Sukses

Cocok-Cocokan, Ini Penyebab Respons Obat pada Tiap Orang Bisa Berbeda

Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi pada kecocokan seseorang pada obat yang dikonsumsi.

Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan obat yang cocok-cocokan mungkin telah sering Anda dengar. Obat dengan merk tertentu yang kebanyakan cocok pada hampir semua pasien sangat mungkin untuk tidak cocok pada tubuh Anda, begitupun sebaliknya.

Efek samping yang ditimbulkan akibat ketidakcocokan pada obat pun beragam. Namun tahukah Anda penyebab dibaliknya?

Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Dr Zullies Ikawati mengungkapkan bahwa hal tersebut dapat dijelaskan melalui istilah farmakogenetik.

Artinya, keragaman efek dari suatu obat pada seseorang merupakan interaksi dari faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan sendiri meliputi faktor nutrisi, faktor obat-obatan lain yang sedang dikonsumsi bersama, faktor penyakit yang dimiliki, dan faktor gaya hidup seperti merokok atau konsumsi alkohol.

"Faktor ini (lingkungan) berinteraksi dengan faktor genetik yang mengkode berbagai protein penentu nasib obat dalam badan dan efek obat. Seperti reseptor, kanal ion, dan enzim pemetabolisme obat," ujar Zullies mengutip laman tulisan pribadinya, Kamis (14/7/2022).

"Jadi, respons obat seseorang bisa dipengaruhi oleh faktor nutrisi atau diet pasien. Katakanlah seorang penderita hipertensi yang mestinya diet garam, jika ia tidak disiplin terhadap asupan garam, tentu efek obat tidak akan nyata terlihat," tambahnya.

Zullies menambahkan, kondisi tersebut akan berbeda dengan pasien hipertensi yang memang menjaga asupan garamnya. Obat dianggap dapat lebih bekerja efektif lantaran pasien sudah menjaga lewat asupannya.

2 dari 4 halaman

Faktor Obat Lain yang Sedang Dikonsumsi

Lebih lanjut Zullies mengungkapkan bahwa faktor lainnya yang menyebabkan ketidakcocokan pada obat juga dipengaruhi oleh obat-obatan lainnya yang sedang dikonsumsi secara bersamaan.

"Adanya obat-obatan lain yang digunakan bersama dapat pula saling berinteraksi sehingga menurunkan atau mengubah efek obat lain. Sehingga respon seseorang terhadap obat bisa berbeda dengan orang lain yang mungkin tidak mengalami interaksi obat," kata Zullies.

Tak berhenti di sana, keparahan penyakit dan gaya hidup seseorang juga ikut berkontribusi pada respons seseorang pada obat. Seperti dalam kaitannya dengan faktor genetik, misalnya.

"Orang pada ras tertentu, ternyata memiliki jumlah enzim pemetabolisme yang lebih banyak daripada orang lain akibat variasi genetik. Hal ini menyebabkan keberadaan obat di dalam tubuh menjadi dipersingkat (karena metabolismenya diperbesar," ujar Zullies.

Efek dari obat tersebut pun bisa menjadi lebih kecil. Kondisi tersebut juga berlaku sebaliknya, dimana ras lain yang mengalami mutasi pada gen tertentu dapat menyebabkan tubuh memetabolisme obat.

"Sehingga keberadaan obat dalam tubuh meningkat dan efeknya menjadi lebih besar atau toksis," tambahnya.

3 dari 4 halaman

Obat Bisa Efektif Lewat Jam Meminumnya

Dalam kesempatan berbeda, Zullies menjelaskan bahwa efek obat juga bisa bergantung pada jam seseorang meminumnya. Terdapat jam tertentu dimana suatu obat dikatakan dapat lebih manjur.

Seperti obat hipertensi misalnya. Menurut Zullies, waktu terbaik untuk minum obat hipertensi adalah pukul sembilan hingga 11 pagi.

"Riset menunjukkan bahwa tekanan darah mencapai angka paling tinggi pada pukul sembilan sampai 11 pagi, dan paling rendah pada malam hari setelah tidur," ujar Zullies.

"Sehingga secara umum, sebaiknya obat antihipertensi diminum pada pagi hari. Perlu berhati-hati jika obat anti hipertensi diminum malam hari karena mungkin terjadi penurunan tekanan darah yang berlebihan pada saat tidur," Zullies menjelaskan.

Begitupun dengan obat-obat lainnya yang dipercayai memiliki waktu terbaiknya sendiri untuk dikonsumsi. Meski begitu, penting untuk mengingat bahwa waktu inipun merupakan panduan umum dan tidak harus selalu terpaku.

4 dari 4 halaman

Waktu Minum Obat

Pada diabetes, waktu terbaik untuk mengonsumsi obat satu ini adalah pukul empat sampai lima pagi. Hal tersebut lantaran tubuh manusia paling sensitif terhadap insulin di jam tersebut.

"Sehingga jika diberikan pada saat itu, efeknya bisa paling baik walaupun dalam dosis lebih kecil," ujar Zullies.

Sedangkan untuk kolesterol, waktu terbaik untuk meminum obat ada pada pukul tujuh hingga sembilan malam.

"Namun sekali lagi, paparan di atas adalah panduan umum waktu minum obat. Jika sudah ada aturan pakai dari apotek, maka gunakan sesuai waktu yang dianjurkan," kata Zullies.