Liputan6.com, Jakarta - Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dan Tim Pandemi COVID-19 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMUI) baru saja mengumumkan hasil survei serologi terkait COVID-19 di Indonesia.
Berdasarkan data yang tertera, terdapat peningkatan proporsi penduduk Indonesia yang sudah memiliki antibodi SARS-CoV-2 terhitung sejak Desember 2021 hingga Juli 2022.
Baca Juga
"Dari 87,8 persen pada Desember 2021 menjadi 98,5 persen pada Juli 2022. Meskipun bukan berarti sudah memiliki antibodi ini, penduduk tersebut tidak bisa terkena atau terinfeksi COVID-19," ujar perwakilan Tim Pandemi COVID-19 FKMUI, dr Iwan Ariawan dalam konferensi pers, Kamis (11/8/2022).
Advertisement
"Tetap bisa terinfeksi COVID-19. Tapi risiko nanti untuk terjadinya COVID-19 berat atau risiko meninggalnya jauh berkurang dengan adanya kadar antibodi yang memadai atau tinggi," tambahnya.
Iwan menambahkan, dari hasil survei tersebut, kadar antibodi orang Indonesia juga mengalami peningkatan sebanyak empat kali lipat dalam tujuh bulan terakhir (Desember 2021 - Juli 2022) dari sebelumnya 444,8 u/ml menjadi 2097,0 u/ml.
Hal tersebut dapat terjadi karena masyarakat Indonesia sudah melakukan vaksinasi COVID-19, dan terdapat pula masyarakat yang sudah terinfeksi virus SARS-CoV-2 sebelumnya. Sehingga peningkatan kadar antibodi pun terjadi.
Perwakilan lainnya dari Tim Pandemi COVID-19 FKMUI, Muhammad N Farid mengungkapkan bahwa peningkatan penduduk yang sudah divaksinasi COVID-19 memang sudah meningkat 10 persen.
"Ini tentunya akan men-trigger cakupan yang mempunyai antibodi atau kadar antibodi itu sendiri," ujar Farid.
Antibodi Tinggi pada Masyarakat yang Booster
Lebih lanjut, epidemiolog sekaligus perwakilan Tim Pandemi COVID-19 FKMUI, dr Pandu Riono mengungkapkan bahwa peningkatan kadar antibodi tersebut ternyata paling tinggi pada kelompok yang sudah melakukan vaksinasi booster.
"Kenaikan itu ternyata paling tinggi pada kelompok yang mana? Kelompok yang di booster --- Artinya semakin lengkap dosis vaksinasi, semakin tinggi kadar antibodi," ujar Pandu.
Pandu menjelaskan, perbedaan kadar antibodi juga ikut meningkat seiring dengan adanya peningkatan kelompok umur. Dari hasil survei, terlihat kadar antibodi pada orang dengan usia 60 tahun ke atas lebih tinggi usai melakukan vaksinasi booster.
"Jadi antara Desember dan Juli itu terjadi peningkatan, dan peningkatan terbesar pada kelompok 60 tahun keatas karena waktu itu prioritas booster-nya lebih tinggi pada kelompok 60 tahun keatas," kata Pandu.
"Ternyata dengan melengkapi vaksinasi hingga jadi booster meningkatkan kadar antibodi. Dampaknya apa? Selama bulan terjadi lonjakan kasus, angka keparahannya yang masuk rumah sakit, angka kematian tidak meningkat tajam," tambahnya.Â
Advertisement
Cakupan Booster Pertama Masih Rendah
Pandu mengungkapkan bahwa dari hasil survei menunjukkan vaksinasi booster menjadi sangat penting untuk dilakukan. Namun, cakupan vaksin booster pertama justru masih rendah yakni sekitar 28 persen.
"Jadi masih jauh dari target yang kita inginkan. Jangan pikirkan dulu booster yang kedua, kita tuntaskan dulu booster yang pertama. Kalau itu bisa kita tuntaskan, barangkali kita tidak butuh booster kedua," ujar Pandu.
Selain itu, Iwan mengungkapkan bahwa dari hasil survei tersebut, terdapat 50 persen orang yang sudah divaksin dan tidak menyelesaikan dosis vaksin lengkapnya.
Artinya, masih ada yang sudah melakukan vaksinasi, namun belum melengkapi vaksinasi yang kedua maupun ketiga.
"Ini juga kita harus perhatikan untuk mempertahankan kadar antibodi di masyarakat agar tetap tinggi dan kita mengurangi transmisi, risiko hospitalisasi dan kematian," kata Iwan.
Antibodi, Lebih Tinggi dari Vaksin atau Infeksi?
Dalam kesempatan yang sama, Farid menjelaskan bahwa terbentuknya kadar antibodi orang Indonesia disebabkan oleh dua faktor yakni vaksinasi dan infeksi COVID-19. Namun, survei yang dilakukannya bersama tim tidak mengetahui secara pasti faktor mana yang lebih tinggi untuk membentuk kadar antibodi.
"Yang bisa kita ketahui adalah vaksinasi meningkat, laporan kasus juga meningkat. Jadinya ada peningkatan antibodi yang disebabkan oleh dua faktor ini yang kita enggak tahu mana yang lebih superior," ujar Farid.
"Tapi yang bisa kita kejar saat ini adalah peningkatan vaksinasi, itu yang lebih penting sebenarnya, karena seperti yang tadi dikatakan, tadi yang tinggal kelas (capaian vaksinasinya) itu masih 50 persen," tambahnya.
Sehingga studi tersebut menyimpulkan bahwa meskipun kejadian infeksi naik, tingkat keparahan, tingkat hospitalisasi pasien, dan angka kematian tidak mengalami kenaikan.
Advertisement