Sukses

Seberapa Bahaya Cacar Monyet dan Penyakit Mulut Kuku Bila Menyerang Manusia?

Penyakit zoonosis seperti cacar monyet di Barat dan PMK di Indonesia jadi perhatian. Sebenarnya, seberapa bahaya dua penyakit zoonosis ini jika menyerang manusia?

Liputan6.com, Jakarta Penyakit zoonosis seperti cacar monyet dan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) kini sedang menjadi perhatian di Indonesia. 

CDC melaporkan, penyakit ini telah menyebar di 47 negara dan Inggris dengan sebaran kasus terbanyak dengan 910 kasus terkonfirmasi.

Sementara data siagapmk menunjukkan, terdapat 20 provinsi yang memiliki kasus PMK. Dengan update per 2 Juli 2022, ada 203.905 kasus yang sakit dengan 251.541 ekor hewan yang telah divaksinasi.

Sebenarnya, seberapa bahaya dua penyakit zoonosis ini jika menyerang manusia? Menjawab hal tersebut, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Penyakit Tropik Infeksi Hadianti Adlani mengatakan, monkeypox atau cacar monyet adalah penyakit virus zoonosis atau virus yang ditularkan darihewan ke manusia yang merupakan penyakit infeksi yang bersifat self-limiting disease atau sembuh dengan sendirinya.

"Gejala klinisnya pada manusia hampir sama dengan kasus smallpoxatau cacar yang pernah dieradikasi tahun 1980. Walaupun gejalanya lebih ringan daripada cacar, namun cacar monyet ini dapat menyebar secara luas di beberapa wilayah di Afrika," jelas dr Hadianti pada Liputan6.com, Sabtu (2/7/2022).

Menurut Hadianti, seperti halnya virus Variola--penyebab smallpox atau cacar, virus penyebab monkeypox juga merupakan spesies yang termasuk ke dalam genus Orthopoxvirus dan keluarga Poxviridae.

Pertama kali ditemukan pada tahun 1958 di State Serum Institute Copenhagen, Denmark, ketika ada 2 kasus mirip cacar yang diderita oleh koloni kera yang dipelihara untuk penelitian. Sehingga selanjutnya cacar ini dinamakan monkeypox atau cacar monyet.

Namun belakangan diketahui bahwa pembawa utama penyakit ini adalah hewan pengerat seperti tikus.

Di Afrika, infeksi ini telah ditemukan pada banyak spesies hewan seperti tupai pohon, Gambian giant rat, tikus bergaris, dormice, dan primata.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 6 halaman

Sejarah Monkeypox

dr Hadianti menyampaikan, monkeypox pada manusia pertama kali ditemukan di Republik Demokratik Kongo (Zaire/DRC) tahun 1970. Sejak saat itu, kasusnya pada manusia sering terjadi dan endemis di pedesaan,wilayah hutan tropis Kongo Basin dan Afrika Barat.

Wilayah negara yang sudah dinyatakan terjangkit monkeypox secara global adalah Republik Demokratik Kongo, Republik Kongo, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Nigeria, Pantai Gading, Liberia, Sierra Leone, Gabon and Sudan Selatan. Negara di luar Afrika adalah Amerika Serikat (2003), Inggris, dan Israel (2018).

Pada Mei 2019, Singapura melaporkan seorang warga negara Nigeria yang menderita monkeypox saat mengikuti sebuah lokakarya, 23 orang yang kontak erat sudah dikarantina untuk pemeriksaan dan pengawasan lebih lanjut.

"Walaupun kondisi terakhir kasus tersebut sudah membaik dan kembali ke negaranya, tetapi munculnya kasus di negara tetangga tersebut, ditambah dengan potensi penularan antar manusia, dan kemungkinan hewan penular monkeypox ada di Indonesia, maka sewajarnya diperlukan peningkatkan kewaspadaan terhadap berjangkitnya penyakit ini di Indonesia," kata dr Hadianti.

 

3 dari 6 halaman

Gejala dan diagnosis

dr Hadianti menerangkan, monkeypox biasanya merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri dengan gejala yangberlangsung selama 14 - 21 hari.

Gejala awal berupa demam dan sakit kepala, pembengkakan kelenjar getah bening yang dapat dirasakan di leher, ketiak, ataupun selangkangan, nyeri otot atau punggung, dan badan terasa lemas.

Kemudian dalam 1-3 hari setelah gejala awal tersebut dapat muncul ruam atau lesi pada kulit dimulai pada wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainya, lalu timbul bintik merah seperti cacar (makulapapula) lepuh berisi cairan bening ataupun lepuh berisi nanah. Setelah melewati tujuh hari pertama lesi/lepuh berlubang dan bernanah tersebut dapat berkembang di seluruh tubuh mulai dari wajah hingga kaki.

Diagnosis dibuat berdasarkan pada manifestasi klinis, dan pemeriksaan laboratorium. Secara klinis, diagnosis monkeypox dapat mempertimbangkan penyakit ruam lainnya, seperti smallpox (meskipun sudah dieradikasi), varicella, atau cacar air, campak, infeksi kulit akibat bakteri, kudis, sifilis, dan alergi terkait obat tertentu.

"Pembesaran kelenjar getah bening dapat menjadi gejala khas untuk membedakan monkeypox dengan penyakit cacar lain yang serupa, seperti cacar,cacar air, dan lainnya," katanya.

dr Hadianti mengingatkan, konfirmasi diagnosis hanya dapat dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium, di antaranya menggunakan uji Polymerase Chain Reaction (PCR) pada spesimenswab tonsilar, swab nasofaringeal, cairan lesi, dan serum.

"Belum ada pengobatan khusus atau vaksinasi yang tersedia untuk infeksi ini pada manusia.P engobatan simptomatik dan suportif berdasarkan gejala yang ditimbulkan dapat diberikan untuk merigankan keluhan yang muncul," jelasnya.

Riwayat vaksinasi smallpox dikatakan dapat sangat efektif mencegah penularan dan memberatnya penyakit atau komplikasi pada monkeypox.

 

4 dari 6 halaman

Cara mencegah penularan

Penularan dapat dicegah dengan beberapa acara, antara lain:

- Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti cuci tangan.

- Menghindari kontak langsung dengan tikus atau primata dan membatasi pajanan langsungdengan darah atau daging yang tidak dimasak dengan baik.

- Menghindari kontak fisik dengan penderita atau material yang terkontaminasi penderita.

- Pelaku perjalanan yang kembali dari wilayah terjangkit segera periksa jika mengalami demam tinggi mendadak, pembesaran kelenjar getah bening dan ruam kulit, dalam waktu kurang dari 3 minggu setelah kepulangan.

- Pasien cacar monyet wajib diisolasi

Virus Monkeypox ditularkan ke manusia dari beberapa binatang liar, sedangkan penularan antar manusia masih sangat jarang.

"Penularan antar manusia sangat mungkin tetapi dalam kasus yang jarang ini, dapat terjadi akibat kontak jarak dekat dengan sekresi saluran pernapasan, ataupun lesi kulit yang mengandung virus dari penderita," kata dr Hadianti.

Ia menagtakan, angka keparahan (case fatality rate/CFR) berkisar antara 1-10 persen dengan jumlah kematian terbanyak pada kelompok usia muda.

"Kasus yang parah lebih banyak terjadi pada anak-anak dan terkait dengan tingkat paparan virus, status kesehatan pasien, dan tingkat keparahan komplikasi. Kasus kematian sebagian besar terjadi pada kelompok usia yang lebih muda dianggap lebih rentan terhadap penyakit karena status imun yang kurang baik," jelasnya.

Yang perlu diingat juga, lanjut Hadianti adalah belum adanya pengobatan dan vaksin yang spesifik untuk infeksi ini pada manusia, walaupun riwayat vaksinasi smallpox dapat sangat efektif mencegah penularan monkeypox.

5 dari 6 halaman

Bagaimana dengan PMK?

Penyakit mulut dan kuku atau yang disebut PMK pada hewan ternak termasuk dalam penyakit menular akut disebabkan oleh virus pada hewan yang bersifat merusak jaringan sel yang berasaldari family Picornaviridae, genus Apthovirus. Virus ini terdiri dari 7 strain: A, O, C, SAT1, SAT2,SAT3, Asia1.

Penyakit yang sedang mewabah di Indonesia saat ini adalah strain O dari hasil tesmolekuler yang dilakukan. Namun demikian penyakit PMK hewan ini harus dibedakan denganpenyakit dengan nama yang serupa pada manusia yang banyak diderita oleh anak-anak yaitu Hand, Foot and Mouth Disease atau HFMD karena jenis virus penyebabnya berbeda yaitu termasuk virus manusia.

"Kerugian dan dampak penyakit ini bukan hanya dirasakan oleh peternak, tetapi juga dapat dirasakan oleh masyarakat karena dikatakan dapat menular pada manusia. Hewan yang rentan tertular adalah hewan berkuku belah atau berkuku genap seperti sapi, kerbau, unta, gajah, rusa, kambing, domba dan babi," jelasnya.

"Penyakit ini juga diwaspadai karena dapat menyebar dengan sangat cepat atau akut mengikuti arus transportasi daging dan ternak terinfeksi, menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar, pengendaliannya yang sulit dan kompleks karena membutuhkan biaya vaksinasi yang sangat besar, serta pengawasan lalu lintas hewan yang ketat," ujarnya lagi.

dr Hadianti mengatakan, Indonesia merupakan negara kepulauan dengan ratusan pelabuhan besar dan kecil sehingga rawan terjadi penyelundupan ternak dan bahan asal hewan (daging, kulit, dan lainnya) dari negara endemis PMK seperti India, Brasil, Malaysia, Thailand, Filipina, dan sekitarnya.

 

6 dari 6 halaman

Jelang Idul Adha

Selain itu, dalam waktu dekat pun umat Islam termasuk di Indonesia akan melakukan ibadah kurban yaitu pemotongan hewan kurban.

"Peristiwa ini apabila tidak diawasi dengan ketat, berisiko menimbulkan penularan virus PMK, apalagi ada risiko penularan dari hewan ke manusia," katanya.

Cara penularan adalah kontak langsung maupun tidak langsung dengan hewan penderita(melalui droplet, leleran hidung, serpihan kulit), vektor hidup (terbawa manusia, dan lainnya) ,bukan vektor hidup (terbawa mobil angkutan, peralatan, alas kandang dan lainnya), atau tersebar melalui angin, daerah beriklim khusus (mencapai 60 kilometer di darat dan 300kilometer di laut).

Metode penularan lainnya dari hewan ke manusia antara lain karena konsumsi susu yang tidak dipasteurisasi dari hewan penderita, makan daging dan organ dalam yang tidak dimasak sampai matang dari produk hewan penderita, dan kontak langsung dengan hewan penderita.

Masa inkubasi pada manusia terjadi 2-6 hari sejak terpapar dan dapat sembuh sendiri dalam waktu tujuh hari. Jika terjadi infeksi pada manusia, gejalanya tergolong ringan hanya berupa luka lepuh ringan seperti lesi, atau muncul luka seperti lecet di tangan, kaki, dan mulut, sakit tenggorokan, gejala saluran pernapasan seperti flu, adanya kesemutan, atau demam.

"Namun secara umum PMK hewan tidak mengancam manusia. Untuk penegakan diagnosis pada manusia adalah riwayat kontak hewan terinfeksi, gejala klinis, pemeriksaan uji polymerase chain reaction (PCR) atau kultur virus," kata dr Hadianti.

Sementara pengobatan yang ada bersifat simptomatik dan suportif karena gejala tergolong ringan dan dapat sembuh sendiri, sementara pencegahan dapat dilakukan dengan cara melakukan kebiasaan mencuci tangan, membersihkan dan mendisinfektan tempat-tempat yang menjadi sumber penularan, mencegah menyentuh mata, hidung dan mulut atau area wajah, menghindari kontakdengan penderita yang terinfeksi PMK hewan. Saat ini vaksin masih dalam penelitian.