Liputan6.com, Bangkok - Thailand bersiap menganggap COVID-19 sebagai flu biasa mulai Oktober 2022. Pemerintah Thailand pun akan menurunkan status COVID-19, dari penyakit menular 'berbahaya' (dangerous) menjadi penyakit yang 'memerlukan pemantauan' (needs monitoring).
Menteri Kesehatan Masyarakat Thailand, Anutin Charnvirakul menilai keputusan 'diperlakukannya' COVID-19 sebagai flu biasa melihat perkembangan situasi di negara tersebut. Bahwa penanganan virus Corona di Thailand mulai stabil.
Baca Juga
"Langkah ini mencerminkan kesiapan sistem kesehatan Thailand, ketersediaan perawatan dan perilaku perlindungan diri yang tepat dari orang-orang di seluruh negeri," kata Anutin dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Bangkok Post pada 18 Agustus 2022.
Advertisement
Pemerintah Thailand juga akan menyesuaikan rencana pengelolaan pascapandemi COVID-19 negara untuk memungkinkan rumah sakit swasta mulai langsung membeli obat antivirus sesegera mungkin, tanpa harus menunggu melalui penyaluran pemerintah.
Pada pekan lalu, pihak berwenang menyatakan, terjadi penurunan kasus dan kematian COVID-19 yang parah di Thailand pada pertengahan Agustus 2022. Pada 1 Juli 2022, Pemerintah Thailand juga sudah mencabut hampir semua pembatasan perjalanan dan penggunaan masker di luar ruangan.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Bebas Masker di Thailand
Pada Juni 2022, Kementerian Kesehatan Masyarakat Thailand sudah membebaskan masker. Namun, masyarakat tetap diwajibkan memakai masker di tempat ramai, tempat berkumpul yang tidak bisa menjaga jarak, atau di tempat yang ventilasinya buruk.
“Mereka yang termasuk dalam kelompok berisiko tinggi, orang yang tidak divaksinasi dan pasien juga harus memakai masker saat dekat dengan orang lain," kata Wakil Menteri Kesehatan Masyarakat Satit Pitutecha, dikutip dari National Thailand.
Satit menambahkan bahwa langkah-langkah ini perlu diambil untuk mencegah gelombang infeksi baru setelah Thailand melonggarkan sebagian besar pembatasan.
“Kami telah menemukan bahwa beberapa daerah telah melaporkan kasus yang sedikit lebih tinggi, tetapi kebanyakan pasien hanya memiliki gejala ringan atau tanpa gejala,” lanjutnya. “Namun, mereka masih berisiko terkena COVID-19 yang lama, yang ditemukan pada pasien yang telah pulih dari virus.
“Oleh karena itu, cara terbaik untuk tetap aman adalah melindungi diri dari infeksi."
Advertisement
Vaksinasi 60 Persen Populasi
Kementerian Dalam Negeri Thailand telah menugaskan semua gubernur provinsi untuk membuat penduduk setempat mengetahui kondisi di balik pencabutan masker untuk mencegah kesalahpahaman bahwa orang sekarang dapat melepas topeng mereka di mana saja.
“Masyarakat perlu disadarkan bahwa pandemi belum berakhir, dan masker tetap memberikan perlindungan,” Sekretaris Tetap Kementerian Dalam Negeri Suttipong Juljarern melanjutkan.
“Hanya orang yang divaksinasi lengkap dalam kelompok yang tidak berisiko tinggi yang dapat bebas masker di tempat-tempat umum, meskipun masker wajah masih diperlukan di tempat-tempat tertentu seperti gedung ber-AC, tempat hiburan, rumah sakit, pertemuan publik, dan di area dengan ventilasi yang buruk. ”
Selain itu, Kementerian Dalam Negeri dan Kesehatan Masyarakat bertujuan agar setidaknya 60 persen populasi diberikan suntikan penguat atau booster untuk meningkatkan kekebalan keseluruhan terhadap virus sebelum bertransisi menjadi endemi.
“Masyarakat tetap disarankan untuk mengambil tindakan pencegahan dengan mengenakan masker jika perlu, mencuci tangan secara teratur dan terus menjaga jarak sosial untuk membatasi infeksi," terang Suttipong.
Minta Turun Status COVID-19 ke Flu di Jepang
Sejumlah pakar medis dan ekonomi di Jepang pada hari Selasa (2/8/2022) meminta Pemerintah Jepang untuk menurunkan klasifikasi virus Corona menjadi mirip dengan flu musiman. Ini untuk meringankan beban rumah sakit dan kesehatan masyarakat.
Permintaan di atas tertuang dalam proposal setebal 19 halaman. Para pakar juga mendesak Pemerintah untuk mengadopsi pendekatan fleksibel terhadap COVID-19 yang akan mencegah sistem perawatan kesehatan kewalahan, seperti dengan tidak lagi mengidentifikasi kontak dekat dan mengizinkan klinik umum untuk merawat pasien.
"Kami sudah mendiskusikan topik ini selama lebih dari sebulan," kata Shigeru Omi, yang mengepalai penanganan virus Corona dalam konferensi pers di Japan National Press Club di Tokyo, Jepang, dikutip Japan Times.
Sebagaimana proposal tersebut, pengobatan untuk pasien COVID-19 berdasarkan undang-undang tidak akan lagi melibatkan rawat inap, bahkan jika tempat tidur tersedia, meskipun pengecualian untuk pasien yang sakit ringan telah diberikan untuk beberapa waktu.
Mereka yang terinfeksi tidak akan diminta untuk tinggal di rumah, tetapi akan melakukannya secara sukarela sesuai dengan kesadaran pribadi masing-masing.
“Penting bagi setiap orang untuk secara aktif mengambil tindakan untuk mengurangi risiko infeksi,” tambah Wakil Kepala Fujisawa City Hospital, Hideaki Anan.
Advertisement