Liputan6.com, Jakarta Cacar monyet atau monkeypox ditetapkan sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau darurat kesehatan global oleh World Health Organization (WHO). Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan meski saat ini sudah ada lebih dari 16 ribu kasus di 75 negara tapi penyakit ini belum masuk kriteria pandemi.
"Cacar monyet sebenarnya kategorinya masih di bawah pandemi. Jadi, belum masuk pandemi," kata Budi usai peluncuran platform SatuSehat di Jakarta, 27 Juli 2022.
Baca Juga
Dengan status cacar monyet sebagai PHEIC, maka WHO meminta agar protokol kesehatan perlu dijaga dan surveilans juga dijaga. Lalu, mempersiapkan pengobatan dan vaksinasi akan penyakit ini.
Advertisement
Budi menilai upaya pelacakan kasus monkeypox di dalam negeri relatif lebih mudah jika dibandingkan mendeteksi pasien COVID-19.
Penyakit tersebut memiliki gejala spesifik yang bisa dilihat dengan kasat mata, seperti ruam merah pada kulit tangan atau wajah, benjolan pada selangkangan hingga lesi atau benjolan kecil berisi cairan di bawah permukaan kulit.
"Jadi saya bilang, surveilans-nya mudah, karena itu gejalanya fisik. Tes-nya secara bakteriologis dilakukan PCR, Kemenkes sudah ada alat PCR dan reagen," kata Budi mengutip Antara.
Impor Reagen Monkeypox dari China
Menghadapi cacar monyet, Budi mengatakan Indonesia sudah memiliki kemampuan cukup untuk melakukan surveilans cacar monyet di seluruh provinsi mulai Juli 2022 ini.
Saat ini memang baru tersedia 500 unit alat PCR dan reagen untuk cacar monyet yang didapatkan dari WHO. Namun, pemerintah tengah berupaya menambah kebutuhan alat penunjang pemeriksaan cacar monyet ini dengan mengimpor dari China.
Selain itu, Kemenkes juga berupaya memasok kebutuhan obat-obatan monkeypox untuk mengantisipasi munculnya pasien yang butuh perawatan medis.Â
Advertisement
Cacar Monyet Menular Sesudah Ada Gejala
Monkeypox baru menular ketika sudah ada gejala. Berbeda dengan COVID-19 yang menular sebelum gejala timbul.
"Monkeypox menular setelah ada gejala. COVID kan enggak ada gejala langsung sudah bisa menularkan. Monkeypox itu kan harus ada gejalanya dulu, lesi-lesi, ruam-ruam, itu baru dia menular sehingga surveilansnya lebih mudah," kata Budi.
Surveilans yang lebih mudah membuat masyarakat tidak usah sepanik dulu, kata Budi. Sebab, gejala monkeypox bisa terlihat dengan mata dari ciri fisiknya sehingga tak perlu ada penutupan total seperti COVID-19 di tahun-tahun lalu.
Perbedaan lainnya, monkeypox virusnya lebih besar ketimbang virus Corona penyebab COVID-19.
"Jadi kalau SARS-CoV-2 itu cuman 30.000 basis DNA-nya, ini (monkeypox) ratusan ribu. Jadi, tesnya dengan PCR biasa cuma reagennya berbeda
Â