Liputan6.com, Jakarta Kasus COVID-19 di Indonesia terus mengalami peningkatan. Hari ini, Minggu 24 Juli 2022 pukul 12.00 penambahan kasus positif baru tercatat sebanyak 4.071. Angka ini turut menambah akumulasi kasus COVID-19 menjadi 6.168.342 terhitung sejak Maret 2020.
Penambahan juga terjadi pada kasus sembuh sebanyak 2.684 sehingga akumulasinya menjadi 5.970.988.
Baca Juga
Kabar baiknya, tak ada penambahan kasus meninggal sama sekali sehingga total kasus meninggal tetap di angka 156.902.
Advertisement
Kasus aktif masih meningkat dengan peningkatan hari ini sebanyak 1.387 sehingga akumulasinya menjadi 40.452.
Data juga menunjukkan jumlah spesimen sebanyak 84.174 dan suspek sebanyak 3.546.
Laporan dalam bentuk tabel turut merinci 5 provinsi dengan penambahan kasus terbanyak. Kelima provinsi itu adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, dan Bali.
-DKI Jakarta hari ini melaporkan 2.151 kasus positif baru dan 1.257 orang sembuh.
-Jawa Barat 660 kasus baru dan 359 orang telah sembuh dari COVID-19.
-Banten di peringkat ketiga dengan 469 kasus baru dan 503 orang dinyatakan sembuh.
-Jawa Timur 272 kasus positif baru dan 300 orang telah sembuh.
-Bali 149 kasus positif baru dan 120 orang sembuh dari COVID-19.
Provinsi lain mulai menunjukkan penambahan kasus di angka puluhan. Namun, masih ada beberapa provinsi tanpa penambahan kasus positif baru sama sekali. Provinsi-provinsi itu adalah Aceh, Jambi, Bengkulu, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dokter Reisa Broto Asmoro membeberkan hal-hal yang harus dilakukan pasien covid-19 tanpa gejala yang sedang jalani isolasi mandiri.
Laporan Sebelumnya
Di hari sebelumnya yakni pada Sabtu 23 Juli 2022 kasus COVID-19 hingga pukul 12.00 WIB bertambah 4.943. Penambahan ini membuat akumulasi kasus Corona di Indonesia menjadi 6.161.271.
DKI Jakarta masih menjadi provinsi penyumbang kasus terbanyak yakni ada 2.661. Disusul Jawa Barat yang menambah 840 orang terinfeksi virus SARS-CoV-2.
Sementara itu, kasus aktif hari kemarin menjadi 39.065 karena mendapat tambahahn 826. Ini artinya ada 39.065 yang menjalani isolasi maupun dirawat karena terinfeksi COVID-19.
Jumlah yang sembuh dari COVID-19 pada Sabtu menjadi 5.968.304 karena mendapat tambahan 4.108 orang sembuh dari Corona. Kasus meninggal bertambah sembilan, maka akumulasinya menjadi 156.902.
Beberapa hari lalu memang kasus harian COVID-19 di RI sempat di angka 5 ribuan. Sementara hari ini di angka 4 ribu-an. Hal ini menimbulkan tanya kapan puncak gelombang BA.4 dan BA.5 terjadi?
"Kalau melihat situasi saat ini, kemungkinan besar kalau tidak akhir Juli, ya awal Agustus," kata epidemiolog Dicky Budiman.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Ancaman Krisis Berkelanjutan
Dicky mengatakan prediksi puncak kasus gelombang keempat COVID-19 di Indonesia ketika jumlah orang yang sakit sudah masuk ke kelompok rawan yang masuk rumah sakit.
"Kenapa? Dengan strategi testing kita yang pasif itu, maka yang masuk rumah sakit itu yang berkontribusi dalam jumlah kasus. Orang yang masuk rumah sakit, itu orang yang punya risiko. Kelompok rawan itu sudah punya barrier, begitu sudah sampai ke kelompok itu berarti ledakannya, puncaknya," kata Dicky dalam pesan suara.
Dicky yang juga merupakan peneliti global security menyampaikan bahwa jika Indonesia bolak-balik menghadapi beragam gelombang COVID-19 tanpa mengambil pelajaran, maka bisa timbul krisis berkelanjutan.
“Kalau kita tidak mengambil pelajaran, tidak mengubah perilaku, dan menganggap ini adalah sesuatu yang akan berlalu begitu saja, itulah yang akan menimbulkan krisis berkelanjutan,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara Kamis (21/7/2022).
Krisis yang dimaksud bukan berhenti di masalah pandemi atau penyakitnya, tapi akan terjadi kerusakan yang berkelanjutan dan tersebar di banyak sektor.
Butuh Penanganan Jangka Panjang
Kerusakan berkelanjutan ini akan membuat dunia mengalami krisis seperti krisis ekonomi, krisis sosial, krisis politik.
“Tidak main-main, dan itu yang dikhawatirkan oleh para peneliti global security dan inilah yang sebetulnya saat ini sedang dihadapi dunia.”
“Banyak negara di sebagian besar dunia tidak mengambil pelajaran dari situasi ini. Sehingga yang tadinya masa krisis ini sudah di ambang akhir, mundur lagi, walaupun tidak mundur jauh ke belakang. Namun, ini membuat ketahanan nasional atau berbagai bangsa terancam.”
Setiap negara memiliki kemampuan yang berbeda dalam bertahan di situasi krisis dan ini dampaknya sangat serius. Ini bukan hal yang baru di dunia, yang namanya dampak pandemi bisa menyebabkan runtuhnya suatu pemerintahan, lanjutnya.
“Pandemi bahkan bisa menyebabkan evolusi budaya dan lain sebagainya, bisa juga menyebabkan krisis ekonomi yang berdampak secara berkelanjutan.”
Untuk itu, dalam penanganan pandemi, yang dilihat bukan hanya tujuan jangka pendek tapi juga jangka panjang.
“Inilah hal yang betul-betul harus diperhatikan, disadari dan dibangun literasinya di semua sektor. Bukan hanya masyarakat, pemerintah juga belum memahami, saya melihat banyak pemerintahan yang belum melihat aspek keseriusan.”
“Ini terbukti dari naik turunnya respons kita, tidak konsisten, bahkan kadang cenderung terlalu optimis. Nah ini yang membuat pandemi menjadi endemi atau epidemi kemungkinannya ada tapi kapannya itu enggak dalam waktu dekat, masih lama.”
Advertisement