Sukses

Muncul Anak BA.2 Omicron, Ilmuwan Cermati Subvarian Baru BA.2.75

Usai BA.4 dan BA.5 kini kembali muncul subvarian baru dari Omicron yang disebut BA.2.75.

Liputan6.com, Jakarta - Virus Corona penyebab COVID-19 masih ada. Usai BA.4 dan BA.5, kini kembali muncul subvarian baru dari Omicron yang disebut BA.2.75.

Subvarian yang juga dijuluki “Centaurus” ini pertama kali terdeteksi di India. Kini BA.2.75 telah muncul di setidaknya 10 negara lain termasuk Jepang, Jerman, Inggris, Kanada, Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat.

Para peneliti juga menyebutnya sebagai varian "generasi kedua" karena dikembangkan dari subvarian BA.2 omicron.

Jumlah kasus global sejauh ini rendah, sehingga sulit untuk mengumpulkan informasi yang solid tentang urutan virus.

"Data yang ada tentang varian ini sejauh ini masih minim," kata Ulrich Elling, ahli genetika dan biologi molekuler di Akademi Ilmu Pengetahuan Austria, mengatakan kepada DW. "Tapi itu memiliki beberapa atribut yang membuat kami memerhatikannya," dikutip Senin (11/7/2022).

Subvarian baru ini memiliki delapan mutasi protein lonjakan tambahan dibandingkan dengan BA.2, strain asalnya. Lokasi mutasi ini membuat para ilmuwan khawatir bahwa BA.2.75 mungkin dapat lolos dari kekebalan yang telah dibangun orang terhadap BA.2.

Dengan kata lain, seseorang yang terkena strain BA.2 Omicron dapat tertular COVID lagi jika bersentuhan dengan BA.2.75.

Elling menekankan bahwa sejauh ini, para ahli tidak tahu pasti tentang subvarian baru. Tetapi fakta bahwa BA.2.75 mampu menyebar setidaknya di tiga wilayah berbeda di India, negara yang telah mengalami gelombang BA.2, tampaknya menjadi indikator lain dari kemampuan BA.2.75 untuk lolos dari kekebalan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Layak Dicermati

Di sisi lain, ahli virologi di Departemen Penyakit Menular Imperial College London, Tom Peacock, menulis di Twitter bahwa dia percaya, mutasi BA.2.75 dan penyebaran geografis yang luas membuatnya "layak untuk dicermati."

Saat ini hanya ada sekitar 70 kasus BA.2.75 yang tercatat di seluruh dunia, menurut Elling, yang bertanggung jawab atas pengurutan virus di tingkat federal di Austria. Tetapi dia juga menunjukkan bahwa pengujian telah menurun secara signifikan di banyak negara, dan dengan demikian pengurutan pun ikut turun.

"Perkiraan jumlah kasus yang tidak dilaporkan meningkat saat ini," kata Elling. "Orang-orang tidak mengikuti tes sebelum mereka pergi berlibur karena mereka khawatir tidak akan bisa pergi jika mereka positif."

Di India, subvarian baru tersebut telah menyumbang 23 persen sampel COVID yang diurutkan pada awal Juli oleh GISAID, sebuah inisiatif sains global yang berbasis di Munich yang menawarkan akses terbuka ke data genom virus COVID dan influenza.

Peningkatan pesat disorot oleh spesialis visualisasi dan integrasi data Australia Mike Honey di Twitter.

3 dari 4 halaman

Kategori VOC-LUM

Menurut Honey, subvarian ini paling sering terdeteksi di India dan menunjukkan pertumbuhan cepat hingga 18 persen.

“Ini paling sering terdeteksi di India, menunjukkan pertumbuhan yang sangat cepat hingga 18 persen dari sampel terbaru. Hal ini juga menyebar dengan cepat ke negara lain.”

Saat ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengategorikan BA.2.75 sebagai VOC-LUM. Ini adalah singkatan dari Variants of Concern (VOC) Lineage Under Monitoring (LUM), yang pada dasarnya berarti bahwa ini adalah cabang dari varian yang telah dianggap sebagai VOC dan layak untuk diawasi secara ketat.

Daftar VOC-LUM saat ini mencakup beberapa sub-garis keturunan dari subvarian BA.2 Omicron (yaitu, BA.2.12.1, BA.2.9.1, BA.2.11, BA.2.13, dan BA.2.75) bersama dengan dua garis keturunan saudara dari subvarian BA.1 dan BA.2 Omicron (terdiri dari BA.4 dan BA.5).

Dalam temu media pada 6 Juli, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, PhD, menyebutkan bahwa, kasus COVID-19 yang dilaporkan secara global telah meningkat hampir 30 persen dalam dua minggu terakhir.

4 dari 4 halaman

Banyak yang Harus Dipelajari

Tedros menetapkan bahwa di Eropa dan Amerika, BA.4 dan BA.5 adalah pendorong terjadinya gelombang. Hal ini dinyatakan sebelum ia mengatakan bahwa Centaurus sudah terdeteksi di negara-negara seperti India.

Subvarian baru ini disebut-sebut berpotensi lebih berbahaya dari BA.4 dan BA.5. Namun, hingga kini karakteristiknya masih belum dapat dipastikan.

Kepala Ilmuwan WHO Soumya Swaminathan, MD, mengatakan bahwa belum jelas apakah BA.2.75 dapat menyebabkan COVID-19 yang lebih buruk.

“Sekali lagi, tentang BA.2.75 banyak yang harus kita pelajari. Sekuen-nya masih terbatas untuk dianalisis. Jadi, jangan langsung mengambil kesimpulan tentang apa yang mungkin dilakukan subvarian ini,” ujar Soumya mengutip Forbes Senin (11/7/2022).

BA.2.75 bisa saja hanya muncul sesaat kemudian kembali menghilang atau bisa pula mendominasi kasus COVID-19 di berbagai belahan dunia.

“Bagaimanapun, kemunculan BA.2.75 seharusnya tidak mengubah apa yang seharusnya sudah Anda lakukan, dengan penekanan pada kata ‘harus.’ Ini adalah pengingat lain bahwa pandemi COVID-19 pasti belum berakhir dan bahwa tindakan pencegahan COVID-19 masih diperlukan.”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.