Sukses

Awas, Perubahan Iklim Bisa Berdampak pada Kesehatan Anak

Masalah perubahan iklim bisa berdampak pada kondisi kesehatan anak dan terdapat sederet penyakit yang disebabkan oleh kondisi tersebut, salah satunya diare.

Liputan6.com, Jakarta - Tak hanya memengaruhi lingkungan, perubahan iklim yang terjadi ternyata bisa menyebabkan masalah kesehatan pada anak. Topik ini pun menjadi salah satu sorotan dalam momentum Hari Anak Nasional (HAN) 2022.

Setiap tahunnya, HAN diperingati pada tanggal 23 Juli. Tahun ini, HAN mengusung tema 'Anak Terlindungi, Indonesia Maju', yang mana ingin menggambarkan tentang pentingnya upaya pemulihan pasca pandemi COVID-19 dan membangun ketangguhan anak.

Bersamaan dengan momentum satu ini, Save the Children Indonesia mengungkapkan bahwa selaras dengan tema HAN 2022, pihaknya ingin mendorong pentingnya pemenuhan hak anak-anak.

Hak tersebut berfokus pada ketahanan atau resiliensi anak dan keluarga, terutama bagi mereka yang terdampak situasi buruk krisis iklim dan pandemi COVID-19.

"Krisis iklim juga merupakan krisis pada hak-hak anak. Anak-anak menanggung beban berat dari dampak krisis iklim," ujar Chief of Advocacy, Campaign, Communication & Media Save the Children Indonesia, Troy Pantouw melalui siaran pers yang diterima Health Liputan6.com pada Jumat, (22/7/2022).

"Untuk itu penting agar upaya pemenuhan hak anak juga menyasar pada membangun ketahanan dimulai dari peningkatan kesadaran tentang aksi adaptasi krisis iklim, mendukung ekonomi keluarga, memastikan layanan dasar kesehatan pada anak terpenuhi, mendapat perlindungan sosial, serta hak pendidikan anak," tambahnya.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI tentang Data dan Informasi Dampak Perubahan Iklim di Sektor Kesehatan 2021 sendiri, terdapat sederet penyakit yang dapat terjadi pada anak yang berkaitan dengan perubahan iklim.

Seperti diare, pneumonia, infeksi saluran pernafasan akut, dan masalah gizi yakni stunting serta underweight. 

2 dari 4 halaman

Risiko Penyakit Akibat Perubahan Iklim

Seperti yang tertuang dalam Data dan Informasi Dampak Perubahan Iklim 2021 milik Kemenkes RI, adanya perubahan iklim memang dapat memberikan dampak baik langsung maupun tidak langsung pada kesehatan, khususnya pada pola kejadian penyakit.

Seperti dalam kasus diare pada anak. Diare dianggap menjadi salah satu penyakit yang sensitif terhadap perubahan iklim terutama perubahan suhu. 

Hal tersebut dikarenakan ada hubungan positif antara faktor iklim suhu dengan kejadian diare, dimana semakin tinggi suhu udara maka akan semakin tinggi kasus diare.

Berdasarkan pemaparan Kemenkes RI, sebaran kasus diare tertinggi berada di Pulau Jawa yang berpenduduk paling padat dibandingkan pulau lainnya di Indonesia.

Kepadatan penduduk tersebutlah yang dapat mempengaruhi kualitas lingkungan yang berkontribusi pada tingginya masalah diare yang erat hubungannya dengan lingkungan.

Terdapat pula beberapa faktor non-iklim yang berkaitan dengan diare yakni akses air minum, sanitasi tidak layak, dan sarana higiene yang tidak memenuhi kriteria.

3 dari 4 halaman

Kelompok Rentan Diare

Dalam pemaparan yang sama, Kemenkes RI menyebutkan bahwa diare telah menjadi penyebab utama kedua kematian pada anak dibawah lima tahun, setelah pneumonia.

Sehingga kelompok usia dibawah lima tahun inilah yang dianggap salah satu kelompok rentan terkena diare.

Penyakit diare pada anak dibawah lima tahun dianggap memiliki hubungan yang kuat dengan meningkatnya suhu maksimum dan curah hujan dikarenakan sistem kekebalan mereka yang relatif lebih lemah dan kurangnya kontrol atas paparan kontaminan, patogen potensial, dan faktor risiko lainnya.

Anak-anak di bawah usia lima tahun juga telah dilaporkan lebih rentan terhadap infeksi bakteri patogen bawaan makanan seperti Salmonella spp, Escherichia coli, Norovirus genogroup I (GI) dan II (GII) dan Campylobacter ketika suhu lingkungan tinggi sehingga menyebabkan peningkatan rawat inap karena diare.

4 dari 4 halaman

Libatkan Anak dalam Pengambilan Keputusan

Salah satu yang menjadi penyebab dari terbatasnya kemampuan anak dan keluarga untuk beradaptasi pada dampak krisis iklim adalah pengetahuan dan minimnya informasi dan pendampingan dari berbagai pihak.

Menurut child campaigner dari Save the Children Indonesia, Kahfi (17), anak pun sebenarnya perlu untuk dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan mereka, termasuk dalam hal mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

"Harapan kami, pemerintah dapat membuka ruang dialog bersama anak agar upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dapat membuahkan keadilan iklim yang ramah anak," ujar Kahfi.

"Anak perlu dilibatkan dalam ruang-ruang diskusi dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan agar terwujud kebijakan yang ramah anak dan berpihak pada anak," tambahnya.