredarnya wabah penyakit mulut dan kuku (PMK), yang menyerang hewan ternak.
Hasilnya, MUI menetapkan fatwa bernomor 32 Tahun 2022 tentang hukum dan panduan pelaksanaan ibadah kurban dalam kondisi wabah PMK. Fatwa tersebut terdiri atas empat poin.
"Hewan kurban yang terjangkit PMK, pertama hukum berkurban yang terkena PMK dirinci ada 4. Yakni A, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan dan keluar air liur lebih dari biasanya, hukumnya sah dijadikan hewan qurban. Karena gejala klinisnya ringan dan tidak mempengaruhi kualitas daging," kata Asrorun saat jumpa pers daring, Selasa (31/5/2022).
Point berikutnya atau B, lanjut Asrorun, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas kukunya dan menyebabkan pincang sehingga tidak bisa berjalan dan menyebabkan kondisi fisik sangat kurus, maka hukumnya tidak sah menjadi hewan kurban karena termasuk kategori cacat.
"C, hewan terjangkit PMK dengan gejala klinis berat tetapi sembuh dalam rentang waktu yang dibolehkan qurban artinya dia sakit sebelum Idul Adha dan dia sembuh pada rentang masa 10 Dzulhijah sampai 13 Dzulhijah maka hewan itu sah dan boleh dijadikan hewan qurban," jelas Asrorun.
Terakhir, hewan yang terjangkit PMK dengan gejala klinis berat kemudian sembuh dari penyakit setelah lewat rentang waktu atau setelah 13 Dzulhijjah, maka hewan tersebut masuk dalam kategori shodaqoh dan bukan sebagai hewan kurban.
"Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya," tutur Asrorun.