Liputan6.com, Jakarta Kusta adalah penyakit infeksi yang menyerang kulit hingga ke sarafnya. Penyakit ini dapat menular tapi penularannya tidak secepat COVID-19.
Meski begitu, petugas atau tenaga kesehatan (nakes) tetap perlu melindungi diri saat hendak melakukan pemeriksaan pada pasien yang diduga kusta.
Baca Juga
Menurut dokter umum dari Puskesmas Kertasemaya, Indramayu, Pratama Kortizona, sebelum memeriksa, tenaga kesehatan perlu melindungi diri dengan masker dan sarung tangan medis.
Advertisement
“Jadi untuk persiapan pemeriksaan kusta untuk nakes, pertama masker dan sarung tangan medis karena kita tahu penularannya dari kontak langsung dan droplet.”
“Terkait penularan pada tenaga kesehatan, asal kita pakai APD (alat pelindung diri) dan dibiasakan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaan itu risiko penularannya sangat kecil,” ujar Pratama kepada Health Liputan6.com saat kunjungan di Dusun Pondok Asem Jengkok, Indramayu bersama Yayasan NLR Indonesia, Selasa (5/7/2022).
Ia setuju bahwa perlindungan nakes saat pemeriksaan kusta mirip dengan perlindungan saat hendak memeriksa pasien diduga COVID-19. Bedanya, pada kasus COVID-19, kontak sehari pun bisa langsung tertular. Sedangkan, risiko penularan kusta akan sangat kecil jika kontaknya hanya sebentar dan tidak intens.
“COVID mah sudah pakai masker juga bisa tetap tertular, kalau kusta lebih susah menular.”
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Gejala Muncul dalam Waktu Lama
Dari sisi masa inkubasi, COVID-19 memiliki masa inkubasi yang cepat yakni dalam hitungan hari. Sedangkan kusta memiliki masa inkubasi yang lama.
“Kusta ini lama (masa inkubasinya), bertahun-tahun, jadi kadang orang yang kena kusta merasa masih sehat karena masih kecil (infeksinya), tapi kalau sudah bertahun-tahun bisa dua sampai lima tahun itu sudah mulai terjadi gejala-gejala yang ringan.”
Sedangkan, penyebarannya bisa dengan kontak langsung maupun lewat droplet.
“Cuman memang penularannya itu tidak cepat, sehari kontak enggak langsung menularkan. Itu biasanya kontak yang lama bisa sampai setahun, dua tahun, atau bahkan lebih.”
Yang lebih berisiko tertular adalah orang yang setiap hari kontak dengan penderita kusta yang belum diobati, kalau sudah diobati sudah tidak menularkan, kata Pratama.
Sebaliknya, jika tidak ditangani dengan tepat dan cepat maka risiko komplikasi bisa terjadi. Kuman kusta yang menyerang saraf dapat menyebabkan saraf di tubuh tidak berfungsi, begitu pula sistem nyerinya.
“Bisa terjadi luka, borok, infeksi, abis itu kalau tidak diobati bisa menyebabkan disabilitas, jadi tangannya sulit digerakkan karena sarafnya sudah rusak. Kalau di mata bisa menyebabkan kebutaan.”
Advertisement
Pemeriksaan Bercak dan Fungsi Saraf
Pemeriksaan sendiri dilakukan dengan melihat bercak dan pemeriksaan fungsi saraf. Bercak sendiri bisa saja baru muncul setelah 2 bulan atau dua tahun tertular kusta.
Pemeriksaan fungsi saraf dilakukan dengan kapas atau lidi. Benda-benda digunakan sebagai alat sentuh yang menyentuh langsung bercak di kulit.
Pasien biasanya diminta untuk menutup mata dan menunjukkan di mana lokasi sentuhan itu tanpa melihat. Jika pasien dapat menunjukkan lokasinya dengan tepat berarti sentuhan kapas itu terasa dan sarafnya masih sensitif.
Sebaliknya, jika tidak terasa maka sarafnya sudah tidak berfungsi dan merujuk pada gejala kusta.
“Biasanya kalau kusta dia sarafnya sudah enggak sensitif. Meskipun pakai rangsangan nyeri yang ringan juga enggak kerasa,” kata Pratama.
Kondisi hilang rasa ini bisa berdampak fatal jika dibiarkan. Akibat hilang rasa, pasien kusta bisa saja tidak menyadari bahwa anggota tubuhnya terkena luka.
Misalnya, jika kusta terjadi di area kaki dan membuat kaki mati rasa, maka ketika kaki terluka, luka itu tak terdeteksi dan terabaikan begitu saja.
Akibat Luka yang Terabaikan
Luka yang terabaikan semakin hari semakin membesar dan menimbulkan kebusukan pada bagian kaki.
Menurut Kepala Puskesmas Pondoh Indramayu, Novie Indra Susanto, jika sudah terjadi demikian, maka tindakan terakhir yang bisa dilakukan adalah amputasi.
“Penyebab amputasi itu umumnya karena jaringannya sudah mati sudah tidak berfungsi, kalau sudah mati apa lagi yang mau dipertahankan. Bahkan kalau dirawat juga dia nanti gas-gas beracun bisa merembet dan meracuni bagian yang masih sehat.”
“Kalau dipertahankan takutnya dia meluas, amputasi adalah pilihan terakhir,” ujar Novie kepada Health Liputan6.com saat ditemui di Desa Segeran, Indramayu Rabu (6/7/2022).
Di sisi lain, amputasi juga merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan pasien.
Selain tangan dan kaki, kusta juga bisa berdampak pada mata. Kusta yang menyerang bagian mata bisa membuat pasien kesulitan untuk berkedip.
“Dengan dia enggak bisa berkedip itu kan otomatis ada bagian mata yang terbuka nanti dia kering. Kalau terbukanya extrem maka bisa terjadi kerusakan mata. Ini bisa disiasati dengan penggunaan tetes mata agar jaringan permukaan mata tidak rusak,” pungkasnya.
Advertisement