Sukses

2 Hal Ini Turunkan Risiko Penularan COVID-19 Saat PTM

masker dan ventilasi jadi dua kunci menurunkan risiko penularan COVID-19 saat PTM.

Liputan6.com, Jakarta Pembelajaran tatap muka atau yang lebih dikenal dengan sebutan PTM sudah mulai berlangsung sejak beberapa bulan lalu. Namun belakangan, banyak anak yang terinfeksi COVID-19 saat melakukan PTM di sekolah.

Berkaitan dengan hal tersebut, Ketua Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Yogi Prawira SpA(K) mengungkapkan bahwa mitigasi atau upaya untuk mengurangi risiko penularan COVID-19 adalah satu-satunya hal yang bisa dilakukan.

"Jadi kita tidak bisa mengenolkan risiko. Tapi kita berusaha untuk mengurangi risiko. Nah risiko akan sangat tergantung pada kondisi transmisi lokal, bagaimana pemerintah di masing-masing daerah membuka datanya," ujar Yogi dalam virtual media briefing Evaluasi Pembelajaran Tatap Muka IDAI dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jumat (19/8/2022).

"Jadi disitulah perlu pemahaman tentang bagaimana transmisi bisa terjadi. Anak-anak kalaupun terkena, memang sebagian besar gejalanya ringan. Tapi kalau dia punya komorbid, maka risikonya bisa fatal," tambahnya.

Terlebih menurut Yogi, yang menjadi kekhawatiran bukan hanya saat anak-anak terinfeksi, melainkan pasca infeksi COVID-19. Sehingga menurutnya, kuncinya terletak pada perilaku bersih dan hidup sehat (PHBS).

"PHBS ini bisa mencegah banyak hal. Nah dari PHBS dan protokol kesehatan yang sekian banyak, awalnya 3M jadi 5M sampai 10M. Sampai orang sudah pusing sendiri. Nah mana sih yang paling efektif? Pertama adalah masker, kedua adalah ventilasi," kata Yogi.

2 dari 4 halaman

Kolaborasi Masker dan Ventilasi

Yogi mengungkapkan bahwa dengan banyaknya protokol kesehatan dan masyarakat yang sudah mulai lelah, setidaknya masker dan ventilasi harus mendapatkan perhatian khusus termasuk dalam hal PTM.

"Jadi kalau misalnya kita sudah lelah gitu ya. Maka minimal dua ini yang harus dikencangkan, masker dan ventilasi. Masker seperti apa? Masker kita akan berkompromi dengan kenyamanan dan keamanan," ujar Yogi.

Menurut Yogi, menggunakan masker yang ketat seperti KN95 mungkin akan menimbulkan ketidaknyamanan. Namun jenis masker seperti itu bisa menciptakan keamanan yang lebih ekstra dibandingkan masker yang sekadar nyaman.

"Tapi kalau dia (masker) nyaman banget, kendur, tidak ketat, bisa turun-turun maka dia pasti tidak aman. Nah kita berusaha memilih, yang kita rekomendasikan adalah masker medis yang menutup hidung dan mulut. Tentunya sampai menutup dagu," kata Yogi.

Namun masker medis memiliki kemampuan filtrasi yang terbatas yakni hanya kurang lebih empat jam. Sehingga penting bagi anak-anak untuk mengganti masker secara rutin dan membawa masker cadangan di tas masing-masing.

3 dari 4 halaman

Ventilasi yang Baik

Lebih lanjut Yogi menjelaskan dalam hal ventilasi, terdapat hitung-hitungan tersendiri soal bagaimana standar yang baik jika berhadapan dengan COVID-19.

"Seperti di rumah sakit itu kita gunakan tekanan negatif. Sehingga udara yang ada di ruangan disedot keluar kemudian diganti dengan fresh air. Nah bagaimana di sekolah? Sesederhana membuka jendela," ujar Yogi.

"Jadi pada saat ruangan kita menggunakan AC, apalagi AC sentral. Apa yang terjadi? Udara itu bersirkulasi. Nah ini yang penting dipahami, kembali lagi masalah kenyamanan dan keamanan," tambahnya.

Menurut Yogi, beberapa orangtua atau guru mengeluhkan anak-anaknya tidak bisa belajar dengan situasi yang panas kalau jendela dibuka. Sedangkan menurutnya, terdapat risiko penularan yang lebih tinggi jikalau tetap tidak ada ventilasi atau sirkulasi udara yang baik.

"Disarankan untuk membuka jendela selebar-lebarnya atau bisa menggunakan hepa filter portable. Hepa filter portable itu ada kapasitasnya. Pada saat membeli, itu akan disebutkan berapa maksimal kapasitasnya dan biasa setiap enam bulan sekali harus diganti atau dibersihkan," kata Yogi.

4 dari 4 halaman

Pilihan yang Murah untuk Sirkulasi Udara Baik

Sehingga menurut Yogi, pilihan paling murah agar sirkulasi udara tetap terjaga dengan baik adalah dengan membuka jendela di ruang-ruang kelas. Dengan begitu, udara tidak mengendap dalam ruangan.

"Yang lebih murah apa? Buka jendela, kemudian pastikan udara dari ruangan itu bisa tersedot keluar dan ada aliran udara segar yang keluar masuk ke dalam (kelas)," ujar Yogi.

Yogi menjelaskan, cara-cara seperti penggunaan masker dan mengatur ventilasi menjadi hal sederhana yang dapat dikerjakan bersama. Sedangkan saat anak-anak harus membuka masker seperti saat makan siang, maka menurut Yogi hindari potensi anak untuk makan di ruang tertutup.

"Jangan biarkan anak makan di ruangan tertutup, karena seringkali makan di ruangan kelas masing-masing bawa bekal. Semua anak membuka masker bersamaan, kemudian ruang kelas tertutup menggunakan AC atau jendelanya tidak dibuka, tidak ada sirkulasi. Jika satu positif, maka semuanya bisa jadi kontak erat," kata Yogi.