Sukses

Temuan DKI Jakarta Soal Manfaat Vaksin Booster COVID-19 Saat Gelombang Omicron

Vaksin booster COVID-19 saat gelombang Omicron bisa turunkan tingkat keparah dan risiko kematian.

Liputan6.com, Jakarta - Hingga kini, capaian vaksinasi booster COVID-19 di Indonesia masih terbilang rendah. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI per Jumat, 22 Juli 2022, vaksin booster baru disuntikkan sebanyak 53.891.018 dosis.

Upaya untuk memenuhi target vaksinasi booster COVID-19 pun terus dilakukan. Mengingat bila merujuk pada standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), capaian vaksinasi booster harus mencapai setidaknya 50 persen dari populasi keseluruhan.

Alhasil berbagai pihak berupaya untuk melakukan berbagai cara kreatif. Salah satunya dengan menjadikan vaksin booster sebagai syarat untuk masuk ke pusat perbelanjaan atau mal.

Berkaitan dengan hal tersebut, dokter spesialis penyakit dalam sekaligus vaksinolog, Dirga Sakti Rambe mengungkapkan bahwa fenomena capaian vaksin booster yang stagnan memang tidak hanya terjadi di Indonesia.

Fenomena tersebut juga terjadi di negara-negara lainnya. Sehingga bila memang Kemenkes dan pemerintah ingin mencapai target vaksinasi booster, maka tak apa untuk menggunakan cara-cara di luar ranah kesehatan seperti menjadi syarat masuk mal atau bepergian.

"Itulah faktanya di lapangan. Sehingga memang pemerintah, Kemenkes mencoba berbagai cara untuk memotivasi (untuk melakukan vaksinasi booster)," ujar Dirga dalam Virtual Class Liputan6.com pada Jumat (22/7/2022).

Dirga menambahkan, data terbaru yang dikeluarkan Dinas Kesehatan DKI Jakarta hari ini menunjukkan manfaat vaksinasi booster.

"Jadi kalau orang yang divaksinasi booster, tingkat keparahan penyakitnya 2,9 kali lebih rendah daripada orang yang enggak divaksin booster pada gelombang Omicron ini," kata Dirga.

2 dari 4 halaman

Menurunkan Risiko Kematian

Lebih lanjut Dirga mengungkapkan bahwa tak hanya pada tingkat keparahannya, vaksinasi booster juga menunjukkan dampak yang cukup baik dalam hal risiko kematian.

"Kalau bicara kematian, orang yang divaksinasi booster pada gelombang Omicron, itu tingkat kematiannya 3,4 kali lebih rendah daripada orang yang tidak di vaksinasi booster," ujar Dirga.

"Ini data di DKI, jadi mungkin bisa dijadikan rujukan bahwa ternyata betul vaksinasi booster masih efektif untuk mencegah penyakit yang berat termasuk juga kematian," tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, turut hadir Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Mohammad Syahril. Menurutnya, capaian vaksinasi booster di Indonesia sendiri sebenarnya bukan stagnan.

"Jadi memang setelah Lebaran kemarin, ada fakta di lapangan vaksin COVID-19 kita tidak secepat atau setinggi sebelum Lebaran. Kalau Lebaran kan orang pada mau booster karena kalau enggak orang pada enggak bisa mudik," ujar Syahril.

3 dari 4 halaman

Faktor Lain yang Berkontribusi

Syahril mengungkapkan bahwa faktor lainnya yang berkontribusi pada rendahnya capaian vaksinasi juga berkaitan dengan anggapan bahwa Indonesia sudah berada pada fase COVID-19 yang aman dan terkendali.

"Apalagi setelah Pak Jokowi mengumumkan kita ada dalam keadaan terkendali, kemudian ada pelonggaran. Jadi kesan masyarakat kita sudah aman nih," kata Syahril.

Hal tersebut juga dapat terlihat pada sikap masyarakat saat mengunjungi tempat publik. Aplikasi PeduliLindungi seringkali tidak lagi diketatkan seperti sedia kala.

Sehingga Syahril mengungkapkan bahwa perlu adanya syarat-syarat baru yang dapat menyesuaikan kembali agar masyarakat kembali aware pada kondisi pandemi COVID-19 dan vaksinasi booster.

"Alhamdulillah dalam hitungan hari atau minggu ya, ada kenaikan dua persen (capaian vaksinasi booster) dari 24 sampai sekarang 25,9 ya," ujar Syahril.

4 dari 4 halaman

Kendala pada Vaksinasi Booster

Syahril juga menjelaskan soal beberapa kendala yang berkaitan dengan vaksinasi booster. Menurutnya, banyak masyarakat yang juga takut untuk disuntik.

"Tidak semua orang suka disuntik ya, sebagian besar takut gitu ya. Jadi ada suatu kekhawatiran begitu. Kedua, mereka sudah melihat mungkin kita dalam keadaan terkendali, sehingga menurut mereka kenapa kok masih harus divaksin ya," kata Syahril.

"Nah ternyata sekarang dengan kenaikan kasus, kita tidak boleh lagi abai karena itu jadi upaya pengendalian," tambahnya.

Belum lagi dengan adanya hoax yang beredar soal vaksinasi COVID-19, yang sedikit banyak dapat berpengaruh pada persepsi masyarakat terhadap vaksin.