Sukses

Varian BA.4 dan BA.5 di RI Tak Meroket, Menkes Budi: Antibodi Tinggi

Antibodi masyarakat Indonesia yang tinggi membuat kasus varian BA.4 dan BA.5 tidak naik tajam.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan alasan di balik jumlah kasus subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 di Indonesia tak naik tajam. Hal ini rupanya berkaitan dengan antibodi masyarakat Indonesia yang terbilang cukup tinggi.

Berdasarkan hasil sero survei terbaru, 98,5 persen masyarakat Indonesia sudah mempunyai antibodi. Survei serologi antibodi dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) selama periode Juni  - Juli 2022.

"Ini kan kami melakukan kebijakan berbasis data. Pada Desember 2021, kita sero survei 80 persenlah warga Indonesia yang memiliki antibodi. Sekarang dianalisis lagi per Juli 2022, naik ke 98 persen antibodi," ujar Budi Gunadi saat konferensi pers Peluncuran Buku Vaksinasi COVID-19 dan Diskusi Panel Evaluasi, Tantangan, dan Capaian Vaksinasi COVID-19 di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI Jakarta pada Kamis, 11 Agustus 2022.

"Kenaikan antibodi ini bisa dari infeksi maupun vaksinasi. Kemudian rata-rata titer antibodinya yang tadinya 400, sekarang sudah naik di 4.000."

Hasil sero survei juga menunjukkan betapa vaksinasi COVID-19 termasuk booster penting sebagai perlindungan. Terlebih dengan adanya penyebaran varian COVID-19 terutama BA.4 dan Ba.5 yang mendominasi di Indonesia.

"Yang menarik, kalau enggak dibooster hanya 1.900 (kadar titer antibodi). Jadi, menunjukkan betapa pentingnya booster, yang naik ke 4.000. Itu menjelaskan juga kenapa di negara lain BA.5 ada yang sampai 200.000 - 300.000 kasus, nah di kita BA.4 dan BA.5 kok rendah? Itu gara-gara karena sudah cukup tinggi lah antibodinya," terang Budi Gunadi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Risiko Terpapar COVID-19 Masih Ada

Anggota Tim Pandemi COVID-19 FKM UI Iwan Ariawan menyampaikan, terjadi peningkatan prevalensi antibodi masyarakat Indonesia pada Juli 2022. Walau begitu, ia mengingatkan setiap individu tetap berisiko terpapar COVID-19.

"Dari 87,8 persen pada Desember 2021 menjadi 98,5 persen pada Juli 2022. Meskipun bukan berarti sudah memiliki antibodi ini, penduduk tersebut tidak bisa terkena atau terinfeksi COVID-19," ujarnya saat konferensi pers Serologi Survey Nasional Ketiga pada Kamis, 11 Agustus 2022.

"Tetap bisa terinfeksi COVID-19. Tapi risiko nanti untuk terjadinya COVID-19 berat atau risiko meninggalnya jauh berkurang dengan adanya kadar antibodi yang memadai atau tinggi."

Dari hasil survei tersebut, kadar antibodi orang Indonesia juga mengalami peningkatan sebanyak empat kali lipat dalam tujuh bulan terakhir (Desember 2021 - Juli 2022).

Ini dapat terjadi karena masyarakat Indonesia sudah melakukan vaksinasi COVID-19 dan yang sudah terinfeksi virus SARS-CoV-2 sebelumnya.

"Sehingga peningkatan kadar antibodi pun terjadi," lanjut Iwan.

Anggota Tim Pandemi COVID-19 FKM UI Muhammad N Farid menambahkan, peningkatan penduduk yang sudah divaksinasi COVID-19 di angka 10 persen.

"Ini tentunya akan men-trigger cakupan yang mempunyai antibodi atau kadar antibodi itu sendiri," ungkap Farid.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Kelompok dengan Antibodi Tinggi

Peningkatan kadar antibodi tinggi, menurut Anggota Tim Pandemi COVID-19 FKM UI Pandu Riono terjadi pada kelompok yang sudah melakukan vaksinasi booster.

"Kenaikan itu ternyata paling tinggi pada kelompok yang mana? Kelompok yang di booster. Artinya, semakin lengkap dosis vaksinasi, semakin tinggi kadar antibodi," terangnya.

Pandu menjelaskan, perbedaan kadar antibodi juga ikut meningkat seiring peningkatan kelompok umur. Dari hasil survei, terlihat kadar antibodi pada orang dengan usia 60 tahun ke atas lebih tinggi usai melakukan vaksinasi booster.

"Jadi, antara Desember 2022 dan Juli 2022 itu terjadi peningkatan. Peningkatan terbesar pada kelompok 60 tahun ke atas, karena waktu itu prioritas booster-nya lebih tinggi pada kelompok 60 tahun ke atas," jelasnya.

"Ternyata dengan melengkapi vaksinasi hingga jadi booster meningkatkan kadar antibodi. Dampaknya apa? Selama bulan terjadi lonjakan kasus, angka keparahannya yang masuk rumah sakit, angka kematian tidak meningkat tajam."

4 dari 4 halaman

Vaksinasi COVID-19 Perlu Dikejar

Walau antibodi masyarakat di angka 98,5 persen, hasil survei serologi terbaru ini belum mengetahui secara pasti faktor mana yang lebih tinggi untuk membentuk kadar antibodi.

"Yang bisa kita ketahui adalah vaksinasi meningkat, laporan kasus juga meningkat. Jadinya ada peningkatan antibodi yang disebabkan oleh dua faktor ini yang kita enggak tahu mana yang lebih superior," Muhammad N Farid melanjutkan.

Farid menekankan, meskipun antibodi juga bisa terbentuk dari infeksi, yang bisa dikejar saat ini adalah vaksinasi COVID-19 sendiri.

"Tapi yang bisa kita kejar saat ini adalah peningkatan vaksinasi, itu yang lebih penting sebenarnya. Karena seperti yang tadi dikatakan, tadi yang tinggal kelas (capaian vaksinasinya) itu masih 50 persen," lanjutnya.

Hasil survei serologi antibodi terbaru juga menyimpulkan, meskipun kejadian infeksi naik, tingkat keparahan, tingkat hospitalisasi pasien, dan angka kematian tidak mengalami kenaikan.