Sukses

Perkembangan Pariwisata Gili Trawangan Lombok Pengaruhi Minat Belajar Anak

Gili Trawangan, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) terkenal dengan daya tarik wisata bahari dan pantai yang indah.

Liputan6.com, Jakarta Gili Trawangan, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) terkenal dengan daya tarik wisata bahari dan pantai yang indah.

Namun, tak banyak yang tahu bahwa sektor wisata yang berkembang ternyata berpengaruh pada pendidikan anak-anak yang tinggal di kawasan tersebut.

Hal ini kemudian menjadi ide penelitian dari peserta Pekan Pemuda Inovasi dan Riset Nasional (PIRN XX). Dalam program yang diusung Badan Inovasi dan Riset Nasional (BRIN), para peserta yang terdiri dari guru, siswa, dan mahasiswa meneliti potensi dan masalah yang ada di Lombok tepatnya di Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno.

Salah satu kelompok siswa dari bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK) mengambil judul "Dampak Sektor Pariwisata Terhadap Menurunnya Minat Belajar Anak-anak Gili Trawangan: Terjebak Dilema COVID-19."

Kelompok yang disebut kelompok 3 ini terdiri dari 5 peserta yakni Adrian Pratama Nasution, Rifany Mardiatun, Al Imratul Patoni, Nurul Gea Gamal, dan Sabita Nayla Anjumi.

Kelompok ini ingin mengetahui mengapa penurunan minat belajar berkaitan dengan berkembangnya sektor pariwisata. Dan setelah pandemi apakah anak-anak kembali berminat untuk sekolah.

Sedangkan, manfaat penelitian ini adalah untuk menyadarkan anak-anak dan orangtua terkait pentingnya pendidikan untuk anak dan kembali mendorong semangat serta minat belajar anak.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Proses dan Hasil Penelitian

Penelitian pun dilakukan di Gili Trawangan. Saat melakukan wawancara dan observasi, peneliti menemukan bahwa sebagian anak di sana memang memiliki minat belajar yang rendah.

“Ada yang bilang setelah SMP tidak mau melanjutkan sekolah, malah mau nikah,” ujar Adrian saat presentasi yang dipantau Health Liputan6.com di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Jumat (15/7/2022).

Saat wawancara, anak-anak di sana tidak menggunakan bahasa Indonesia, mereka cenderung menggunakan bahasa Sasak.

“Untungnya salah satu anggota kami bisa bahasa Sasak.”

Hasil penelitian menunjukkan bahwa wisata tidak mendukung minat belajar anak-anak di Gili Trawangan sehingga minat belajar mereka rendah.

Menurut kelompok ini, pariwisata adalah sektor paling penting di Gili Trawangan. Pariwisata menjanjikan pendapatan yang cepat sebelum masa pandemi COVID-19.

Namun, sektor wisata yang menjanjikan ternyata berpengaruh pada pola asuh anak-anak. Mereka cenderung mengambil peran sebagai pelaku ekonomi.

Dengan kata lain, perkembangan pariwisata membuat anak-anak ikut terjun menjadi pedagang kecil guna meningkatkan taraf hidup keluarganya. Hal ini berpengaruh pada minat belajar anak-anak di sana.

3 dari 4 halaman

Wisata Naik, Minat Belajar Turun

Kelompok 3 menemukan bahwa seiring meningkatnya aktivitas wisata maka terjadi penurunan pada minat belajar anak.

“Minat belajar anak menurun akibat perkembangan pariwisata.”

Anak yang sudah mengerti “uang” cenderung lebih fokus pada kegiatan berdagang ketimbang belajar. Padahal, seharusnya anak-anak fokus pada pendidikan dan belum memasuki usia kerja.

Setelah pandemi melanda, kegiatan pariwisata pun berangsur-angsur turun. Pandemi membawa dilema tersendiri bagi warga dan anak-anak di Gili Trawangan.

Aktivitas wisata yang menurun drastis membuat para pedagang termasuk anak-anak mulai kebingungan, pasalnya tak ada wisatawan yang membeli dagangan mereka. Akibatnya, anak-anak pun kembali belajar karena tidak ada alternatif lain.

“Awalnya mereka fokus dagang, setelah pandemi enggak ada pilihan lain, mereka pun kembali fokus belajar.”

Di sisi lain, turunya aktivitas pariwisata diiringi pula oleh peningkatan minat belajar anak. Sebelum COVID-19 melanda, anak-anak tidak terlalu minat belajar. Namun setelah COVID, mereka menjadi lebih sering belajar.

Namun, saat pandemi mulai reda, pariwisata pun mulai kembali naik. Ini diikuti pula oleh minat belajar anak-anak yang kembali turun.

4 dari 4 halaman

Terkait PIRN XX

Penelitian di atas adalah salah satu dari sekian banyak penelitian yang dilakukan dalam ajang pelatihan riset ilmiah PIRN XX.

Pekan PIRN merupakan kegiatan ilmiah di lapangan terbuka yang berorientasi pada penelitian yang mencakup bidang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), serta bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Teknik (Teknik Rekayasa) bagi siswa setingkat SMP, SMA, serta guru pembimbing. Pekan PIRN kali ini turut membuka kelas pembelajaran bagi mahasiswa.

Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko mengatakan Pekan PIRN merupakan bentuk kepedulian dan tanggung jawab pemerintah terhadap pengembangan kesadaran ilmiah di masyarakat Indonesia.

Pekan PIRN dilakukan secara bertahap sesuai dengan perkembangan zaman, lanjutnya. Sehingga keterlibatan semua pihak sangat dibutuhkan untuk keberlanjutan pembangunan dan pembinaan generasi bangsa.

Sesuai dengan tema strategis PIRN XX yang mengangkat isu global mengenai pemanfaatan Digital, Blue, and Green Economy, Handoko menyatakan bahwa potensi sumber daya alam dan manusia di Indonesia sangat besar.

“Arah kebijakan dan strategi nasional pembangunan Iptek 2020-2024 akan berfokus pada peningkatan akselerasi ekosistem riset dan inovasi. Untuk itu, kami sangat terbuka untuk kolaborasi penelitian dan inovasi di berbagai bidang,” teran Handoko dalam pembukaan Pekan PIRN XX (11/7/2022).

Dirinya juga menyampaikan, BRIN memiliki berbagai skema peningkatan kompetensi SDM.

“Salah satunya, skema tersebut hadir melalui program pembinaan talenta muda yang mengajak semua mitra Pemerintah Daerah untuk memiliki kepedulian bersama, terhadap anak muda Indonesia berbasis riset inovasi.”

“Saya berharap Pekan PIRN dapat menciptakan talenta muda berkualitas, berkarakter dan berdaya saing,” kata Handoko.