Sukses

BPOM RI Buka Suara Soal Izin Darurat Vaksin Cacar Monyet

Perkembangan izin darurat vaksin cacar monyet dari BPOM RI.

Liputan6.com, Jakarta Demi upaya penanganan cacar monyet (monkeypox), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia sedang melakukan pengadaan 10.000 vaksin cacar monyet. Meski begitu, vaksin tersebut harus mendapatkan izin darurat penggunaan (Emergency Use Authorization/EUA) Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Lantas, bagaimana perkembangan terkini izin darurat vaksin cacar monyet dari BPOM? Kepala BPOM RI Penny K. Lukito menyampaikan skema proses percepatan izin darurat vaksin cacar monyet. Salah satunya, industri farmasi yang akan memasok vaksin tersebut harus didaftarkan terlebih dahulu ke BPOM.

"Kemenkes perlu menunjukkan industri farmasi yang akan mendaftarkan dan menyerahkan dokumen-dokumen untuk proses mendapatkan EUA," ujar Penny saat dikonfirmasi Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Senin, 22 Agustus 2022.

Selain izin darurat EUA, ada juga percepatan lain melalui izin darurat khusus yang disebut Special Access Scheme (SAS). Izin khusus tersebut juga harus melalui persetujuan BPOM, sehingga vaksin yang akan dipasok dan digunakan masuk kategori izin SAS, bukan dengan EUA.

"Bisa juga pemasukan oleh Kemenkes untuk percepatan akses kedaruratan melalui izin SAS (Special Access Scheme) melalui BPOM, tanpa (harus) EUA," jelas Penny.

Upaya pengadaan vaksin cacar monyet oleh Kemenkes ini seiring merespons temuan satu kasus terkonfirmasi positif monkeypox di Indonesia. Temuan kasus pertama dari seorang berkewarganegaraan Indonesia berusia 27 tahun asal DKI Jakarta yang terinfeksi virus Monkeypox setelah bepergian dari luar negeri.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Seputar Izin Darurat Khusus Vaksin dan Obat

Terkait izin khusus Special Access Scheme (SAS) dari BPOM, tata laksana ini masuk dalam percepatan izin untuk vaksin dan obat-obatan pada penanganan pandemi COVID-19. Implementasi izin SAS digunakan untuk vaksin AstraZeneca yang mendapatkan Persetujuan Pemasukan Obat Jalur Khusus (Special Access Scheme/SAS) pada tanggal 6 Maret 2021.

Berdasarkan buku Pedoman Pelayanan Publik di Bidang Obat dalam Kondisi Pandemi COVID-19 yang diterbitkan BPOM RI pada Maret 2020 tertulis soal pengajuan SAS, yakni:

Sesuai hasil rapat Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Pemerintah membentuk tim khusus untuk pengajuan SAS Donasi Obat dan Alat Kesehatan yang dibutuhkan dalam penanganan pandemi COVID-19 dengan timeline 8 jam di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), di mana Badan POM/Kementerian Kesehatan harus melakukan review dan memberikan rekomendasi terhadap pengajuan SAS Obat dan Alat Kesehatan tersebut dalam waktu 1 jam.

Pengajuan SAS diajukan melalui laman Indonesia National Single Window (INSW): insw.go.id → aplikasi LNSW → Perizinan Tanggap Darurat.

Persyaratan dokumen yang dibutuhkan untuk SAS/Donasi Obat COVID-19 antara lain:

  1. Surat Permohonan Rekomendasi berikut rincian barang lengkap, yang ditujukan kepada Kepala BNPB, cc. Kepala Badan POM dan Kepala Biro Hukum Organisasi dan Kerja sama BNPB
  2. Packing List
  3. Invoice
  4. Gift certificate (jika barang tersebut merupakan barang hibah)
  5. Airway Bill
  6. Certificate of analysis

Untuk SAS Obat dan bahan baku obat (Non Donasi) dalam rangka pengembangan produk obat COVID-19 yang akan diproduksi lokal di Indonesia dapat diajukan melalui aplikasi https://e-bpom.pom.go.id. Sedangkan untuk pemasukan obat dengan tujuan komersil, agar dilakukan melalui jalur registrasi.

Prosedur pengajuan SAS melalui e-bpom.pom.go.id.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Pengadaan 10.000 Vaksin Cacar Monyet

Sebelumnya, Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril mengungkapkan bahwa Kemenkes RI sedang berproses melakukan pengadaan vaksin cacar monyet. Tindak lanjut ini juga dilakukan seiring temuan kasus pertama konfirmasi cacar monyet pada Warga Negara Indonesia (WNI).

"Kita sedang memproses untuk pengadaan vaksin cacar monyet. Insya Allah, ada sekitar 10.000 vaksin yang kita adakan. Vaksin ini akan kita berikan kepada yang memang sedang menderita cacar monyet dalam masa inkubasi dan juga kepada kontak erat," ungkap Syahril saat Press Conference: Penemuan Pasien Pertama Terkonfirmasi Monkeypox pada Sabtu, 20 Agustus 2022.

Dalam pengadaan vaksin cacar monyet, lanjut Syahril, Kemenkes harus mendapat rekomendasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.

"Kami ingin sampaikan juga ya, banyak pertanyaan tentang vaksinasi, gimana dong vaksinasi cacar monyet? Untuk sementara ini memang WHO belum memberikan rekomendasi untuk vaksinasi massal ya sebagaimana halnya COVID-19," ujar Syahril.

"Saat ini, ada dua atau tiga negara yang sedang melakukan vaksinasi (cacar monyet) dan kita juga sedang memproses untuk pengadaannya (vaksin). Tentu saja harus melalui rekomendasi dari Badan POM."

4 dari 4 halaman

Vaksin untuk Pencegahan

Pada konferensi pers beberapa waktu silam, Ketua Satgas Cacar Monyet Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Hanny Nilasari mengungkapkan, permintaan terkait vaksin cacar monyet sebenarnya sudah sempat diterima olehnya.

"Sudah ada dua orang yang japri (jalur pribadi atau menghubungi langsung) saya, karena memang saya juga di bidang infeksi menular seksual. Ada yang menanyakan vaksinasi," ujar Hanny dalam virtual media briefing Monkeypox bersama PB IDI, ditulis Rabu (3/8/2022).

"Jadi, mereka inginnya secara preventif untuk melakukan vaksinasi, karena mereka merasa bahwa mereka adalah populasi sangat berisiko."

Vaksin cacar monyet di Indonesia belum disetujui oleh BPOM RI meskipun sudah ada dua jenis vaksin yang direkomendasikan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat (AS) maupun WHO.

"Vaksin untuk monkeypox ini memang belum di-approve (setujui) oleh BPOM walau sudah ada dua vaksin yang menjadi rekomendasi CDC atau WHO," lanjut Hanny.

Upaya yang bisa dilakukan sembari menunggu vaksin cacar monyet hanyalah dengan memberikan informasi yang selengkap-lengkapnya pada masyaraka, terutama pada populasi khusus yang masuk kategori berisiko. Salah satunya berupaya melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan menjaga imunitas.